Mengawal
Laporan/Pengaduan di Kepolisian
By. Alif Sayyidul Qadr
Di sadur dari tulisan Ilman Hadi
Mungkin
ada diantara kita yang pernah mengadukan masalahnya kepada pihak kepolisian, dan
atau pernah melaporkan suatu tindak pidana yag disaksikan, namun setelah
menunggu sekian lama proses pemeriksaan tidak berlanjut sesuai dengan harapan,
tulisan ini mungkin bisa memberikan solusi jika hal tersebut terjadi.
Antara Laporan dan Pengaduan
Dalam
praktik hukum acara pidana dikenal adanya istilah laporan dan pengaduan. Apa
perbedaannya? Pengertian laporan berdasarkan Pasal 1
angka 24 UU No. 8
Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”) adalah pemberitahuan
yang disampaikan oleh seorang karena hak atau kewajiban berdasarkan
undang-undang kepada pejabat yang berwenang tentang telah atau sedang atau
diduga akan terjadinya peristiwa pidana.
Sedangkan, pengaduan adalah
pemberitahuan disertai permintaan oleh pihak yang berkepentingan kepada pejabat
yang berwenang untuk menindak menurut hukum seorang yang telah melakukan tindak
pidana aduan yang merugikannya (Pasal 1 angka 25 KUHAP). Lebih lanjut
Anda dapat membaca artikel Perbedaan
Pengaduan dengan Pelaporan.
Salah
satu kewenangan polisi adalah menerima laporan sebagaimana diatur dalamPasal
15 ayat (1) huruf a UU No. 2
Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (“UU
Kepolisian”). Melayani masyarakat merupakan tugas utama polisi (lihat Pasal
13 huruf c jo. Pasal 14 ayat (1) huruf k UU Kepolisian).
Pengaturan
lebih lanjut mengenai laporan tindak pidana diatur dalam Perkapolri
Nomor 14 Tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana(“Perkapolri
14/2012”). Ketika masyarakat melakukan pelaporan, maka polisi akan membuat
laporan polisi berdasarkan laporan masyarakat yang disebut dengan Laporan Model
B (Pasal 5 ayat (3) Perkapolri 14/2012).
Memang
sudah sepatutnya laporan mengenai suatu tindak pidana ditindaklanjuti oleh
polisi. Akan tetapi, terkadang laporan tersebut tidak kunjung mengalami
perkembangan. Pelapor dalam hal ini dapat melakukan upaya pengaduan masyarakat
(“Dumas”) sebagaimana diatur dalam Perkapolri No. 2 Tahun 2012 tentang Tata
Cara Penanganan Pengaduan Masyarakat di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia (“Perkapolri
2/2012”).
Menurut Pasal
4 ayat (1) Perkapolri 2/2012 Dumas dapat disampaikan langsung maupun
tidak langsung.
Dumas
secara langsung (Pasal 4 ayat [2] Perkapolri 2/2012), merupakan
pengaduan yang disampaikan oleh pengadu secara langsung melalui:
a. Sentra
Pelayanan Dumas; dan
b. setiap
Pegawai Negeri pada Polri.
Sedangkan,
Dumas secara tidak langsung, merupakan pengaduan yang disampaikan oleh pengadu
melalui :
1. surat
2. Tromol Pos 7777 atau kotak pos
Dumas Mabes Polri atau pada masing-masing kesatuan kewilayahan;
3. website dan e-mail Polri;
4. telepon, faksimili, atau SMS;
5. media massa dan jejaring sosial;
6. surat Dumas melalui lembaga
kemasyarakatan:
a. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM);
dan
b. Lembaga Bantuan Hukum (LBH) atau
Advokat;
7. Surat Dumas melalui Tokoh Agama
(Toga), Tokoh Masyarakat (Tomas), Tokoh Adat (Todat), atau Tokoh Pemuda (Toda)
Dumas
dapat disampaikan secara langsung maupun tidak langsung mengenaikomplain atau
ketidakpuasan terhadap pelayanan anggota Polri dalam pelaksanaan tugas, serta
permintaan klarifikasi atau kejelasan atas penanganan perkara yang ditangani
Polri atau tindakan kepolisian (Pasal 5 huruf a dan d Perkapolri 2/2012).
Dumas
dapat disampaikan kepada Sentra Pelayanan Dumas mulai dari tingkat Polsek
hingga tingkat Mabes Polri (Pasal 6 ayat (1) Perkapolri 2/2012).
Penanganan
dumas ditangani oleh pihak-pihak yang diatur dalam Pasal 24 Perkapolri
2/2012 yaitu
a. Itwasum Polri, untuk lingkungan Polri;
b. Biro Pengawasan Penyidikan (Rowassidik) Bareskrim
Polri, untuk lingkungan Bareskrim Polri;
c. Bagian Pelayanan Pengaduan (Bagyanduan) Divpropam
Polri, untuk lingkungan Divpropam
Polri;
d. Itwasda, untuk lingkungan Polda, Polres, dan
Polsek;
e. Bagwassidik Polda, untuk lingkungan Ditreskrim
Polda;
f. Bidpropam Polda, untuk lingkungan Bidpropam Polda;
dan
g. Siwas, untuk lingkungan Polres dan Polsek.
Jadi,
pelapor yang laporannya tidak ditindaklanjuti oleh polisi dapat melakukan upaya
pengaduan masyarakat melalui cara yang telah dijelaskan sebelumnya. Pengaduan
masyarakat dapat ditujukan untuk komplain atau ketidakpuasan terhadap pelayanan
anggota Polri dalam pelaksanaan tugas, serta permintaan klarifikasi atau
kejelasan atas penanganan perkara yang ditangani Polri.
Demikian
Ulasan dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar
hukum:
3. Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia
Nomor 2 Tahun 2012 tentang Tata Cara
Penanganan Pengaduan Masyarakat di
Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia
4. Peraturan
Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan
Tindak Pidana