PATUH-Oi

Friday, February 20, 2015

PRO KONTRA TILANG POLISI KARENA STNK MATI
By. Alief Sayyidul Qadr

 

Maraknya RAZIA atau Sweeping Kendaran bermotor  yang dilancarkan oleh Kepolisian saat ini, mengundang banyak pro kontra di tengah-tengah masyarakat, tidak hanya menyangkut SAH atau TIDAKNYA Razia yang dilakukannya sesuai Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dan Peraturan Pemerintah No. 80 Tahun 2012 tentang Tata Cara Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan dan Penindakan Pelanggaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

Namun lebih khusus lagi adalah banyaknya pengendara Kendaraan bermotor yang di tilang lantaran Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) nya Mati atau kadaluarsa/tidak berlaku lagi.

Hal ini memunculkan banyak pertanyaan dapatkah POLISI LALU LINTAS menilang Pengendara Kendaraan bermotor yang tidak mampu memperlihatkan Surat kendaraan bermotor (STNK) yang SAH ?

Pada dasarnya, secara umum pihak kepolisian berwenang untuk melakukan penindakan terhadap pemilik motor yang melakukan pelanggaran sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dan Peraturan Pemerintah No. 80 Tahun 2012 tentang Tata Cara Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan dan Penindakan Pelanggaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

Oleh Kepolisia Negara (lalu Lintas) dalam melakukan TILANG terhadap pelanggar melalui dua mekanisme/cara penyelesaian perkara pelanggaran lalu lintas jalan yang dapat dilaksanakan, yaitu:
1.     Pelanggara yang Mengakui Kesalahan, akan diberi LEMBAR BIRU  dengan membayar denda maksimal ke bank yang ditentukan. Bukti setor denda dibawa ke Satlantas setempat yang melaksanakan Razia untuk mengambil kembali SIM/STNK yang disita.
2.     Pelanggar yang Tidak Mengakui Kesalahan,  akan diberi LEMBAR MERAH untuk mengikuti sidang di pengadilan yang telah ditentukan dan besarnya denda diputuskan oleh Hakim. SIM/STNK yang disita diambil di pengadilan.

TILANG KARENA STNK MATI/TIDAK BERLAKU

Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) adalah bukti bahwa kendaraan bermotor telah diregistrasi (Pasal 65 ayat [2] UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan - “UU LLAJ”) yang memuat data kendaraan bermotor, identitas pemilik, nomor registrasi kendaraan bermotor, dan masa berlakunya (Pasal 68 ayat [2] UU LLAJ).

STNK ini berlaku selama 5 (lima) tahun dan setiap tahunnya harus dimintakan pengesahan (Pasal 70 ayat [2] UU LLAJ). Juga, sebelum habis masa berlaku dari STNK tersebut, seharusnya wajib diajukan permohonan perpanjangan (Pasal 70 ayat [3] UU LLAJ).

Apabila masa berlaku STNK habis dan tidak dilakukan perpanjangan masa berlaku, inilah yang kemudian sering disebut sebagai STNK mati. Sesuai Pasal 74 ayat (2) UU LLAJ jo Pasal 1 angka 17 Peraturan Kapolri No. 5 Tahun 2012 tentang Registrasi dan Identifikasi Kendaraan Bermotor, registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor ini dapat dihapus dari daftar registrasi dan identifikasi kendaraan jika pemilik kendaraan bermotor tidak melakukan registrasi ulang atau memperpanjang masa berlaku STNK sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun sejak masa berlaku STNK habis.
Hal  Ini merupakan bentuk sanksi administratif bagi pemilik kendaraan bermotor.

Penghapusan dari daftar registrasi dan identifikasi kendaraan ini dapat berakibat kendaraan bermotor tersebut tidak dapat diregistrasi kembali (Pasal 74 ayat [3] UU LLAJ). Dalam hal kendaraan bermotor sudah tidak teregistrasi, maka kendaraan bermotor tidak dapat dioperasikan di jalan. Karena sesuai Pasal 68 ayat (1) UU LLAJ, setiap Kendaraan Bermotor yang dioperasikan di jalan wajib dilengkapi dengan Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (STNK) dan Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (Plat NomorKendaraan/ Nomor Polisi)

Lebih jauh diatur dalam Lampiran Surat Keputusan No. Pol.: SKEP/443/IV/1998 tentang Buku Petunjuk Teknis tentang Penggunaan Blanko Tilang bagian Pendahuluan No. 4 huruf a ayat (2) mengenai pelanggaran lalu lintas jalan tertentu,     dijelaskan bahwa sesuai penjelasan Pasal 211 KUHAP, mengemudikan kendaraan bermotor yang tidak dapat memperlihatkan Surat Izin Mengemudi (SIM), Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK), Surat Tanda Uji Kendaraan (STUK), yang sah atau tanda bukti lainnya yang diwajibkan menurut ketentuan perundang-undangan lalu lintas jalan atau ia dapat memperlihatkan tetapi masa berlakunya sudah kadaluwarsa dapat digolongkan dengan Pelanggaran Lalu Lintas Jalan Tertentu.

Itulah yang menjadi dasar untuk seorang pemilik kendaraan bermotor yang STNK-nya mati dapat ditilang. Karena sesuai ketentuan dalam Pendahuluan No. 1 huruf a Lampiran Surat Keputusan No.Pol.: SKEP/443/IV/1998 tentang Buku Petunjuk Teknis tentang Penggunaan Blanko Tilang, “tilang merupakan alat utama yang dipergunakan dalam penindakan bagi pelanggar Peraturan-peraturan Lalu Lintas Jalan Tertentu, sebagaimana tercantum dalam Bab VI Pasal 211 sampai dengan Pasal 216 KUHAP dan penjelasannya.”

Selain itu, polisi juga memiliki kewenangan sebagaimana diatur dalam Pasal 260 ayat (1) UU LLAJ bahwa “dalam hal penindakan pelanggaran dan penyidikan tindak pidana, Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia selain yang diatur di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dan Undang-Undang tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, di bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan berwenang:
a.   memberhentikan, melarang, atau menunda pengoperasian dan menyita sementara Kendaraan Bermotor yang patut diduga melanggar peraturan berlalu lintas atau merupakan alat dan/atau hasil kejahatan;
b.   melakukan pemeriksaan atas kebenaran keterangan berkaitan dengan Penyidikan tindak pidana di bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;
c.   meminta keterangan dari Pengemudi, pemilik Kendaraan Bermotor, dan/atau Perusahaan Angkutan Umum;
d.   melakukan penyitaan terhadap Surat Izin Mengemudi, Kendaraan Bermotor, muatan, Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor, Surat Tanda Coba Kendaraan Bermotor, dan/atau tanda lulus uji sebagai barang bukti;
e.   melakukan penindakan terhadap tindak pidana pelanggaran atau kejahatan Lalu Lintas menurut ketentuan peraturan perundang-undangan;
f.     membuat dan menandatangani berita acara pemeriksaan;
g.   menghentikan penyidikan jika tidak terdapat cukup bukti;
h.   melakukan penahanan yang berkaitan dengan tindak pidana kejahatan Lalu Lintas; dan/atau
i.      melakukan tindakan lain menurut hukum secara bertanggung jawab.”

KEWENANGAN POLISI DALAM MELAKUKAN RAZIA/SWEEPING KENDARAA DI JALAN.

Dalam Pasal 3 PP 80/2012 tersebut disebutkan bahwa pemeriksaan kendaraan bermotor di jalan meliputi pemeriksaan:
a)   Surat Izin Mengemudi, Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor, Surat Tanda Coba Kendaraan Bermotor, Tanda Nomor Kendaraan Bermotor, atau Tanda Coba Kendaraan Bermotor
b)   tanda bukti lulus uji bagi kendaraan wajib uji 
c)    fisik Kendaraan Bermotor 
d)   daya angkut dan/atau cara pengangkutan barang dan/atau 
e)    izin penyelenggaraan angkutan 

Kemudian, dalam Pasal 10 PP 80/2012 disebutkan bahwa pemeriksaan kendaraan bermotor di jalan yang dilakukan oleh Petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia secara berkala atau insidental. 

Dalam hal pelaksanaan Razia kendaraan bermotor oleh kepolisian, maka harus berpedoman pada ketentuan Pasal 22 PP 80/2012 yang berbunyi: 

1)     Pada tempat Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan secara berkala dan insidental wajib dilengkapi dengan tanda yang menunjukkan adanya Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan, kecuali tertangkap tangan 
2)     Tanda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditempatkan pada jarak paling sedikit 50 (lima puluh) meter sebelum tempat pemeriksaan 
3)     Pemeriksaan yang dilakukan pada jalur jalan yang memiliki lajur lalu lintas dua arah yang berlawanan dan hanya dibatasi oleh marka jalan, ditempatkan tanda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pada jarak paling sedikit 50 (lima puluh) meter sebelum dan sesudah tempat pemeriksaan 
4)     Tanda sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) harus ditempatkan sedemikian rupa sehingga mudah terlihat oleh pengguna jalan 
5)     Dalam hal Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan dilakukan pada malam hari, petugas wajib: 
a)   menempatkan tanda sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) 
b)   memasang lampu isyarat bercahaya kuning dan 
c)    memakai rompi yang memantulkan cahaya. 

Dengan demikian, jika pemeriksaan kendaraan bermotor dilakukan oleh petugas kepolisian yang tidak menempatkan tanda/plang pengumuman yang menunjukkan adanya pemeriksaan kendaraan bermotor, tidak memasang lampu isyarat bercahaya kuning, dan tidak memakai rompi yang memantulkan cahaya, maka pemeriksaan kendaraan yang dilakukan polisi tersebut tidak sah secara hukum.

Polisi sebagai petugas yang melakukan penindakan pelanggaran lalu lintas harus pula menaati tata cara pemeriksaan kendaraan sesuai aturan yang berlaku,  terkecuali, dalam hal tertangkap tangan melakukan tindak pidana (Insidental), seperti yang disebutkan dalam Pasal 22 ayat (1) PP 80/2012, tempat pemeriksaan kendaraan bermotor di jalan tidak wajib dilengkapi tanda adanya pemeriksaan kendaraan bermotor. 

Yang dimaksud tertangkap tangan dalam pemeriksaan secara insidental yaitu terjadi pelanggaran yang terlihat secara kasat indera atau tertangkap oleh alat penegakan hukum secara elektronik.
 
Dalam hal bidang penegakan aturan lalu lintas, polisi memiliki kewenangan sebagaimana diatur dalam Pasal 260 ayat (1) UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, antara lain:
a.   memberhentikan, melarang, atau menunda pengoperasian dan menyita sementara Kendaraan Bermotor yang patut diduga melanggar peraturan berlalu lintas atau merupakan alat dan/atau hasil kejahatan; 
b.   melakukan pemeriksaan atas kebenaran keterangan berkaitan dengan Penyidikan tindak pidana di bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan; 
c.    meminta keterangan dari Pengemudi, pemilik Kendaraan Bermotor, dan/atau Perusahaan Angkutan Umum; 
d.   melakukan penyitaan terhadap Surat Izin Mengemudi, Kendaraan Bermotor, muatan, Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor, Surat Tanda Coba Kendaraan Bermotor, dan/atau tanda lulus uji sebagai barang bukti; 
e.   melakukan penindakan terhadap tindak pidana pelanggaran atau kejahatan Lalu Lintas menurut ketentuan peraturan perundang-undangan; 
f.     membuat dan menandatangani berita acara pemeriksaan; 
g.   menghentikan penyidikan jika tidak terdapat cukup bukti; 
h.   melakukan penahanan yang berkaitan dengan tindak pidana kejahatan Lalu Lintas; dan/atau i.melakukan tindakan lain menurut hukum secara bertanggung jawab.

Selanjutnya jika penindakan pelanggaran lalu lintas dilakukan oleh polisi yang sedang tidak berdinas atau tidak menggunakan surat perintah, telah diatur lebih lanjut dalam PP No. 80 Tahun 2012 tentang Tata Cara Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan dan Penindakan Pelanggaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sebagaimana disebutkan dalam Pasal 15 ayat (1) jo. Pasal 16 ayat (1) PP 80/2012, menyebutkan bahwa :
“bahwa petugas kepolisian yang melakukan pemeriksaan kendaraan bermotor di jalan wajib menggunakan pakaian seragam dan atribut serta wajib dilengkapi surat perintah tugas”.



Setelah petugas kepolisian memenuhi dua syarat tersebut, barulah kemudian boleh melakukan penindakan terhadap pelanggaran lalu lintas dalam hal tertangkap tangan pada saat melakukan pengaturan, penjagaan, pengawalan, dan patroli (lihat Pasal 14 PP 80/2012).
Jika polisi tidak dalam keadaan “berdinas” atau tidak memakai seragam dinas kepolisian, maka seperti telah kami jelaskan sebelumnya, maka petugas kepolisian tersebut tidak berhak atau berwenang melakukan razia pemeriksaan kendaraan bermotor di jalan. 
Demikian penjelasan singkat dari kami, semoga bermanfaat.

Dasar hukum:
2.        Peraturan Kapolri No. 5 Tahun 2012 tentang Registrasi dan Identifikasi Kendaraan Bermotor;
3.        Surat Keputusan No. Pol.: SKEP/443/IV/1998 tentang Buku Petunjuk Teknis tentang Penggunaan Blanko Tilang.