PATUH-Oi

Friday, September 28, 2012

Perbedaan Pidana Kurungan dengan Pidana Penjara

  

Perbedaan Pidana Kurungan dengan Pidana Penjara

Hukuman penjara maupun kurungan, keduanya adalah bentuk pemidanaan dengan menahan kebebasan seseorang karena melakukan suatu tindak pidana sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 22 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).  Pidana penjara dan kurungan adalah pidana pokok yang dapat dijatuhkan hakim selain pidana mati, pidana denda, dan pidana tutupan (Pasal 10 KUHP).
 
Perbedaan antara hukuman penjara dengan kurungan antara lain adalah sebagai berikut:
 
Pidana Penjara
Pidana Kurungan
1.    Pidana penjara dapat dikenakan selama seumur hidup atau selama waktu tertentu, antara satu hari hingga dua puluh tahun berturut-turut (baca Pasal 12 KUHP) serta dalam masa hukumannya dikenakan kewajiban kerja (Pasal 14 KUHP).
 
 
 
 
 
2.    Pidana penjara dikenakan kepada orang yang melakukan tindak pidana kejahatan (lihat Pasal 18 ayat (2) KUHP).
1.    Pidana kurungan dikenakan paling pendek satu hari dan paling lama satu tahun (Pasal 18 ayat (1) KUHP) tetapi dapat diperpanjang sebagai pemberatan hukuman penjara paling lama satu tahun empat bulan (Pasal 18 ayat (3) KUHP) serta dikenakan kewajiban kerja tetapi lebih ringan daripada kewajiban kerja terpidana penjara (Pasal 19 ayat (2) KUHP).
 
2.    Pidana kurungan dikenakan kepada orang yang melakukan tindak pidana pelanggaran (lihat buku ketiga KUHP tentang Pelanggaran), atau sebagai pengganti pidana denda yang tidak bisa dibayarkan (Pasal 30 ayat (2) KUHP).
 
 
Menurut Pasal 28 KUHP, pelaksanaan hukuman penjara dan hukuman kurungan dapat saja dilakukan di tempat yang sama, asalkan terpisah. Maksudnya orang yang sedang menjalani hukuman penjara maupun hukuman kurungan bisa berada dalam satu tempat (Lembaga Pemasyarakatan) tetapi sel mereka dibedakan dan tidak tercampur.
 
Mr. Drs. E.Utrecht dalam bukunya “Hukum Pidana II(hal. 307-316) menjelaskan bahwa hukuman kurungan lebih ringan dari hukuman penjara berdasarkan Pasal 10 jo. Pasal 69 KUHP karena tingkatan hukuman kurungan berada dibawah hukuman penjara.
 
Hukuman kurungan ditentukan bagi delik yang lebih ringan seperti kejahatan kealpaan (eulpose misdrijven) dan pelanggaran. Bentuk lain dari sifat lebih ringan hukuman kurungan dibandingkan hukuman penjara yaitu:
a)    Terpidana penjara dapat dibawa ke tempat lain untuk dipindahkan dan tidak boleh menolak. Sedangkan terpidana kurungan berdasarkan Pasal 21 KUHP tidak boleh dipindahkan tanpa mendapat persetujuannya.
b)    Berdasarkan Pasal 23 KUHP, terpidana kurungan masih bisa mendapat uang saku diluar upah kerja wajib, sebagai bekal saat ia keluar dari penjara dan pulang.
 
Jadi, intinya hukuman penjara dan hukuman kurungan sama-sama berupa penahanan kemerdekaan seseorang karena melakukan tindak pidana. Akan tetapi perlakuan terhadap terpidana kurungan lebih ringan daripada perlakuan terhadap terpidana penjara.
 
 
Dasar hukum:
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Wetboek van Strafrecht Staatsblad No.732 Tahun 1915
 
di posting    : Alif  Sayyidul Qadr
sumber         : www.hukumonline.com

Thursday, September 27, 2012

profil organisasi

PROFIL ORGANISASI

PUSAT ADVOKASI DAN BANTUAN HUKUM

ORANG INDONESIA (PATUH- Oi)


PREAMBULE


Motivasi sebagai Anak Bangsa, untuk senantiasa berpartisipasi dalam menegakkan keadilan dan kebenaran di negeri Tercinta Indonesia ini, didasarkan kepada kesadaran bahwa sesungguhnya hak untuk mendapatkan dan menikmati keadilan adalah hak setiap Orang Indonesia dan karena itu penegakannya, harus terus diusahakan dalam suatu upaya Gradual dan berkesinambungan untuk membangun suatu sistem masyarakat hukum yang Adil, beradab dan berperikemanusian secara demokratis, dan di lain pihak, setiap kendala yang menghalanginya harus ditentang dan dihapuskan. Keadilan hukum sebagai salah-satu pilar utama dari Negara yang berdasarkan Hukum, harus pula dibangun secara bersama-sama dengan keadilan ekonomi, keadilan politik, keadilan sosial dan keadilan budaya, sikap toleransi akan menopang dan membentuk keadilan struktural yang utuh dan saling melengkapi.


Upaya penegakan keadilan hukum dan penghapusan kendala-kendalanya harus dilakukan secara sinergis, proporsional dan kontekstual dengan penghapusan kendala-kendala dalam bidang-bidang ekonomi, politik, sosial dan budaya. Maka pemberian bantuan hukum bukanlah sekedar sikap dan tindakan kedermawanan tetapi merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam kerangka membebaskan setiap manusia Indonesia dari segala bentuk penindasan, pemerkosaan hak serta pengaburan nilai-nilai kemanusiaan.


Dinamika perkembangan hukum di Indonesia dewasa ini memang begitu kompleks, menyangkut banyak aspek. Tidak saja dalam proses peradilan, tetapi juga proses pendidikan hukum (legal education)tentang bagaimana menumbuhkan suatu kesadaran hukum (legal consciousness) agar masyarakat mengerti akah hak-hak dan kewajibannya dalam pergaulan hukum masyarakat. Proses pendidikan hukum ini bisa diartikan sebagai usaha untuk mengintroduksi nilai-nilai baru yang berguna tidak saja secara hukum, tetapi menyangkut berbagai aspek, lebih khusus lagi aspek ekonomis, terutama jika kita hubungkan dengan kenyataan-kenyataan sosial, bahwa kita memang bercita-cita menuju kearah pertumbuhan ekonomi yang sejalan dengan pembagian dan pemerataan pendapatan yang proporsional sesuai dengan sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.


Kebijakan-kebijakan pemerintah sebagai Proses pembangunan ekonomi menuju tercapainya keadilan sosial sebagai tujuan akhir, selalu bergerak selaras dengan akibat-akibat hokum yang ditimbulkannya. Perencanaan kota misalnya, akan menimbulkan pergeseran-pergeseran hak milik atas tanah, yang tidak selalu dapat dihayati ditinjau dari segi keadilan maupun menurut pengertian “pembangunan” dalam arti luas. Demikian pula dengan Program Efisiensi, efektifitas dan penghematan yang selalu berbanding lurus dengan konflik-konflik, misalnya persoalan yang diakibatkan oleh rasionalisasi perusahaan, PHK atau pengrumahan para karyawan dan lain sebagainya. Bercermin dari kasus-kasus di atas menimbulkan pertanyaan lain : apakah sebenarnya tujuan pembangunan? Jika akibat-akibat sampingan dari pembangunan yang menimbulkan konflik dari ketegangan tersebut tidak mendapat salurah pemecahannya, maka cepat atau lambat akan timbul frustrasi, yang bila memuncak akan menghancurkan hasil-hasil pembangunan yang telah dicapai.


Dalam prakteknya, lembaga-lembaga bantuan hukum tidak saja berurusan dengan soal-soal diruang sidang pengadilan, tetapi juga tidak dapat menghindarkan diri untuk menangani pula masalah-masalah penyalahgunaan kekuasaan atau wewenang dari badan atau pejabat-pejabat pemerintah (eksekutif) sendiri, bahkan juga oleh yang lazim disebut sebagai “oknum” alat negara. Sebagai contoh, sering terjadi pejabat menggunakan jabatan resmi dari lembaganya, hanya untuk menyelesaikan soal-soal pribadi. Tidak jarang pula pejabat-pejabat melampaui wewenangnya dalam menjalankan tindakan-tindakan administratif. Begitupula dengan lembaga penegak hukum baik Polisi, jaksa, Hakim bahkan advokat, terkadang menyelesaikan Kasus tidak berdasarkan KUHAP, sehingga terkesan menegakkan Hukum dengan cara melanggar Hukum. Praktek Prilaku ORBA pada sebagian besar anggota masyarakat, jika ia diharuskan datang ke sebuah kantor alat negara-polisi atau militer-dengan surat panggilan resmi, apalagi tanpa menyebut dalam perkara apa dan untuk apa ia dipanggil. Masih sering kita jumpai, panggilan semacam itu tentu hanya untuk memaksakan suatu penyelesaian “pribadi” yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan badan resmi tersebut.


Contoh lain adalah pemecatan-pemecatan yang dilakukan terhadap para pejabat tanpa melalui prosedur yang telah ditentukan.


Hal lain yang menyebabkan lembaga bantuan hukum yang kadang berperan semacam Ombudsman, adalah karena kurang optimalnya peran hukum tata usaha negara. Bilamana hukum tata usaha negara sudah efektif dan pengadilan tata usaha negara telah memainkan peranannya dengan baik, maka kasus-kasus yang menyangkut salah tindak administrasi yang terkadang amat besar pengaruhnya akan bisa diselesaikan. Untuk sementara lembaga bantuan hukum membantu menyelesaikan masalah-masalah tersebut dengan memberikan advis dan nasihat, melakukan teguran-teguran kepada yang bersangkutan, mengajukan “appeal” kepada atasannya, atau membuka masalahnya kepada umum melalui bantuan media pers, dan jika upaya-upaya tersebut tidak berhasil, PATUH-Oi mengajukan masalahnya ke depan Pengadilan Tata Usaha Negara sebagimana perkara-perkara lainnya.


Tidak semua orang dalam kenyataannya memanfaatkan bantuan hukum di luar badan-badan peradilan. Ini banyak terjadi dalam kasus-kasus pembelian tanah, terutama di desa-desa, dengan dalih akan digunakan untuk proyek-proyek pembangunan atau mengatasnamakan pembangunan. Disamping tidak semua orang tahu bahwa bantuan hukum dapat diperoleh, adakalanya ia memang sadar tetapi tidak mempunyai cukup keberanian untuk mempergunakan haknya itu, antara lain karena tekanan-tekanan dari para pejabat setempat. Pejabat-pejabat tertentu seringkali pula tidak tahu atau pura-pura tidak tahu bahwa setiap orang boleh dan berhak mendapatkan bantuan dari penasihat-penasihat hukumnya. Dalam keadaan seperti ini, lembaga bantuan hukum sangat sukar untuk mengembangkan kesadaran masyarakat mengenai hak dan kewajiban mereka sebagai anggota masyarakat dalam pergaulan hukum, suatu hal yang menjurus pada masalah pendidikan hukum dalam arti luas.


Keberadaan PATUH-Oi untuk memberikan layanan advokasi dan bantuan hokum di tengah-tengah masyarakat setidaknya berkonstribusi menekan seminimal mungkin akibat-akibat sampingan dari usaha yang keras untuk melaksanakan pembangunan nasional guna mencapai tujuan nasional.


Dengan demikian, “keadilan” tidak hanya dapat dikecap oleh mereka yang kebetulan mempunyai uang dan kekuasaan-seperti yang selama ini dikesankan-tetapi juga mereka yang tidak mampu atau kebetulan tidak punya apa-apa selain sekelumit hak-hak yang adanya justru sering tidak pula disadari. Bukankah semua orang sama dihadapan hukum dan kekuasaan ? Kriteria utama bahwa hanya orang yang tidak mampu dalam arti materiil saja yang dapat memperoleh bantuan hukum dari PATUH-Oi sedikit banyak telah membantu, bahkan mendorong tegaknya prinsip persamaan dihadapan hukum (equality before the law) tersebut.


PATUH-Oi juga memfokuskan pelayanan dan bantuan hukumnya pada penanganan kasus-kasus struktural yang berbasis pada beberapa issue, seperti pertanahan dan lingkungan hidup, perburuhan, kebijakan Pemerintah Daerah, masyarakat miskin perkotaan, desa maupun masyarakat pesisir/nelayan. Issue tersebut di back up dalam kerangka pemenuhan, penghormatan dan pelindungan hak-hak sipil dan politik, pendidikan, ekonomi, sosial dan budaya. Selain itu PATUH-Oi tetap akan Konsern pada Kasus kasus lain yang juga membutuhkan perhatian. Langkah ini dilakukan melalui proses litigasi [penanganan kasus melalui lembaga peradilan] dan non litigasi [penanganan kasus di luar peradilan, temasuk pendidikan dan pengorganisasian]. Dan sebagai tahapan pencapaian tujuan, dan untuk menjawab kendala yang sesuai dengan kondisi politik, ekonomi, sosial dan budaya di tingkat lokal.


Secara terorganisir PATUH-Oi, merancang suatu langkah taktis dan strategis dengan menyusun Visi, misi dan program kerja sebagai berikut :


Visi, Misi dan Program kerja


  • Visi

Menjadi Lembaga Bantuan dan Layanan Hukum yang profesional dalam mengabdi dan melayani masyarakat.

Menjadi sarana pembelajaran dan transformasi Ilmu Pengetahuan dan Profesionalisme dalam rangka membentuk individu yang memiliki kompetensi bidang hukum serta semangat pelayanan kepada masyarakat.

Menjadi sarana pengembangan dan Pembaharuan Hukum guna menumbuh kembangkan penghormatan terhadap Hukum dan Hak Asasi Manusia dalam mewujudkan masyarakat yang berkeadilan.


  • Missi
Mencegah timbulnya dan/atau membantu menyelesaikan permasalahan hukum.

Melakukan desiminasi Hukum dan nilai-nilai universal Hak Asasi Manusia.

Menumbuhkembangkan Kesadaran Hukum dan Hak Asasi Manusia kepada masyarakat.

Membantu mendorong Institusi pemerintah dan pihak swasta serta Warga masyarakat dalam pelaksanaan penegakkan Hukum dan Hak Asasi Manusia.

Mejalin kerjasama secara simultan dengan Institusi pendidikan (kampus-kampus/PT) dan Institusi Judikatif (Kehakiman, Kejaksaan, Polri dan psralegal/kantor hokum untuk mengaplikasikan Ilmu pengetahuan hukum dalam rangka memberikan pelayanan hukum kepada masyarakat.


  • Motto

“Membela yang benar, membantu yang terzalimi”


RENCANA STRATEGIS


Rumusan Rencana Strategis PATUH-Oi diejawantahkan dalam Tujuan Organisasi PATUH-Oi, yang untuk selanjutnya mengambil peran dan memfungsikan diri dalam uraian berikut :



1. LAYANAN PUBLIK (PUBLIC SERVICE)


Kondisi sosial ekonomis masyarakat Indonesia saat ini masih sebagian besar dari kalangan masyarakat tidak mampu, sebagiannya lagi mampu dan berkecukupan dalam hal kebutuhan Finasial namun tidak mampu atau kurang mampu untuk membela hak-haknya selaku Subyek Hukum pencari keadilan, maka Pusat Advokasi & Bantuan Hukum Orang Indonesia (PATUH-OI) terbuka untuk memberikan jasa bantuan hukum secara cuma-Cuma, sedangkan untuk golongan masyarakat yang memiliki kemampuan Finansial, Pusat Advokasi & Bantuan Hukum Orang Indonesia (PATUH-OI) tidak menutup diri akan tetapi tetap terbuka untuk memberikan jasa-jasa pelayanan dan batuan hukum berdasarkan aturan perundang-undangan yang berlaku


1. PENDIDIKAN SOSIAL (SOCIAL EDUCATION).


Sehubungan dengan kondisi social cultural, dimana lembaga dengan suatu perencanaan yang matang dan sistematis serta metode kerja yang praktis harus memberikan penerangan-penerangan dan petunjuk-petunjuk untuk mendidik masyarakat agar lebih sadar dan mengerti hak-hak dan kewajiban-kewajibannya menurut hukum tanpa melihat tidak membeda-bedakan antar orang yang satu dengan yang lainnya. Tanpa melihat golongan, tempat, etnis agama, kepercayaan, miskin atau kaya, dan lain-lain sebagainya memberi bantuan hukum setiap saat.


2. PERBAIKAN TERTIB HUKUM (IMPROVEMENT OF LAW AND ORDER)


Sehubungan dengan kondisi social politic, dimana peranan lembaga tidak hanya terbatas pada perbaikan-perbaikan di bidang peradilan pada umumnya pada profesi pembelaan khususnya, akan tetapi juga dapat melakukan pekerjaan-pekerjaan Ambudsman selaku partisipasi masyarakat dalam bentuk kontrol dengan kritik-kritik dan saran-saran nya untuk memperbaiki kepincangan-kepincangan/mengoreksi tindakan-tindakan penguasa yang merugikan masyarakat


3. PEMBAHARUAN HUKUM (LEGAL REFORM)


Fenomena praktek hukum sehari-hari sering kali di jumpai banyaknya peraturan-peraturan hukum yang sudah usang tidak memenuhi kebutuhan hokum masyarakat saat ini, bahkan banyak pula aturan-aturan baru yang telah berlaku namun pada prakteknya para aparat belum menggunakannya dan tetap enjoi menggunakan aturan yang telah kadaluarsa. Fenomena ini tentu langsung maupun tidak langsung menghambat perkembangan Hukum dan rasa keadilan masyarakat. Oleh karena itu Lembaga dapat mempelopori usul-usul perubahan undang-undang dan juga mernjadi pionir untuk mensosialisasikan aturan-aturan hukum terbaru.


4. PENCIPTAAN LAPANGAN KERJA (LABOUR MARKET).


Berdasarkan kenyataan bahwa dewasa ini tidak terdapat banyak pengangguran sarjana-sarjana hukum yang tidak atau belum dimanfaatkan atau dikerahkan pada pekerjaan-pekerjaan yang relevan dengan bidangnya dalam rangka pembangunan nasional. Pusat Advokasi & Bantuan Hukum Orang Indonesia (PATUH-OI) jika saja dapat didirikan di seluruh Indonesia misalnya satu kantor Pusat Advokasi & Bantuan Hukum Orang Indonesia (PATUH-OI), di setiap ibu kota kabupaten, maka banyak sekali tenaga sarjana-sarjana hukum dapat ditampung dan di manfaatkan



5. PRACTICAL TRAINING/LABORATORIUM HUKUM.


Fungsi terakhir yang tidak kurang pentingnya bahkan diperlukan oleh lembaga dalam mendekatkan dirinya dan menjaga hubungan baik dengan sentrum-sentrum ilmu pengetahuan adalah kerja sama antara lembaga dan fakultas-fakultas hukum serta instansi-instansi yudikatif (Kehakiman, Kejaksaan dan POLRI) setempat, kerja sama ini dapat memberikan keuntungan kepada kedua belah pihak. Bagi fakultas-fakultas hukum dan Institusi yudikatif, menjadi Laboratorium Hukum (tempat praktek) bagi para mahasiswa-mahasiswa atau pemerhati hukum guna mempersiapkan diri menjadi sarjana hukum atau Paralegal dengan menguji teori-teori yang dipelajari dengan kenyataan-kenyataan dan kebutuhan-kebutuhan dalam praktek dan dengan demikian sekaligus mendapatkan pengalaman


Untuk menunjang Hal tersebut, maka struktur maupun infrastruktur kelembagaan PATUH – Oi, harus sejajar dan selaras dengan struktur kepengurusan PATUH-Oi. Untuk itu secara organisatoris PATUH-Oi membagi strukturnya sebagai berikut :




- Badan Nasional : Wilayah kerjanya meliputi tingkat Nasional, Dipimpin oleh Direktur


- Badan Provinsi : Wilayah kerjanya meliputi tingkat Propinsi, Dipimpin oleh Kordinator Provinsi


- Badan kota : Wilayah kerjanya meliputi tingkat Kab./Kota, Dipimpin oleh Koordinator Kab./Kota.


Demikian gambaran singkat PATUH-Oi, semoga mendapat respon positif oleh semua pihak.


TERIMA KASIH




Khair khalis syurkati, SH.MH.




Alamat Sekretariat :


PATUH – Oi Jakarta : Jalan Cidurian No. 6 Menteng JAKARTA PUSAT  Telp./Faks. (021) 49773444


PATUH – Oi Makassar : Jalan Bone Rate No. 9 E Makassar SULSEL  Telp./Faks. (0411)  2020444


PATUH – Oi Sinjai : Jalan Anggrek No. 11 Balangnipa Sinjai SULSEL   Telp./Faks. (0482)  21052


PATUH Oi Bone : Jl.DR. Wahidin Sudiro Husodo No. 15 Watampone Sulsel Telp. (0481)