PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PIDANA
Di posting oleh : Alif Sayyidul Qadr
Pertimbangan hakim adalah hal-hal yang menjadi dasar atau yang dipertimbangkan hakim dalam memutus suatu perkara tindak pidana. Sebelum memutus suatu perkara, hakim harus memperhatikan setiap hal-hal penting dalam suatu persidangan. Hakim memperhatikan syarat dapat dipidananya seseorang, yaitu syarat subjektif dan syarat objektif.
Hakim memeriksa tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang memperhatikan syarat subjektifnya, yaitu adanya kesalahan, kemampuan bertanggungjawab seseorang, dan tidak ada alsana pemaaf baginya. Selain itu hakim juga memperhatikan syarat objektifnya, yaitu perbuatan yang dilakukan telah mencocoki rumusan delik, bersifat melawan hukum, dan tidak ada alas an pembenar.
Apabila hal tersebut terpenuhi, selanjutnya hakim mempertimbangkan hal-hal yang dapat meringankan dan memberatkan putusan yang akan dijatuhkannya nanti. Pertimbangan hakim dinilai dari faktor hukum dan nonhukum yang kesemuanya itu haruslah disertakan dalam putusan. Faktor hukum seperti pengulangan tindak pidana (residive), merupakan tindak pidana berencana, dll. Sedangkan faktor nonhukum seperti sikap terdakwa dipersidangan dan alasan-alasan lain yang meringankan.
Peranan hakim dalam hal pengambilan keputusan tidak begitu saja dilakukan karena ada yang diputuskan merupakan perbuatan hukum dan sifatnya pasti.Oleh karena itu hakim yang diberikan kewenangan memutuskan suatu perkara tidak sewenang-wenang dalam memberikan putusan.
Ketentuan mengenai pertimbangan hakim diatur dalam Pasal 197 ayat (1) d KUHP yang berbunyi :
“Pertimbangan disusun secara ringkas mengenai fakta dan keadaan beserta alat pembuktian yang diperoleh dari pemeriksaan di sidang yang menjadi dasar penentuan kesalahan terdakwa.”
Hal ini dijelaskan pula dalam Pasal 183 KUHP yang menyatakan bahwa :
“Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.”
Hal yang sama dikemukakan oleh Lilik Mulyadi (2007 : 193-194) yang menyatakan bahwa :
“Pertimbangan hakim terdiri dari pertimbangan
yuridis dan fakta-faka dalam persidangan.Selain itu, majelis hakim haruslah
menguasai mengenai aspek teoritik dan praktik, pandangan doktrin, yurisprudensi
dan kasusu posisi yang sedang ditangani kemudian secara limitatif menetapkan
pendiriannya.”
Dalam menjatuhkan pidana, kiranya rumusan Pasal 58 (Pasal 52) Naskah Rancangan KUHPidana (baru) hasil penyempurnaan Tim Intern Departemen Kehakiman, dapat dijadikan referensi. Disebutkan bahwa dalam penjatuhan pidana hakim wajib mempertimbangkan hal-hal berikut : (Bambang Waluyo, 2008:91)
- Kesalahan
pembuat tindak pidana;
- Motif dan
tujuan melakukan tindak pidana;
- Cara
melakukan tindak pidana;
- Sikap
batin pembuat tindak pidana;
- Riwayat
hidup dan keadaan sosial ekonomi pembuat tindak pidana;
- Sikap dan
tindakan pembuat sesudah melakukan tindak pidana;
- Pengaruh
pidana terhadap masa depan pembuat tindak pidana;
- Pandangan
masyarakat terhadap tindak pidana yang dilakukan;
- Pengurus
tindak pidana terhadap korban atau keluarga korban; dan
- Apakah
tindak pidana dilakukan dengan berencana.
Menjadi hakim
merupakan tugas yang cukup berat karena dapat menentukan kehidupan seseorang
untuk dapat memperoleh kebebasan ataukah hukuman. Jika terjadi kesalahan dalam
pengambilan keputusan maka akan dapat merenggut nyawa, kemerdekaan, kehormatan
dan harta benda yang dijunjung tinggi oleh masyarakat dan setiap insan.
0 comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.