PATUH-Oi

Sunday, November 5, 2017

MIRANDA PRINCIPLE DALAM KUHAP


MIRANDA PRINCIPLE DALAM KUHAP

Ditulis Oleh  : Drs. M. SOFYAN LUBIS, SH.
Miranda Rule tepatnya Miranda Priciple, adalah merupakan hak-hak konstitusional dari tersangka / terdakwa yang meliputi hak untuk tidak menjawab atas pertanyaan pejabat bersangkutan dalam proses peradilan pidana dan hak untuk didampingi atau dihadirkan Penasihat Hukum sejak dari proses penyidikan sampai dan/atau dalam semua tingkat proses peradilan. Miranda PRINCIPLE adalah merupakan hak konstitusional yang bersifat universal dihampir semua negara yang berdasarkan hukum. Indonesia sebagai negara yang berdasarkan hukum pada dasarnya sangat menghormati Miranda PRINCIPLE ini. Komitmennya Indonesia terhadap penghormatan Miranda PRINCIPLE telah dibuktikan dengan mengadopsi Miranda PRINCIPLE ini ke dalam system Hukum Acara Pidana kita (KUHAP).  Secara universal Miranda Principle ini merupakan hak-hak dasar manusia atau hak Konstitusional tersangka yang pada pokoknya meliputi :
1.    Hak untuk tidak menjawab atau diam sebelum diperiksa dan/atau sebelum dilakukan penyidikan ; ( a right to remain in silent ) ;
2.    Hak untuk menghadirkan Penasihat Hukum dan hak untuk berkonsultasi sebelum dilakukan pemeriksaan atau penyidikan oleh penyidik; (a right to the presence of an attotney or the right to  counsil);
3.    Hak untuk disediakan Penasihat Hukum bagi tersangka atau terdakwa yang tidak mampu  ;
Adapun MIRANDA PRINCIPLEdalam praktiknya dibagi menjadi 3 (tiga), yaitu :
1. MIRANDA RULE, yaitu suatu aturan yang mewajibkan polisi atau penyidik untuk memberikan hak-hak seseorang sebelum dilakukan pemeriksaan oleh penyidik antara lain :
a.)hak untuk diam, karena segala sesuatu yang dikatakannya dapat digunakan untuk melawannya dan memberatkannya di Pengadilan ;
b.) hak untuk menghubungi penasihat hukum/advokat, jika ia tidak mampu maka ia berhak untuk disediakan penasihat hukum oleh negara. [vide: pasal 56 ayat (1) KUHAP];
2. MIRANDA RIGHT, adalah mirip dengan miranda rule, cuma ditekankan disini tersangka pada : a.) hak untuk diam dan menolak menjawab segala pertanyaan polisi yang menangkap sebelum diperiksa oleh penyidik ;
b.) Hak untuk menghubungi penasihat hukum dan mendapat bantuan hukum dari advokat bersangkutan (psl 54 KUHAP);
c.) Hak untuk memilih penasihat hukumnya sendiri (vide:psl 55 KUHAP); dan
d.) Hak untuk disediakan penasihat hukum jika tersangka “tidak mampu” (Psl.56 ayat 1 KUHAP);
3. MIRANDA WARNING, adalah peringatan yang harus diberikan kepada tersangka akan hak-haknya sebagaimana yang terdapat di dalam miranda rule dan miranda right di atas (vide, pasal 114 KUHAP), polisi tidak bisa mengintrogasi tersangka di tempat kejadian, kecuali menanyakan sebatas indentitas belaka. Jika dilakukan maka hasilnya tidak sah dan tidak bisa dijadikan bukti di Pengadilan.
Di Indonesia masalah miranda principle ada diakomodir di dalam pasal 54, 55, 56 ayat (1) dan pasal 114 KUHAP.
Secara khusus dipermaklumkan prinsip “miranda rule” terdapat di dalam pasal 56 ayat (1) KUHAP yang berbunyi sbb : Dalam hal tersangka atau terdakwa disangka atau didakwa melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana mati atau ancaman pidana lima belas tahun atau lebih atau bagi mereka yang tidak mampu yang diancam dengan pidana lima tahun atau lebih yang tidak mempunyai penasihat hukum sendiri, pejabat yang bersangkutan pada semua tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan wajib menunjuk penasihat bagi mereka
Perlu diketahui bahwa yang ingin dicapai dan/atau ditegakkan di dalam prinsip Miranda Ruleyang terdapat di dalam pasal 56 ayat (1) tentang KUHAP adalah agar terjamin pemeriksaan yang fair dan manusiawi terhadap diri Tersangka / Terdakwa, sebab dengan hadirnya Penasihat Hukum untuk mendampingi , membela hak-hak hukum bagi tersangka atau terdakwa sejak dari proses penyidikan  sampai pemeriksaan di pengadilan dimaksudkan dapat berperan melakukan kontrol, terhadap penyidik, penuntut umum dan hakim sehingga proses pemeriksaan terhadap tersangka/terdakwa terhindar dari penyiksaanpemaksaan dankekejaman serta pemeriksaan yang tidak fair di persidangan yang dilakukan penegak hukum dalam proses peradilan yang mengakibatkan terjadinya pelanggaran terhadap KUHAP itu sendiri serta pelanggaran terhadap  HAM atau Hak Asasi Manusia ( vide : pasal 33, pasal 3 ayat (2), pasal 5 ayat (2), pasal 17, pasal 18 ayat (1) dari UU No.39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia ] di samping itu  adanya kontrol oleh Penasihat Hukum terhadap jalannya pemeriksaan tersangka selama dalam proses persidangan di pengadilan.
Berdasarkan uraian dalam pasal 56 ayat (1) KUHAP dapat disimpulkan sebagai berikut :
  1. Dalam tindak pidana yang disangkakan atau didakwakan kepada Tersangka / Terdakwa harus diancam dengan pidana mati atau 15 (lima belas) tahun atau lebih atau yang tidak mampu di-ancam dengan pidana 5 ( lima ) tahun atau lebih yang tidak punya Penasihat Hukum sendiri, Pejabat yang bersangkutan pada semua tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan wajib menunjuk Penasihat Hukum bagi mereka (tersangka/terdakwa) ;
  2. Pemeriksaan penyidikan yang tersangkanya tidak didampingi Penasihat Hukum sesuai dengan kerangka pasal 114 Jo. Pasal 56 ayat (1) KUHAP, maka hasil pemerik-saan penyidikan tersebut adalah tidak sah atau batal demi hukum, karena bertentangan dengan hukum acara ( undue process ) ;
Berdasarkan pasal 56 ayat (1) KUHAP Jo. Pasal 365 (4) KUHP, bila dikaitkan dengan berita KR tanggal 10 Agustus 2007 pada halaman “Hukum & Kriminal” dengan judul “Terdakwa Minta Didampingi Pengacara, Tembak Korban, Jambret Diadili”. Dalam kasus ini Majelis Hakim atau Ketua Pengadilan Negeri Yogyakarta sebelum memeriksa perkara terdakwa lebih lanjut, harus terlebih dahulu mencarikan atau menunjuk Pengacara/Advokat sebagai Penasihat Hukum bagi Terdakwa di dalam pemeriksaan perkara tersebut, apalagi Jaksa/Penuntut Umum dalam dakwaannya menjerat terdakwa dengan pasal 365 ayat (4) KUHP dengan ancaman pidana mati. Dan kewajiban pejabat yang bersangkutan untuk menunjuk Penasihat Hukum bagi terdakwa tidak bisa ditawar-tawar karena bersifat imperatif, dan tidak harus menunggu atau bergantung pada inisiatif pihak keluarga terdakwa yang mencarikan Penasihat Hukum bagi terdakwa. Sudah saatnya semua pejabat penegak hukum dalam semua tingkat proses peradilan pidana di negeri ini harus menghormati UU No.8 tahun 1981 tentang KUHAP,  khususnya tentang Miranda Rule yang terdapat di dalam pasal 56 ayat (1) KUHAP. Semoga.
( Sumber  : Harian Umum Kedaulatan Rakyat “KR” Yogyakarta )

0 comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.