PROFIL ORGANISASI PUSAT ADVOKASI DAN BANTUAN HUKUM ORANG INDONESIA (PATUH- Oi)
PREAMBULE
Motivasi sebagai Anak Bangsa, untuk senantiasa berpartisipasi dalam
menegakkan keadilan dan kebenaran di negeri Tercinta Indonesia ini,
didasarkan kepada kesadaran bahwa sesungguhnya hak untuk mendapatkan dan
menikmati keadilan adalah hak setiap Orang Indonesia dan karena itu
penegakannya, harus terus diusahakan dalam suatu upaya Gradual dan
berkesinambungan untuk membangun suatu sistem masyarakat hukum yang
Adil, beradab dan berperikemanusian secara demokratis, dan di lain
pihak, setiap kendala yang menghalanginya harus ditentang dan
dihapuskan. Keadilan hukum sebagai salah-satu pilar utama dari Negara
yang berdasarkan Hukum, harus pula dibangun secara bersama-sama dengan
keadilan ekonomi, keadilan politik, keadilan sosial dan keadilan budaya,
sikap toleransi akan menopang dan membentuk keadilan struktural yang
utuh dan saling melengkapi.
Upaya penegakan keadilan
hukum dan penghapusan kendala-kendalanya harus dilakukan secara
sinergis, proporsional dan kontekstual dengan penghapusan
kendala-kendala dalam bidang-bidang ekonomi, politik, sosial dan budaya.
Maka pemberian bantuan hukum bukanlah sekedar sikap dan tindakan
kedermawanan tetapi merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam kerangka
membebaskan setiap manusia Indonesia dari segala bentuk penindasan,
pemerkosaan hak serta pengaburan nilai-nilai kemanusiaan.
Dinamika perkembangan hukum di Indonesia dewasa ini memang begitu
kompleks, menyangkut banyak aspek. Tidak saja dalam proses peradilan,
tetapi juga proses pendidikan hukum (legal education)tentang bagaimana
menumbuhkan suatu kesadaran hukum (legal consciousness) agar masyarakat
mengerti akah hak-hak dan kewajibannya dalam pergaulan hukum masyarakat.
Proses pendidikan hukum ini bisa diartikan sebagai usaha untuk
mengintroduksi nilai-nilai baru yang berguna tidak saja secara hukum,
tetapi menyangkut berbagai aspek, lebih khusus lagi aspek ekonomis,
terutama jika kita hubungkan dengan kenyataan-kenyataan sosial, bahwa
kita memang bercita-cita menuju kearah pertumbuhan ekonomi yang sejalan
dengan pembagian dan pemerataan pendapatan yang proporsional sesuai
dengan sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Kebijakan-kebijakan pemerintah sebagai Proses pembangunan ekonomi
menuju tercapainya keadilan sosial sebagai tujuan akhir, selalu bergerak
selaras dengan akibat-akibat hokum yang ditimbulkannya. Perencanaan
kota misalnya, akan menimbulkan pergeseran-pergeseran hak milik atas
tanah, yang tidak selalu dapat dihayati ditinjau dari segi keadilan
maupun menurut pengertian “pembangunan” dalam arti luas. Demikian pula
dengan Program Efisiensi, efektifitas dan penghematan yang selalu
berbanding lurus dengan konflik-konflik, misalnya persoalan yang
diakibatkan oleh rasionalisasi perusahaan, PHK atau pengrumahan para
karyawan dan lain sebagainya. Bercermin dari kasus-kasus di atas
menimbulkan pertanyaan lain : apakah sebenarnya tujuan pembangunan? Jika
akibat-akibat sampingan dari pembangunan yang menimbulkan konflik dari
ketegangan tersebut tidak mendapat salurah pemecahannya, maka cepat atau
lambat akan timbul frustrasi, yang bila memuncak akan menghancurkan
hasil-hasil pembangunan yang telah dicapai.
Dalam
prakteknya, lembaga-lembaga bantuan hukum tidak saja berurusan dengan
soal-soal diruang sidang pengadilan, tetapi juga tidak dapat
menghindarkan diri untuk menangani pula masalah-masalah penyalahgunaan
kekuasaan atau wewenang dari badan atau pejabat-pejabat pemerintah
(eksekutif) sendiri, bahkan juga oleh yang lazim disebut sebagai “oknum”
alat negara. Sebagai contoh, sering terjadi pejabat menggunakan jabatan
resmi dari lembaganya, hanya untuk menyelesaikan soal-soal pribadi.
Tidak jarang pula pejabat-pejabat melampaui wewenangnya dalam
menjalankan tindakan-tindakan administratif. Begitupula dengan lembaga
penegak hukum baik Polisi, jaksa, Hakim bahkan advokat, terkadang
menyelesaikan Kasus tidak berdasarkan KUHAP, sehingga terkesan
menegakkan Hukum dengan cara melanggar Hukum. Praktek Prilaku ORBA pada
sebagian besar anggota masyarakat, jika ia diharuskan datang ke sebuah
kantor alat negara-polisi atau militer-dengan surat panggilan resmi,
apalagi tanpa menyebut dalam perkara apa dan untuk apa ia dipanggil.
Masih sering kita jumpai, panggilan semacam itu tentu hanya untuk
memaksakan suatu penyelesaian “pribadi” yang sama sekali tidak ada
hubungannya dengan badan resmi tersebut.
Contoh lain adalah pemecatan-pemecatan yang dilakukan terhadap para pejabat tanpa melalui prosedur yang telah ditentukan.
Hal lain yang menyebabkan lembaga bantuan hukum yang kadang berperan
semacam Ombudsman, adalah karena kurang optimalnya peran hukum tata
usaha negara. Bilamana hukum tata usaha negara sudah efektif dan
pengadilan tata usaha negara telah memainkan peranannya dengan baik,
maka kasus-kasus yang menyangkut salah tindak administrasi yang
terkadang amat besar pengaruhnya akan bisa diselesaikan. Untuk sementara
lembaga bantuan hukum membantu menyelesaikan masalah-masalah tersebut
dengan memberikan advis dan nasihat, melakukan teguran-teguran kepada
yang bersangkutan, mengajukan “appeal” kepada atasannya, atau membuka
masalahnya kepada umum melalui bantuan media pers, dan jika upaya-upaya
tersebut tidak berhasil, PATUH-Oi mengajukan masalahnya ke depan
Pengadilan Tata Usaha Negara sebagimana perkara-perkara lainnya.
Tidak semua orang dalam kenyataannya memanfaatkan bantuan hukum di luar
badan-badan peradilan. Ini banyak terjadi dalam kasus-kasus pembelian
tanah, terutama di desa-desa, dengan dalih akan digunakan untuk
proyek-proyek pembangunan atau mengatasnamakan pembangunan. Disamping
tidak semua orang tahu bahwa bantuan hukum dapat diperoleh, adakalanya
ia memang sadar tetapi tidak mempunyai cukup keberanian untuk
mempergunakan haknya itu, antara lain karena tekanan-tekanan dari para
pejabat setempat. Pejabat-pejabat tertentu seringkali pula tidak tahu
atau pura-pura tidak tahu bahwa setiap orang boleh dan berhak
mendapatkan bantuan dari penasihat-penasihat hukumnya. Dalam keadaan
seperti ini, lembaga bantuan hukum sangat sukar untuk mengembangkan
kesadaran masyarakat mengenai hak dan kewajiban mereka sebagai anggota
masyarakat dalam pergaulan hukum, suatu hal yang menjurus pada masalah
pendidikan hukum dalam arti luas.
Keberadaan PATUH-Oi untuk
memberikan layanan advokasi dan bantuan hokum di tengah-tengah
masyarakat setidaknya berkonstribusi menekan seminimal mungkin
akibat-akibat sampingan dari usaha yang keras untuk melaksanakan
pembangunan nasional guna mencapai tujuan nasional.
Dengan
demikian, “keadilan” tidak hanya dapat dikecap oleh mereka yang
kebetulan mempunyai uang dan kekuasaan-seperti yang selama ini
dikesankan-tetapi juga mereka yang tidak mampu atau kebetulan tidak
punya apa-apa selain sekelumit hak-hak yang adanya justru sering tidak
pula disadari. Bukankah semua orang sama dihadapan hukum dan kekuasaan ?
Kriteria utama bahwa hanya orang yang tidak mampu dalam arti materiil
saja yang dapat memperoleh bantuan hukum dari PATUH-Oi sedikit banyak
telah membantu, bahkan mendorong tegaknya prinsip persamaan dihadapan
hukum (equality before the law) tersebut.
PATUH-Oi juga
memfokuskan pelayanan dan bantuan hukumnya pada penanganan kasus-kasus
struktural yang berbasis pada beberapa issue, seperti pertanahan dan
lingkungan hidup, perburuhan, kebijakan Pemerintah Daerah, masyarakat
miskin perkotaan, desa maupun masyarakat pesisir/nelayan. Issue
tersebut di back up dalam kerangka pemenuhan, penghormatan dan
pelindungan hak-hak sipil dan politik, pendidikan, ekonomi, sosial dan
budaya. Selain itu PATUH-Oi tetap akan Konsern pada Kasus kasus lain
yang juga membutuhkan perhatian. Langkah ini dilakukan melalui proses
litigasi [penanganan kasus melalui lembaga peradilan] dan non litigasi
[penanganan kasus di luar peradilan, temasuk pendidikan dan
pengorganisasian]. Dan sebagai tahapan pencapaian tujuan, dan untuk
menjawab kendala yang sesuai dengan kondisi politik, ekonomi, sosial dan
budaya di tingkat lokal.
Secara terorganisir PATUH-Oi,
merancang suatu langkah taktis dan strategis dengan menyusun Visi, misi
dan program kerja sebagai berikut :
Visi, Misi dan Program kerja
Menjadi Lembaga Bantuan dan Layanan Hukum yang profesional dalam mengabdi dan melayani masyarakat.
Menjadi sarana pembelajaran dan transformasi Ilmu Pengetahuan dan
Profesionalisme dalam rangka membentuk individu yang memiliki kompetensi
bidang hukum serta semangat pelayanan kepada masyarakat.
Menjadi sarana pengembangan dan Pembaharuan Hukum guna menumbuh
kembangkan penghormatan terhadap Hukum dan Hak Asasi Manusia dalam
mewujudkan masyarakat yang berkeadilan.
Mencegah timbulnya dan/atau membantu menyelesaikan permasalahan hukum.
Melakukan desiminasi Hukum dan nilai-nilai universal Hak Asasi Manusia.
Menumbuhkembangkan Kesadaran Hukum dan Hak Asasi Manusia kepada masyarakat.
Membantu mendorong Institusi pemerintah dan pihak swasta serta
Warga masyarakat dalam pelaksanaan penegakkan Hukum dan Hak Asasi
Manusia.
Mejalin kerjasama secara simultan dengan Institusi
pendidikan (kampus-kampus/PT) dan Institusi Judikatif (Kehakiman,
Kejaksaan, Polri dan psralegal/kantor hokum untuk mengaplikasikan Ilmu
pengetahuan hukum dalam rangka memberikan pelayanan hukum kepada
masyarakat.
“Membela yang benar, membantu yang terzalimi”
RENCANA STRATEGIS
Rumusan Rencana Strategis PATUH-Oi diejawantahkan dalam Tujuan
Organisasi PATUH-Oi, yang untuk selanjutnya mengambil peran dan
memfungsikan diri dalam uraian berikut :
1. LAYANAN PUBLIK (PUBLIC SERVICE)
Kondisi sosial ekonomis masyarakat Indonesia saat ini masih sebagian
besar dari kalangan masyarakat tidak mampu, sebagiannya lagi mampu dan
berkecukupan dalam hal kebutuhan Finasial namun tidak mampu atau kurang
mampu untuk membela hak-haknya selaku Subyek Hukum pencari keadilan,
maka Pusat Advokasi & Bantuan Hukum Orang Indonesia (PATUH-OI)
terbuka untuk memberikan jasa bantuan hukum secara cuma-Cuma, sedangkan
untuk golongan masyarakat yang memiliki kemampuan Finansial, Pusat
Advokasi & Bantuan Hukum Orang Indonesia (PATUH-OI) tidak menutup
diri akan tetapi tetap terbuka untuk memberikan jasa-jasa pelayanan dan
batuan hukum berdasarkan aturan perundang-undangan yang berlaku
1. PENDIDIKAN SOSIAL (SOCIAL EDUCATION).
Sehubungan dengan kondisi social cultural, dimana lembaga dengan suatu
perencanaan yang matang dan sistematis serta metode kerja yang praktis
harus memberikan penerangan-penerangan dan petunjuk-petunjuk untuk
mendidik masyarakat agar lebih sadar dan mengerti hak-hak dan
kewajiban-kewajibannya menurut hukum tanpa melihat tidak membeda-bedakan
antar orang yang satu dengan yang lainnya. Tanpa melihat golongan,
tempat, etnis agama, kepercayaan, miskin atau kaya, dan lain-lain
sebagainya memberi bantuan hukum setiap saat.
2. PERBAIKAN TERTIB HUKUM (IMPROVEMENT OF LAW AND ORDER)
Sehubungan dengan kondisi social politic, dimana peranan lembaga tidak
hanya terbatas pada perbaikan-perbaikan di bidang peradilan pada umumnya
pada profesi pembelaan khususnya, akan tetapi juga dapat melakukan
pekerjaan-pekerjaan Ambudsman selaku partisipasi masyarakat dalam bentuk
kontrol dengan kritik-kritik dan saran-saran nya untuk memperbaiki
kepincangan-kepincangan/mengoreksi tindakan-tindakan penguasa yang merugikan masyarakat
3. PEMBAHARUAN HUKUM (LEGAL REFORM)
Fenomena praktek hukum sehari-hari sering kali di jumpai banyaknya
peraturan-peraturan hukum yang sudah usang tidak memenuhi kebutuhan
hokum masyarakat saat ini, bahkan banyak pula aturan-aturan baru yang
telah berlaku namun pada prakteknya para aparat belum menggunakannya dan
tetap enjoi menggunakan aturan yang telah kadaluarsa. Fenomena ini
tentu langsung maupun tidak langsung menghambat perkembangan Hukum dan
rasa keadilan masyarakat. Oleh karena itu Lembaga dapat mempelopori
usul-usul perubahan undang-undang dan juga mernjadi pionir untuk
mensosialisasikan aturan-aturan hukum terbaru.
4. PENCIPTAAN LAPANGAN KERJA (LABOUR MARKET).
Berdasarkan kenyataan bahwa dewasa ini tidak terdapat banyak
pengangguran sarjana-sarjana hukum yang tidak atau belum dimanfaatkan
atau dikerahkan pada pekerjaan-pekerjaan yang relevan dengan bidangnya
dalam rangka pembangunan nasional. Pusat Advokasi & Bantuan Hukum
Orang Indonesia (PATUH-OI) jika saja dapat didirikan di seluruh
Indonesia misalnya satu kantor Pusat Advokasi & Bantuan Hukum Orang
Indonesia (PATUH-OI), di setiap ibu kota kabupaten, maka banyak sekali
tenaga sarjana-sarjana hukum dapat ditampung dan di manfaatkan
5. PRACTICAL TRAINING/LABORATORIUM HUKUM.
Fungsi terakhir yang tidak kurang pentingnya bahkan diperlukan oleh
lembaga dalam mendekatkan dirinya dan menjaga hubungan baik dengan
sentrum-sentrum ilmu pengetahuan adalah kerja sama antara lembaga dan
fakultas-fakultas hukum serta instansi-instansi yudikatif (Kehakiman,
Kejaksaan dan POLRI) setempat, kerja sama ini dapat memberikan
keuntungan kepada kedua belah pihak. Bagi fakultas-fakultas hukum dan
Institusi yudikatif, menjadi Laboratorium Hukum (tempat praktek) bagi
para mahasiswa-mahasiswa atau pemerhati hukum guna mempersiapkan diri
menjadi sarjana hukum atau Paralegal dengan menguji teori-teori yang
dipelajari dengan kenyataan-kenyataan dan kebutuhan-kebutuhan dalam
praktek dan dengan demikian sekaligus mendapatkan pengalaman
Untuk menunjang Hal tersebut, maka struktur maupun infrastruktur
kelembagaan PATUH – Oi, harus sejajar dan selaras dengan struktur
kepengurusan PATUH-Oi. Untuk itu secara organisatoris PATUH-Oi membagi
strukturnya sebagai berikut :
- Badan Nasional : Wilayah kerjanya meliputi tingkat Nasional, Dipimpin oleh Direktur
- Badan Provinsi : Wilayah kerjanya meliputi tingkat Propinsi, Dipimpin oleh Kordinator Provinsi
- Badan kota : Wilayah kerjanya meliputi tingkat Kab./Kota, Dipimpin oleh Koordinator Kab./Kota.
Demikian gambaran singkat PATUH-Oi, semoga mendapat respon positif oleh semua pihak.
TERIMA KASIH
Khair khalis syurkati, SH.MH.
Alamat Sekretariat :
PATUH – Oi Jakarta : Jalan Cidurian No. 6 Menteng JAKARTA PUSAT Telp./Faks. (021) 49773444
PATUH – Oi Makassar : Jalan Bone Rate No. 9 E Makassar SULSEL Telp./Faks. (0411) 2020444
PATUH – Oi Sinjai : Jalan Anggrek No. 11 Balangnipa Sinjai SULSEL Telp./Faks. (0482) 21052
PATUH Oi Bone : Jl.DR. Wahidin Sudiro Husodo No. 15 Watampone Sulsel Telp. (0481)