H. BOEMIYA S.H.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Hukum tata pemerintahan merupakan kumpulan
peraturan yang mengatur aktivitas aparat pemerintah dalam rangka melaksanakan
fungsinya guna mewujudkan tujuan negara. Dalam melaksanakan aktivitasnya aparat
pemerintah diberi kewenangan baik atributif, delegasi atau mandat untuk
melakukan fungsi pemerintah. Untuk memudahkan tugasnya mewujudkan tujuan negara
baik fungsi pokok maupun fungsi pelayanan aparat pemerintah melakukan suatu
perbuatan hukum yang dapat menghasilkan suatu produk hukum.
Menurut Muchsan Perbuatan hukum yang dapat
dilakukan pemerintah ada dua yakni perbuatan hukum publik dan perbuatan hukum
privat, namun perbuatan hukum publik tidak mungkin dua pihak karena harus
dipaksakan dan di Indonesia belum ada perbuatan hukum publik yang dua pihak
maka perbuatan hukum publik pasti bersegi satu.
Perbuatan pemerintah hasilnya adalah produk
hukum, menurut teori hukum tata pemerintahan produk hukum yang dihasilkan yakni
:
1.
Regeling (peraturan),
peraturan ini dapat bersifat in abstracto. Peraturan
adalah produk hukum tertulis dibawah undang-undang yang diproduksi/dibuat dan
dicipta dari pejabat TUN yang fungsinya mempunyai daya ikat/ materinya sebagian
atau seluruh wilayah territorial tersebut.
2.
Beschikking (keputusan),
keputusan ini dapat bersifat in concreto.
Menurut Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang
pengadilan tata usaha negara, Keputusan TUN adalah peetapan tertulis yang
diproduksi oleh pejabat TUN dan mendasarkan diri terhadap peraturan
perundang-undangan tertentu, bersifat konkrit, individual dan final.
Di dalam pemerintahan yang paling berperan
dalam memutar roda pemerintahan yang paling dominan ialah produk hukum
pemerintah yang berbentuk keputusan, keputusan lebih banyak menjalankan fungsi
pemerintah. Keputusan pemerintah contohnya ada banyak dan sering dilakukan oleh
pejabat pemerintah dari pemrintah pusat hingga pemerintah daerah, seperti :
Keputusan Presiden, Keputusan Gubernur, Keputusan Walikota, Keputusan Bupati,
Keputusan Rektor dan Dekan di perguruan tinggi.
Tentunya suatu pejabat atau aparat pemerintah
dalam mengambil atau menentukan suatu keputusan terdapat syarat-syarat dan
ketentuan yang telah diatur sedemikian rupa agar tidak sewenang-wenang dan
menyalahgunakan kekuasaannya.
Dalam hal ini, penulis tertarik mengkaji
mengenai tinjauan yuridis tentang tidak sahnya keputusan tata usaha negara
(TUN) karena mengalami kekurangan yuridis. Berdasarkan latar belakang yang di
kemukakan di atas, maka dapat dirumuskan suatu masalah sebagai berikut :
B. Rumusan Masalah
Bagaimana
tinjauan yuridis tentang tidak sahnya keputusan tata usaha negara (TUN) karena
mengalami kekurangan yuridis ?
BAB II
PEMBAHASAN
1.1 Pengertian
dan Macam-Macam Keputusan Tata Usaha Negara
Keputusan
dalam bahasa Belanda disebut “beschikking”
sedangkan di Perancis disebut “acte administratif”,
dan di Jerman dinamakan “Verwaltungsakt”. Di
negeri Belanda istilah beschikking pertama sekali dipergunakan oleh Van der Pot dan Van
Vollenhoven, kemudian masuk ke Indonesia melalui Mr. WF. Prins, di Indonesia
oleh sebagian sarjana seperti Mrs. Drs. E.Utrecht dan Prof Boedisosetya
diterjemahkan sebagai “Ketetapan” dan sebagian sarjana
lain menyalinnya sebagai “Keputusan“
Beberapa ahli berpendapat mengenai
keputusan/beschikking yaitu
1.
Mr. Drs. E.Utrecht dalam bukunya pengantar
hukum administrasi Indonesia menyatakan beschikking adalah suatu perbuatan
hukum publik yang bersegi satu yang dilakukan oleh alat-alat pemerintahan
berdasarkan suatu kekuasaan istimewa.
2.
Mr. WF. Prins dalam bukunya inleiding
in het adminitratiefrecht van Indonesia. Menyebutkan beschikking sebagai
suatu tindakan hukum sepihak dalam lapangan pemerintahan yang dilakukan oleh
alat pemrintahan berdasarkan wewenang yang ada pada alat atau organ itu
3.
Van der Pot, dalam bukunya nederlansch
bestursrecht menyatakanbeschikking adalah
perbuatan hukum yang dilakukan alat-alat pemerintahan, pernyataan-pernyataan
kehendak alat-alat pemerintahan itu dalam menyelenggarakan hak istimewa, dengan
maksud mengadakan perubahan dalam lapangan perhubungan-perhubungan hukum.
4.
H.D. van Wijk/Willem Konijnenbelt, ketetapan
merupakan keputusan pemerintah untuk hal yang bersifat konkret dan individual
dan sejak dulu telah dijadikan instrument yuridis pemerintahn yang utama.
Keputusan menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1986 tentang peradilan tata usaha negara jo Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004
tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang peradilan tata
usaha negara jo Undang-Undang Nomor 51 tahun 2009 tentang perubahan kedua
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang peradilan tata usaha negara ialah :”
Keputusan Tata Usaha Negara adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan
oleh badan atau pejabat tata usaha negara yang berisi tindakan hukum tata usaha
negara yang berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku, yang bersifat
konkret, individual, dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang
atau badan hukum perdata”.
Dari definisi tersebut diatas maka dapat
dirumuskan unsur-unsur/elemen-elemen keputusan sebagai berikut :
1) Keputusan
tersebut berbentuk tertulis
2) Keputusan
tersebut dibuat oleh pejabat yang berwenang
3) Keputusan
tersebut berdasarkan pada peraturan perundang-undangan
4) Keputusan
tersebut bersifat konkret, individual, dan final
5) Keputusan
tersebut menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata
Macam-macam Keputusan Tata Usaha negara
sebagai berikut :
1) Keputusan positif dan
keputusan negatif
Keputusan positif ialah suatu keputusan yang
menimbulkan keadaan hukum baru baik suatu hak maupun suatu kewajibanbagi pihak
yang dikenai putusan.
Keputusan negatif ialah suatu keputusan yang
dikeluarkan oleh pejabat TUN yang tidak merubah keadaaan hukum tertentu bagi
pihak masyarakat yang dikenai keputusan.
2) Keputusan deklaratoir
dan keputusan konstitutif
Keputusan deklaratoir ialah keputusan yang
maksudnya mengakuia sesuatu yang sudah ada.
Keputusan konstitutif ialah merupakan bagian
dari keputusan yang versifat positif (rechtsscheppende beschikking).
3) Keputusan kilat (vluchtige beschikking) dan keputusan tetap (blijvend)
Keputusan kilat ialah keputusan sepintas lalu
karena lekas lenyap karena hanya berlaku sekali (eenmalig)
Keputusan tetap ialah keputusan yang masa
berlakunya untuk waktu sampai diadakan perubahan terhadap keputusan yang
bersangkutan.
4) Keputusan intern dan
ekstern
Keputusan intern ialah keputusan yang hanya
berlaku untuk menyelenggarakan hubungan ke dalam lingkungan aparat pemerintah.
Keputusan ekstern ialah keputusan yang dibuat
untuk menyelenggarakan hubungan antara aparat pemerintah dengan swasta.
5) Keputusan yang sah (recht-geldig beschikking) dan keputusan yang tidak sah
(niet recht-geldig beschikking)
Keputusan yang sah (recht-geldig beschikking) ialah yang harus
memenuhi syarat syarat tertentu yakin keputusan harus dibuat oleh pejabat yang
berwenang, keputusan tidak boleh memuat kekurangan yuridis, harus diberi bentuk
sesuai dengan peraturan yang menjadi dasarnya dan harus menurut prosedur
pembuatannya, isi dan tujuanya harus sesuai dengan isi dan tujuan peraturan
dasarnya.
Keputusan yang tidak sah (niet recht-geldig beschikking) adalah keputusan yang
dinyatakan batal demi hukum, batal mutlak, batal nisbi, dapat dibatalkan.
1.2 Tinjaun
yuridis tentang tidak sahnya keputusan tata usaha negara karena mengalami
kekurangan yuridis
Suatu keputusan Tata Usaha Negara (TUN)
syarat pertama harus sah, untuk sahnya ada persyaratan yang harus terpenuhi,
secara teoritis hanya ada 2 kelompok persyaratan yakni :
1.
Persyaratan yang bersifat material,
persyaratan ini persyaratan yang dikaitkan dengan instansi dan bentuk-bentuk
keputusan. Persyaratan material ada 3 yakni :
1.
Keputusan dibuat oleh aparat yang berwenang,
dimana keputusan ini harus dibuat oleh pejabat yang berwenang baik dari
kewenangan atributif, delegatif, dan mandat.
2.
Didalam pembuatannya tidak mengalami
kekurangan yuridis, maksudnya ialah perbuatan suatu keputusan dikatakan
mengalami kekurangan yuridis apabila di dalam keputusan terdapat unsur Dwang(paksaan), dwaling (kekhilafan)
dan bedrog (penipuan).
3.
Tujuan dari keputusan harus sama dengan
tujuan yang dikehendaki dari peraturan yang mendasari. Maksudnya keputusan itu
harus selaras dengan peraturan yang mendasarinya. Contohnya ialah keputusan
petugas DLLAJR harus sesuai dengan keputusan Kementerian Perhubungan mengenai
pengaturan Truck yang melebihi muatan.
2.
Persyaratan yang bersifat formil yakni :
1.
Keputusan bentuknya harus sama, maksudnya
keputusan harus sama dengan aturan dasarnya. Di dalam teori Hukum tata
pemerintahan bentuk ada dua yang berbentuk tulis dan secara lisan. Contohnya :
PP No 24 tahun 1976 tentang izin cuti , dimana pengaturannya jika I dan 2 hari
cukup izin lisan, tetapi kalau melebihi 7 hari hari harus berbentuk tulis dan
surat keterangan dokter dan lampirannya.
2.
Proses pembuatannya harus sama dengan proses
yang dikehendaki oleh aturan dasarnya.
3.
Semua persyaratan yang khusus yang
dikehendaki oleh aturan dasarnya harus terwujud dan terpenuhi dalam keputusan.
Dari sekian persyaratan yang ada diatas
menarik dicermati mengenai tidak sahnya keputusan TUN karena mengalami
kekurangan yuridis. Karena pembuatan keputusan memerlukan kecakapan hukum dari
pejabat TUN yang membuatnya sehingga tidak boleh ada kekurangan yuridis.
Kekurangan yuridis di dalam pembuatan keputusan bisa terjadi karena :
1.
Dwaling (salah
kira)
2.
Dwang (paksaan)
3.
Bedrog (penipuan)
Kekurangan yuridis ini dianalogikan dari
lapangan privat (perdata). Di dalamn hukum perdata perbuatan yang di buat
berdasarkan dwaling, dwang danbedrog dapat
dibatalkan dan tidak menjadi batal secara mutlak, artinya perbuatan iu dianggap
ada sampai ada pembatalan oleh hakim atau pejabat yang berwenang.
1.
Dwaling (salah
kira)
Kekurangan yuridis salah kira (dwaling) , terjadi bilamana seseorang (subjek hukum)
menghendaki sesuatu dan mengadakan sesuatu sesuai dengan kehendak itu, tetapi
kehendak tersebut didasarkan atas sesuatu bayangan tentang sesuatu hal yang
salah. Misalnya saja mengenai pokok maksud, atau kecakapan (keahlian) seseorang
(subjek hukum), atau mengenai hak orang. Keputusan yang dibuat berdasarkan
salah kira ini pada umumnya dapat dimintakan agar ditinjau kembali atau dapat
dibatalkan. Dalam salh kira ini terbagi menjadi dua yakni salah kira yang sungguh-sungguh
maka semua perbuatan tidak sah dan salah kira yang tidak sungguh-sungguh maka
sebagian absah
2.
Dwang (paksaan)
Keputusan yang dibuat berdasarkan paksaan
dapat dibatalkan bahkan paksaan keras dapat menjadi sebab keputusan tadi batal
mutlak. Akibat dari perbuatan yang dibuat berdasarkan paksaan dapat menjadi
sebab dibatalkannnya (batal untuk sebagian) keputusan tersebut. Bahkan paksaan
secara keras dapat menyebabkan keputusan menjadi batal karena hukum.
3.
Bedrog (penipuan)
Keputusan yang dilakuakan berdasarkan
penipuan, dikatakan penipuan apabila kehendak dan kenyataan berbeda, disebabkan
karena adanya serentetan tipu muslihat yang disengaja, sehingga si pembuat
keputusan terpengaruh.
Keputusan yang timbul karena mengandung
unsur-unsur penipuan, kesesatan, paksaan, salah kira, kekhilafan, atau
penyogokan tidak lagi merupakan keputusan yang murni dikeluarkan oleh karenanya
keputusan yang demikian dapat “batal atau dibatalkan”. Sehingga para pejabat
yang berwenang diharapkan cakap mengenai syarat-syarat sah dan tidaj sahnya
dalam pembuatan suatu beschikking atau keputusan. Apabila terjadi kesalahan-kesalahan
seperti yang diungkapkan diatas dapat diajukan gugatan ke pengadilan tata usaha
negara untuk dipertanggung jawabkan mengenai keputusan yang telah diperbuat
oleh pejabat yang berwenang membuat keputusan.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Dari pembahasan makalah yang diuraikan
sebelumnya, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
Keputusan Tata Usaha Negara adalah suatu
penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat tata usaha negara
yang berisi tindakan hukum tata usaha negara yang berdasarkan peraturan
perundangundangan yang berlaku, yang bersifat konkret, individual, dan final,
yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata”.
Kekurangan yuridis di dalam pembuatan
keputusan bisa terjadi karena :
1.
Dwaling (salah
kira)
2.
Dwang (paksaan)
3.
Bedrog (penipuan)
Keputusan yang timbul karena mengandung
unsur-unsur penipuan, kesesatan, paksaan, salah kira, kekhilafan, atau
penyogokan tidak lagi merupakan keputusan yang murni dikeluarkan oleh karenanya
keputusan yang demikian dapat “batal atau dibatalkan”.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Rahman Budiono, 2005. Pengantar
Ilmu hukum. Bayumedia Publishing. Malang.
Diana Halim Koentjoro,2004. Hukum
Administrasi Negara. Ghalia Indonesia. Bogor Selatan.
Eny Kusdarini. 2011. Dasar-Dasar
Hukum Administrasi Negara dan Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik. Uny Press. Yogyakarta.
E Utrecht, 1986. Pengantar
Hukum Adminitrasi Negara Indonesia.
Pustaka Tinta Mas. Surabaya
Hartono hadisoeprapto. 2011. Pengantar
Tata Hukum Indonesia. Liberty. Yogyakarta.
Irfan Fachruddin. 2004. Pengawasan
Peradilan Administrasi Terhadap Tindakan Pemerintah. Alumni. Bandung.
Muchsan, 1981. Beberapa catatan penting hukum
administrasi negara dan peradilan administrasi negara di Indonesia. Liberty. Yogyakarta.
Philipus M.Hadjon, 2005. Pengantar
Hukum Administrasi Indonesia.
Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Ridwan HR, 2006. Hukum
Adminitrasi Negara. UII Press. Yogyakarta
Ridwan HR, 2006. Hukum
Adminitrasi Negara. RajaGrafindo persada. Jakarta
Satjipto Rahardjo, 1986. Ilmu
Hukum, Alumni. Bandung.
SF. Marbun, Moh Mahfud MD, 2006. Pokok-Pokok
Hukum Administrasi Negara. Liberty. Yogyakarta.
SF. Marbun, 1988, Peradilan
Tata Usaha Negara, Liberty. Yogyakarta
Sudikno Mertokusumo. 1999. Mengenal
Hukum : Suatu Pengantar, Liberty, Yogyakarta.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang
peradilan tata usaha negara.
Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang
perubahan atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang peradilan tata usaha
negara.
Undang-Undang Nomor 51 tahun 2009 tentang
perubahan kedua Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang peradilan tata usaha
negara.