PRO KONTRA TILANG POLISI KARENA STNK MATI
By. Alief Sayyidul Qadr
By. Alief Sayyidul Qadr
Maraknya
RAZIA atau Sweeping Kendaran bermotor yang dilancarkan oleh Kepolisian saat ini,
mengundang banyak pro kontra di tengah-tengah masyarakat, tidak hanya
menyangkut SAH atau TIDAKNYA Razia yang dilakukannya sesuai Undang-Undang No. 22
Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dan Peraturan Pemerintah No.
80 Tahun 2012 tentang Tata Cara Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan dan
Penindakan Pelanggaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Namun lebih khusus lagi
adalah banyaknya pengendara Kendaraan bermotor yang di tilang lantaran Surat Tanda
Nomor Kendaraan (STNK) nya Mati atau kadaluarsa/tidak berlaku lagi.
Hal
ini memunculkan banyak pertanyaan dapatkah POLISI LALU LINTAS menilang Pengendara
Kendaraan bermotor yang tidak mampu memperlihatkan Surat kendaraan bermotor (STNK)
yang SAH ?
Pada
dasarnya, secara umum pihak kepolisian berwenang untuk melakukan penindakan
terhadap pemilik motor yang melakukan pelanggaran sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 22
Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dan Peraturan Pemerintah No.
80 Tahun 2012 tentang Tata Cara Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan dan
Penindakan Pelanggaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. .
Oleh Kepolisia
Negara (lalu Lintas) dalam melakukan TILANG terhadap pelanggar melalui dua
mekanisme/cara penyelesaian perkara pelanggaran lalu
lintas jalan yang dapat dilaksanakan, yaitu:
1.
Pelanggara
yang Mengakui Kesalahan, akan diberi LEMBAR BIRU dengan membayar denda
maksimal ke bank yang ditentukan. Bukti setor denda
dibawa ke Satlantas setempat yang melaksanakan Razia untuk mengambil kembali
SIM/STNK yang disita.
2.
Pelanggar yang
Tidak Mengakui Kesalahan, akan diberi LEMBAR MERAH untuk mengikuti sidang di pengadilan yang telah ditentukan dan besarnya
denda diputuskan oleh Hakim. SIM/STNK yang disita diambil di pengadilan.
TILANG KARENA STNK MATI/TIDAK BERLAKU
Surat
Tanda Nomor Kendaraan (STNK) adalah bukti bahwa kendaraan bermotor telah
diregistrasi (Pasal 65 ayat [2] UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan - “UU LLAJ”) yang memuat data kendaraan bermotor,
identitas pemilik, nomor registrasi kendaraan bermotor, dan masa berlakunya (Pasal
68 ayat [2] UU LLAJ).
STNK
ini berlaku selama 5 (lima) tahun dan setiap tahunnya harus dimintakan
pengesahan (Pasal 70 ayat [2] UU LLAJ).
Juga, sebelum habis masa berlaku dari STNK tersebut, seharusnya wajib diajukan
permohonan perpanjangan (Pasal 70 ayat [3] UU LLAJ).
Apabila
masa berlaku STNK habis dan tidak dilakukan perpanjangan masa berlaku, inilah
yang kemudian sering disebut sebagai STNK mati. Sesuai Pasal
74 ayat (2) UU LLAJ jo Pasal 1 angka 17 Peraturan Kapolri No. 5 Tahun 2012
tentang Registrasi dan Identifikasi Kendaraan Bermotor, registrasi dan identifikasi kendaraan
bermotor ini dapat dihapus dari daftar registrasi dan identifikasi
kendaraan jika pemilik kendaraan bermotor tidak melakukan registrasi
ulang atau memperpanjang masa berlaku STNK sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun
sejak masa berlaku STNK habis.
Hal Ini merupakan bentuk sanksi administratif bagi pemilik
kendaraan bermotor.
Penghapusan
dari daftar registrasi dan identifikasi kendaraan ini dapat berakibat kendaraan
bermotor tersebut tidak dapat diregistrasi kembali (Pasal 74 ayat [3] UU
LLAJ). Dalam hal kendaraan bermotor sudah tidak teregistrasi, maka
kendaraan bermotor tidak dapat dioperasikan di jalan. Karena sesuai Pasal
68 ayat (1) UU LLAJ, setiap
Kendaraan Bermotor yang dioperasikan di jalan wajib dilengkapi dengan Surat
Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (STNK) dan Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (Plat
NomorKendaraan/ Nomor Polisi)
Lebih
jauh diatur dalam Lampiran Surat Keputusan No. Pol.: SKEP/443/IV/1998
tentang Buku Petunjuk Teknis tentang Penggunaan Blanko Tilang bagian Pendahuluan
No. 4 huruf a ayat (2) mengenai pelanggaran lalu lintas jalan tertentu, dijelaskan bahwa sesuai penjelasan
Pasal 211 KUHAP, mengemudikan kendaraan bermotor yang tidak
dapat memperlihatkan Surat Izin Mengemudi (SIM), Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK),
Surat Tanda Uji Kendaraan (STUK), yang sah
atau tanda bukti lainnya yang diwajibkan menurut ketentuan
perundang-undangan lalu lintas jalan atau ia dapat memperlihatkan tetapi
masa berlakunya sudah kadaluwarsa dapat
digolongkan dengan Pelanggaran Lalu Lintas Jalan Tertentu.
Itulah
yang menjadi dasar untuk seorang pemilik kendaraan bermotor yang STNK-nya mati
dapat ditilang. Karena sesuai ketentuan dalam Pendahuluan No. 1 huruf a Lampiran
Surat Keputusan No.Pol.: SKEP/443/IV/1998 tentang Buku Petunjuk Teknis tentang
Penggunaan Blanko Tilang, “tilang merupakan alat utama yang dipergunakan dalam
penindakan bagi pelanggar Peraturan-peraturan Lalu Lintas Jalan Tertentu,
sebagaimana tercantum dalam Bab VI Pasal 211 sampai dengan Pasal 216 KUHAP dan
penjelasannya.”
Selain
itu, polisi juga memiliki kewenangan sebagaimana diatur dalam Pasal 260 ayat (1) UU
LLAJ bahwa “dalam hal penindakan pelanggaran dan penyidikan tindak
pidana, Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia selain yang diatur di
dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dan Undang-Undang tentang
Kepolisian Negara Republik Indonesia, di bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
berwenang:
a. memberhentikan,
melarang, atau menunda pengoperasian dan menyita sementara Kendaraan Bermotor
yang patut diduga melanggar peraturan berlalu lintas atau merupakan alat
dan/atau hasil kejahatan;
b. melakukan
pemeriksaan atas kebenaran keterangan berkaitan dengan Penyidikan tindak pidana
di bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;
c. meminta
keterangan dari Pengemudi, pemilik Kendaraan Bermotor, dan/atau Perusahaan
Angkutan Umum;
d. melakukan
penyitaan terhadap Surat Izin Mengemudi, Kendaraan Bermotor, muatan, Surat
Tanda Nomor Kendaraan Bermotor, Surat Tanda Coba Kendaraan Bermotor, dan/atau
tanda lulus uji sebagai barang bukti;
e. melakukan
penindakan terhadap tindak pidana pelanggaran atau kejahatan Lalu Lintas
menurut ketentuan peraturan perundang-undangan;
f. membuat
dan menandatangani berita acara pemeriksaan;
g. menghentikan
penyidikan jika tidak terdapat cukup bukti;
h. melakukan
penahanan yang berkaitan dengan tindak pidana kejahatan Lalu Lintas; dan/atau
i. melakukan
tindakan lain menurut hukum secara bertanggung jawab.”
KEWENANGAN POLISI DALAM MELAKUKAN RAZIA/SWEEPING
KENDARAA DI JALAN.
Dalam Pasal 3 PP 80/2012
tersebut disebutkan bahwa pemeriksaan kendaraan bermotor di jalan meliputi
pemeriksaan:
a)
Surat
Izin Mengemudi, Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor, Surat Tanda Coba
Kendaraan Bermotor, Tanda Nomor Kendaraan Bermotor, atau Tanda Coba Kendaraan
Bermotor
b)
tanda
bukti lulus uji bagi kendaraan wajib uji
c)
fisik
Kendaraan Bermotor
d)
daya
angkut dan/atau cara pengangkutan barang dan/atau
e)
izin
penyelenggaraan angkutan
Kemudian, dalam Pasal 10 PP 80/2012 disebutkan bahwa pemeriksaan kendaraan bermotor di jalan yang dilakukan oleh Petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia secara berkala atau insidental.
Dalam hal pelaksanaan Razia kendaraan bermotor oleh kepolisian, maka harus berpedoman pada ketentuan Pasal 22 PP 80/2012 yang berbunyi:
1)
Pada
tempat Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan secara berkala dan insidental
wajib dilengkapi dengan tanda yang menunjukkan adanya Pemeriksaan Kendaraan
Bermotor di Jalan, kecuali tertangkap tangan
2)
Tanda
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditempatkan pada jarak paling sedikit 50
(lima puluh) meter sebelum tempat pemeriksaan
3)
Pemeriksaan
yang dilakukan pada jalur jalan yang memiliki lajur lalu lintas dua arah yang
berlawanan dan hanya dibatasi oleh marka jalan, ditempatkan tanda sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) pada jarak paling sedikit 50 (lima puluh) meter sebelum
dan sesudah tempat pemeriksaan
4)
Tanda
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) harus ditempatkan sedemikian
rupa sehingga mudah terlihat oleh pengguna jalan
5)
Dalam
hal Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan dilakukan pada malam hari, petugas
wajib:
a)
menempatkan
tanda sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3)
b)
memasang
lampu isyarat bercahaya kuning dan
c)
memakai
rompi yang memantulkan cahaya.
Dengan demikian, jika
pemeriksaan kendaraan bermotor dilakukan oleh petugas kepolisian yang tidak
menempatkan tanda/plang pengumuman yang menunjukkan adanya pemeriksaan
kendaraan bermotor, tidak memasang lampu isyarat bercahaya kuning, dan tidak
memakai rompi yang memantulkan cahaya, maka pemeriksaan kendaraan yang
dilakukan polisi tersebut tidak sah
secara hukum.
Polisi sebagai petugas yang
melakukan penindakan pelanggaran lalu lintas harus pula menaati tata cara
pemeriksaan kendaraan sesuai aturan yang berlaku, terkecuali, dalam hal tertangkap
tangan melakukan tindak pidana (Insidental), seperti yang disebutkan dalam
Pasal 22 ayat (1) PP 80/2012, tempat pemeriksaan kendaraan bermotor
di jalan tidak wajib dilengkapi tanda adanya
pemeriksaan kendaraan bermotor.
Yang dimaksud tertangkap tangan dalam pemeriksaan secara insidental yaitu terjadi pelanggaran yang terlihat secara kasat indera atau tertangkap oleh alat penegakan hukum secara elektronik.
Yang dimaksud tertangkap tangan dalam pemeriksaan secara insidental yaitu terjadi pelanggaran yang terlihat secara kasat indera atau tertangkap oleh alat penegakan hukum secara elektronik.
Dalam hal bidang penegakan aturan lalu lintas, polisi memiliki kewenangan sebagaimana diatur dalam Pasal 260 ayat (1) UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, antara lain:
a.
memberhentikan,
melarang, atau menunda pengoperasian dan menyita sementara Kendaraan Bermotor
yang patut diduga melanggar peraturan berlalu lintas atau merupakan alat
dan/atau hasil kejahatan;
b.
melakukan
pemeriksaan atas kebenaran keterangan berkaitan dengan Penyidikan tindak pidana
di bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;
c.
meminta
keterangan dari Pengemudi, pemilik Kendaraan Bermotor, dan/atau Perusahaan
Angkutan Umum;
d.
melakukan
penyitaan terhadap Surat Izin Mengemudi, Kendaraan Bermotor, muatan, Surat
Tanda Nomor Kendaraan Bermotor, Surat Tanda Coba Kendaraan Bermotor, dan/atau
tanda lulus uji sebagai barang bukti;
e.
melakukan
penindakan terhadap tindak pidana pelanggaran atau kejahatan Lalu Lintas
menurut ketentuan peraturan perundang-undangan;
f.
membuat
dan menandatangani berita acara pemeriksaan;
g.
menghentikan
penyidikan jika tidak terdapat cukup bukti;
h.
melakukan
penahanan yang berkaitan dengan tindak pidana kejahatan Lalu Lintas; dan/atau
i.melakukan tindakan lain menurut hukum secara bertanggung jawab.
Selanjutnya jika penindakan
pelanggaran lalu lintas dilakukan oleh
polisi yang sedang tidak berdinas atau tidak menggunakan surat perintah, telah
diatur lebih lanjut dalam PP No. 80 Tahun 2012 tentang Tata Cara Pemeriksaan
Kendaraan Bermotor di Jalan dan Penindakan Pelanggaran Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan sebagaimana disebutkan dalam Pasal 15 ayat (1) jo. Pasal 16 ayat (1) PP
80/2012, menyebutkan bahwa :
“bahwa
petugas kepolisian yang melakukan pemeriksaan kendaraan bermotor di jalan wajib
menggunakan pakaian seragam dan atribut serta wajib dilengkapi surat perintah
tugas”.
Setelah petugas kepolisian memenuhi
dua syarat tersebut, barulah kemudian boleh melakukan penindakan terhadap
pelanggaran lalu lintas dalam hal tertangkap tangan pada saat melakukan
pengaturan, penjagaan, pengawalan, dan patroli (lihat Pasal 14 PP 80/2012).
Jika polisi tidak dalam keadaan “berdinas” atau tidak memakai seragam dinas kepolisian, maka seperti telah kami jelaskan sebelumnya, maka petugas kepolisian tersebut tidak berhak atau berwenang melakukan razia pemeriksaan kendaraan bermotor di jalan.
Jika polisi tidak dalam keadaan “berdinas” atau tidak memakai seragam dinas kepolisian, maka seperti telah kami jelaskan sebelumnya, maka petugas kepolisian tersebut tidak berhak atau berwenang melakukan razia pemeriksaan kendaraan bermotor di jalan.
Demikian penjelasan singkat dari kami, semoga
bermanfaat.
Dasar
hukum:
2. Peraturan
Kapolri No. 5 Tahun 2012 tentang Registrasi dan Identifikasi Kendaraan
Bermotor;
3. Surat
Keputusan No. Pol.: SKEP/443/IV/1998 tentang Buku Petunjuk Teknis tentang
Penggunaan Blanko Tilang.