PATUH-Oi

Wednesday, July 31, 2019

Cara manjur Membuat Laporan Polisi terkait pidana perampasan kendaraan konsumen



CARA MANJUR MEMBUAT LAPORAN POLISI TENTANG 
PERAMPASAN KENDARAAN KONSUMEN 
Disadur oleh ALIF SAYYIDUL QADR

Dalam menghadapi finance, seringkali kita kita disulitkan dengan prilaku-prilaku yang sering melanggar hukum, seperti menagih dengan kasar hingga merampas kendaraan. Perbuatan tersebut jelas-jelas melanggar hukum, terutama pasal 335 KUHP tentang perbuatan tidak menyenangkan ataupun pasal 365 KUHP tentang perampasan kendaraan.
Untuk memperjuangkan hak-hak konsumen tersebut, LPKSM seringkali berusaha melaporkan kepada kepolisian terkait dengan tindak pidana perampasan kendaraan konsumen tersebut. Kendala melindungi konsumen tidak berhenti disitu, polisi juga seringkali tidak menerima laporan konsumen atau LPKSM dengan dalih bahwa perbuatan finance “merampas” kendaraan adalah perdata sehingga tidak masuk lingkup polisi, bahkan kadang polisi menyalahkan konsumen yang tidak mau/ terlambat membayar angsuran kendaraannya.
bersama ini beberapa tips yang dapat berguna bagi para Konsumen yang merasa hak-haknya dirampas oleh Finance, sebagai bahan dalam membuat laporan polisi.
  1. Buat pengaduan ke LPKSM, buat surat kuasa dan berita acara pengaduan serta kronologis perkara
  2. Buat surat tertulis ke kantor kepolisian, berdasarkan tempat kejadian perkara. Untuk perampasan kendaraan laporkan ke polres atau polwil setempat. Dalam surat tersebut ada beberapa hal yang patut dicamtumkan, diantaranya :
    1. Alamat pelapor dan terlapor harus jelas
    2. Buat kronologi dan camtumkan bukti yang ada.  Jangan camtumkan pasal, perjelas unsur-unsur tindak pidananya.
    3. Di awal camtumkan pernyataan sesuai dengan pasal ………  KUHAP, laporan dapat dibuat secara lisan atau tertulis.
  3. Kirimkan surat langsung ke Polres/ Polwil, SPK, dan mintalah tanda Lapor. Kalo perlu berikan “uang pelican” kepada petugas SPK yang jaga.
  4. Apabila tidak diberikan tanda lapor, maka petugas yang jaga suruh buat pernyataan tanda terima surat, dan “tidak diberikan tanda lapor dengan alasan…” . Begitu juga apabila hal itu ditolak, maka buat tulisan di surat, “pengaduan ditolak dengan alasan… “. Catat dan tulis petugas disertai pangkatnya, apabila perlu suruh tanda tangan. Tak jamin pasti keder atau mikir juga untuk nolak laporan LPKSM.
  5. Apabila mungkin atau masih bisa “ngeyel”, maka debatlah bahwa “polisi tidak boleh menolak laporan pengaduan masyarakat”. Dalam hal perdata atau pidana merupakan suatu kesimpulan yang dapat diperoleh setelah dilakukan pemeriksaan kepada para pihak.
  6. Apabila laporan ditolak maka buat surat kepada kapolda/ Provost/ Komnas HAM, Kompolnas, Ombudsman, kalo di Jatim bisa pula Komisi Pelayanan Publik,  kalo perlu hingga mabes polri yang menyatakan “polisi tidak mau menerima pengaduan masyarakat” bahkan kalo perlu ditulis juga “kapolres/ kapolwilnya tidak cakap, sehingga patut diganti”.
  7. Apabila laporan diterima tetapi tidak ditindak lanjuti maka buat surat ke Kapolres/ Kapolwil tempat melapor, minta laporan hasil penyidikan perkara. Kirim tembusannya ke Provost. Apabila dalam kurun waktu 1-2 minggu, polisi tidak memberikan hasil penyidikan (SP2HP) maka kirim surat kepadanya sama dengan angkat 6, yang isinya “polisi tidak cakap dalam menangani perkara” kalo perlu buat juga pernyataan “diduga main mata dengan pelapor”(disadur dari : Achmad Junaidi)

PENJELASAN TENTANG HUKUM ADMINISTRASI NEGARA




Hukum Administrasi Negara

Sebelum memahami apa yang dimaksud dengan Hukum Administrasi Negara, maka perlu mengerti dahulu apa yang dimaksud dengan Adminstrasi Negara, menurut Dimock dan Dimock:
Admministrasi Negara adalah aktifitas-aktifitas negara dalam melaksanakan kekuasaan-kekuasaan politiknya. Dalam arti sempit: aktifitas badan-badan eksekutif dan kehakiman. Dalam arti yang lebih khusus lagi: aktifitas badan-badan eksekutif saja dalam melaksanakan pemerintahan.

Menurut Utrecht : menggambarkan Administrasi Negara sebagai kompleks van ambten (gabungan jabatan-jabatan yang melaksanakan tugas pemerintahan) mempunyai pengertian yang sempit yaitu: hukum yang mengatur aktifitas badan-badan pemerintahan dalam melaksanakan tugas pemerintahannya.



Definisi Hukum Administrasi Negara 

Utrecht : Hukum Adminsitrasi Negara/ Hukum Pemerintahan yang menguji hubungan hukum istimewa yang diadakan akan memungkinkan para pejabat (Ambdragers) Adminstrasi Negara melakukan tugas mereka yang khusus.


De La Bassecour Caan: yang dimaksud dengan Hukum Administrasi Negara adalah himpunan peraturan-peraturan tertentu yang menjadi sebab maka negara berfungsi dan beraksi, maka peraturan-peraturan itu mengatur hubungan-hubungan antara tiap-tiap warga negara dengan pemerintahnya.

Oppehheim: Hukum tata negara menggambarkan negara dalam keadaan diam (Staats in Rust), sedangkan Hukum Administrasi Negara menggambarkan Negara dalam keadan bergerak

Kesimpulanya adalah badan-badan pemerintah setelah memperoleh kekuasaan dari hukum tata negara, lalau mereka melakukan berbagai aksi atau aktifitas dalam rangka menjalankan tugas pemerintahannya berdasarkan huku administrasi yang berlaku.

Fungsi Hukum Administrasi Negara

Van Vollenhoven: Hukum Administrasi negara merupakan perpanjangan (verlengstuk) dari hukum tata negara.

Jadi Hukum Administrasi Negara merupakan peraturan-peraturan hukum yang melaksanakan hukum tata negara, sesuai dengan pandangan Prof Donner, dalam teori ”Dwipraja” membagi pekerjaan pemerintah dalam ”menentukan tugas” dan ”mewujudkan tugas”.

Fungsi menentukan tugas adalah hukum tata negara sedangkan fungsi mewujudkan tugas adalah tugas hukum administrasi negara. hukum tata negara mempunyai tugas politik, hukum administrasi negara mempunyai tugas teknik.

Dasar-dasar Hukum Administrasi Negara.

Pengertan Asas, Norma dan Sanksi. Sanksi, dalam pengertian hukum adalah apa yang menjadi dasar dari suatu norma atau kaidah. Asas adalah apa yang mengawali suatu kaidah atau awal suatu kaidah. Norma adalah suatu peran hukum yang harus dituruti dan dilindungi oleh sanksi (Hans Kelsen)

Menurut Utrecht, Norma sebagai kaidah, petunjuk hidup yang harus ditaati oleh anggota-anggota masyarakat yang diberi sanksi atas pelanggarannya. Sanksi adalah ancaman hukuman atau hukuman yang dapat dikenakan kepada seseorang atau lebih yang telah melakukan pelanggaran atas suatu norma. Misalnya asas monogami menjadi dasar dari hukum perkawinan barat: seorang laki-laki dalam waktu yang saa hanya boleh mengambil seorang wanita sebagai isterinya dan sebaliknya (norma, pasal 27 KUH Perdata). Sanksi atas pelanggaran pasal 27 yang berfungsi sebagai norma tercantum dalam pasal 284 KUHP, yaitu di hukum penjara selama-lamanya 9 bulan.

Jadi asas menjadi dasar dari norma, dan sanksi berfungsi melindungi norma, karena memberikan ancaman hukuman terhadap si pelanggar norma.


Asas hukum administrasi negara Indonesia ada yang tertulis dan ada yang tidak tertulis.

1. Asas hukum tertulis
  1. Asas Legalitas, setiap perbuatan administrasi negara berdasarkan hukum. Asas ini sesuai dengan asas negara kita yang berdasarkan asas negara hukum yang tercantum pada pasal 1 ayat 3 UUD 1945. namun untuk mencapai negara hukum belum cukup dengan dianutnya asas legalitas yang merupakan salah satu identitas dari suatu negara hukum, tapi harus disertai “kenyataan hukum”, harus didukung oleh “kesadaran etis” dari para pejabat administrasi negara, yaitu kesadaran bahwa perbuatan/ tindakannya harus didukung oleh perasaan kesusilaan, yaitu bahwa dimana hak negara ada batasnya yang tentunta dibatasi oleh hak-hak asasi manusia.
  2. Asas Persamaan Hak, bahwa semua warga negara bersamaan kedudukannya didalam hukum dan pemerintahan dengan tidak ada kecualinya (pasal 27 ayat 1 UUD 1945) pemerintah Indonesia tidak dapat membedakan sesama WNI (warga negara asli maupun keturunan asing) sebaliknya warga negara keturunan asing yang pada umumnya mempunyai kedudukan sosial dan ekonomi lebih baik daripada warga negara asli dituntut agar WNI keutrunan asing bersikap lebih luwes dan loyal serta memiliki desikasi yang pantas terhadap bangsa dan negara Indonesia.
  3. Asas Kebebasan, Asas ini khusus diberikan kepada amninstrasi negara. Arti asas ini hádala bahwa lepada administrasi negara diberikan kebebasan untk atas inisiatif sendiri menyelesaikan masalah-masalah yang tikbul dalam masyarakat secara cepat, tepat dan bermanfaat untuk kepentingan umum, tanpa menunggu perintah terlebih dahulu dari UU yang disebabkan UU nya Belem ada atau tidak jelas mengatur masalah tersebut.
Asas ini merupakan asas yang tertulis (pasal 22 ayat 1 UUD 1945) yang isinya hádala: dalam kepentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan PP sebagai pengganti UU, pasal ini merupakan proses pengerogotan, yaitu kekuasaan legislatif digerogoti oleh kekuasaan eksekutif (presiden), sehingga supremasi badan legislatif beralih kepada badan eksekutif.

Catatan: Indonesia tidak mengikuti sistem pemisahan kekuasaan trias politika.

2. Asas Hukum Tidak Tertulis
  1. Asas tidak boleh menyalahgunakan wewenang atau kekuasaan atau dengan istilah lain asas tidak boleh melakukan Deteurnement De Pouvoir. Setelah badan-badan kenegaraan memperoleh kekuasaan dari UU, jangan sampai terjadi kekuasaan itu digunakan secara tidak sesuai dengan pemberian kekuasaan itu oleh UU tersebut.

    Jadi jangan menggunakan kekuasaan atau wewenang tersebut melampaui batas yang diberikan oleh UU, misalnya pencabutan hak atas tanah yang diatur dalam pasal 18 UUPA (UU no 5/ 1960) pemberian ganti kerugian yang layak kepada bekas pemilik tanah, kalau terjadipencabutan tanah. Pencabutan hak atas tanah tanpa ganti kerugian, bukan pencabutan hak tetapi perampasan hak, hal ini tidak dibenarkan oleh UU
  2. Asas tidak boleh menyerobot wewenang badan administrasi negara yang satu oleh yang lainnya, atau disebut asas Exes De Pouvoir. Arti asas ini adalah: Bila sudah diadakan pembagian tugas diantara para pejabat administrasi negara, hendaknya para pejabat melakukan tugas-tugasnya dalam batas-batas tugas yang telah diberikan oleh UU. Asas ini diperlukan agar tidak terjadi kesimpangsiuran dalam melaksanakan tugas administrasinya. Fungsi administrasi negara adalah melayani umum, public services atau abdi negara.
  3. Asas upaya pemaksa atau asas bersanksi adalah sanksi merupakan jaminan terhadap penaatan kepada hukum administrasi negara, sanksi administrasi, baik yang tercantum dalam peraturan hukum administrasi maupun yang ada di luar peraturan hukum administrasi, misalnya dalam KUHP.
3. Asas Nasionalisme
Asas nasinalisme dalam hukum agraria dipengaruhi oleh sebagian besar negara-negara di dunia. Tanah hanya disediakan untuk warga negara dari negara-negara tersebut. Asas ini di Indonesia tercakup dalam UUPA (No.5/1960)
Pasal 21 Ayat 1 : “Hanya WNI dapat mempunyai hak milik”
Hak milik merupakan hak turun temurun terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai oleh oarang atas tanah. WNA dengan jalan apapun tidak dapat menguasai tanah Indonesia dengan hak milik.

4. Asas Non Diskriminasi. 
  1. UUPA tidak membeda-bedakan.
  2. UUD’45, Pasal 27 Ayat 1: Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. Pasal 27 Ayat 2: Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
5. Asas Fungsi Sosial dari Tanah
  1. Pasal 33 Ayat 2, Ayat 3 UUD’45: Hak menguasai tanah oleh negara
  2. Semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial.
Pasal 18 UUPA (UU No.5/1960): Pencabutan hak-hak atas tanah untuk kepentingan umum dengan memberikan ganti kerugian yang layak karena suatu pencabutan hak tanpa ganti kerugian yang layak adalah perampasan.

Asas Domein Negara (Domein Verklaring, Pasal 1 Agrarisch Besluit, STB 1870-118); untuk semua tanah yang tidak dibuktikan hak Eigendom-nya oleh orang, adalah domein negara atau kepunyaan negara.

Negara berfungsi sebagai pemilik tanah yang boleh menjual tanah kepada siapa saja yang memerlukannya.setelah berlakunya UUPA (UU No.5/1960) tanggal 24 September 1960 asas domein negara telah diganti dengan asas dikuasai negara (pasal 33 Ayat 3 UUD’45)

6. Asas Dikuasai Negara
Tercantum dalam pasal 33 Ayat 3 UUD’45 JO Pasal 2 Ayat 1 dan Ayat 2 UUPA yaitu bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-sebesarnya kemakmuran rakyat.

Pasal 2 Ayat 1 & 2 UUPA: Hak menguasai dari negara termaksud dalam pasal 1 ayat 1, memberi wewenang untuk.
  1. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukkan, penggunaan, persediaan, dan pemeliharaan bumi, air, dan ruang angkasa tersebut.
  2. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air, dan ruang angkasa.
  3. Menentukan dan mengatur hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air, dan ruang angkasa

7. Asas Perlekatan
Kedudukan hukum benda-benda (rumah, pohon) bersatu dengan tanah. Asas perlekatan ini sudah tidak berlaku dan diganti dengan asas pemisahan horisontal yang menjadi dasar hukum agraria nasional.

8. Asas Pemisahan Horisontal
Kedudukan hukum benda-benda (rumah, pohon) dipisahkan dengan tanahnya. Hukum agraria yang berlaku atas bumi, air dan ruang angkasa adalah hkum yang telah disempurnakan. Pembuat UU mengakui bahwa hukum agraria ini terdiri dari UU Agraria yang tertulis (Hukum Agraria UU) dan hukum agraria yang tidak tertulis (Hukum Agraria Adat), misalnya membeli pohon atau ngijon (Bahsan Mustafa: bab VIII).

PEMBAGIAN DALAM HUKUM ADMINISTRASI NEGARA


Pembagian-Pembagian Dalam Hukum Admistrasi Negara



Beberapa bagian Hukum Admistrasi Negara
  1. Hkum Agraria
  2. Hukum Administrasi Perbendaharaan (Hukum Admistrasi Keuangan, comptabele administratie-recht
  3. Hukum Administrasi Permodalan dan Korporasi Asing (Utrecht:Bab VIII)
    Hukum administrasi negara dengan SK Menteri P&K No.148 tentang pedoman kurikulum minimal negara maupun swasta disebut hukum tata pemerintahan.
    HAN: Administratie recht atau administrative law. Hukum tata pemerintahan: Bestuurecht, selain itu juga dikenal ilmu pemerintahan yaitu bestuurskunde.
    Sejak 1950-1960 dipergunakan istilah hokum tata negar (administratierecht), kemudian setelah tahun 1960 dipergunakan istilah AN untuk UI dan istilah hokum tata pemerintahan untuk UGM.
Kemudian G.Pringgodigdo menjelaskan:
Oleh karena di Indonesia kekuasaan eksekutif dan kekuasaan adminstratif berada dalam satu tangan yakni presiden. Maka pengertian HAN yang luas terdiri atas 3 unsur:
  1. Hukum tata pemerintahan yaitu hukum eksekutif  atau hukum tata pelaksanaan undang-undang, dengan kata lain hukum tata pemerintahan adalah hukum menggunakan aktivitas-aktivitas kekuasaan ( kekuasaan untuk melaksanakan undang-undang)
  2. Hukum administrasi Negara dalam arti sempit, yaitu hukum tata pengurusan rumah tangga negara (segala tugas-tugas yang ditetapkan dengan undang-undang sebagai urusan Negara)
  3. Hukum tata usaha Negara, yaitu hukum menggunakan surat menyurat, rahasia dinas dan jabatan, kearsipan dan dokumentasi, pelapoan dan statistic, tata cara penyimpanan berita acara, penataan sipil, pencatatan nikah, talak dan rujuk, publikasi dan penerbitan-penerbitan  negara.
Arti dan peran HAN:
  1. sebagai aparatur Negara, aparatue pemerintah atau sebagai institusi politik (kenegaraan). Artinya yang meliputi organ yang di bawah pemerintah, mulai dari presiden, menteri, termasuk sekjen, dirjen, inspektur jenderal, gubernur, bupati, dan sebagainya
  2. sebagai fungsi atau sebagai aktifitas, yaitu kegiata-kegiatan pemerinytahan artinya sebagai kegiatan “mengurus kepentingan Negara”
  3. sebagai proses teknik penyelenggaraan undang-undang, artinya meliputi segala tindakan aparatur Negara dalam menyelenggarakan undang-undang.
Objek administrasi dapat digolongkan menjadi 3 golongan besar:
  1. Administrasi berobyek kenegaraan
    Administrasi pemerintahan yang dapat dibagi: (1). administrasi sipil, yaitu seluruh aktifitas yang dilakukan oleh departemen, direktorat sampai aktifitas camat dan lurah (2). Administrasi militer (angakatan bersenjata) - administrasi militer angkatan darat - administrasi militer angkatan laut - administrasi militer angkatan udara (3) Administrasi kepolisian negara. Administrasi perusahaan negara Adalah seluruh aktifitas yang begerak di bidang perusahaan yang hakekatnya dapat dibedakan berdasarkan gerak usaha untuk produksi, distribusi, transportasi, banking, asuransi dan sebagainya
  2. Administrasi berobjek privat
    (1). Administrasi perusahaan. Yang termasuk di dalamnya adalah aktifitas-aktifitas di bidang produksi, transportasi, banking , dan sebagainya. Pada hakekatnya sama dengan ruang gerak dari administrasi perusahaan negara. (2). Administrasi bukan perusahaan (non business)
    Yang termasuk di dalamnya adalah aktifitas yang cenderung ke arah usaha sosial, seperti: - Adminstrasi perguruan swasta - Administrasi rumah sakit swasta - Administrasi hotel swasta
  3. Administrasi berobjek internasional 
    yang termasuk di dalamnya adalah seluruh aktifitas yang bergerak dalam bidang internasional yang dilakukan oleh PBB serta cabang-cabangnya: UNICEF, ILO, UNDP, dan sebagainya (Kansil: Bab XIX)
Perbuatan Hukum Tata Usaha
Perbuatan hukum tata usaha dapat bermacam-macam jenisnya yang dikenal antara lain: putusan, ketetapan, surat perintah, izin (undian berhadiah, mengedarkan daftar derma, menjual minuman keras) konsesi, perjanjian (ikatan dinas)

Perbuatan hukum tata usa asifatnya dapat sepihak, dapat juga 2 pihak (perjanjian) yang banyak dijumpai dalam hukum tata usaha adalah perbuatan yang sifatnya sepihak (Kusumadi Pudjosewojo, Bab VI dan VII)

Sistematika Hukum Administrasi Negara
Materi HAN (Heteronom) oleh Prajudi dibagi dalam:
  1. Hukum tentan dasar-dasar dan prinsip-prinsip umum dari administrasi negara
  2. Hukum tentang organisasi dari administrasi negara
  3. Hukum tentang aktifitas-aktifitas adminstrasi negara, terutama yang bersifat yuridis
  4. Hukum tentang sarana-sarana dari admiistrasi negara, terutama tentang kepegawaian negara dan keuangan negara.
  5. Hukum peradilan administrasi negara.
    Untuk membatasi kekuasaan administrasi negara dan untuk melindungi masyarakat dari kemungkinan-kemungkinan penyalahgunaan kekuasaan oleh administrasi negara, terdapat beberapa jalan yang ditempuh antara lain dengan pengembangan administrasi negara.
Dalam arti luas: peradilan administrasi negara adalah peradilan yang menyangkut pejabat-pejabat  dan instansi administrasi negara, baik yang bersifat “perkara-perkara pidana dan perdata” dan “perkara adminstrasi murni”.

Dalam arti sempit: peradilan administrasi negara adalah peradilan yang menyelesaikan perkara-perkara administrasi negara murni semata-mata. Suatau perkara administrasi negara murni adalah suatu perkara yang tidak mengandung pelanggaran hukum (pidana dan perdata), melainkan suatu konflik/ sengketa yang berpangkal pada atau mengenai intepretasi dari suatu pasal atau ketentuan UU (dalam arti luas) dikenal PTUN

Perkara-perkara administrasi internal yang terjadi antara peabat/ isntansi satu sama lain, pada umumnya berpangkal pada konflik mengenai yuriidiksi atau kopetensi, diselesaikan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang mengatur instansi yang bersangkutan dan pada instansi terakhir oleh Presiden.

Perkara-perkara administrasi negara eksternal yaitu antara pejabat/ instansi dengan warga masyarakat, penyelesaiannya adalah sebagai berikut:
  1. Perkara-perakra administrasi negara murni, diselesaikan melalui cara-cara:
    - Pengaduan pada pejabat atasan/ instansi yang lebih tinggi
    - Pengaduan kepada badan-badan lain misal panitia perumahan
    - Pengaduan administrasi murni (majelis pertimbangan pajak)
  2. Perkara-perkara administrasi negara yang mengandung unsur-unsur pidana/ kejahatan jabatan, pelanggaran jabatan atau unsur peradilan (perbuatan yang bertentangan dengan hukum) diselesaikan oleh pengadilan umum (pidana atau perdata)
Peranan peradilan administrasi negara besar dalam usaha penyempurnaan aparatur negara melalui:
Tindakan hukum terhadap praktek dan perbuatan para pejabat yang:
  1. Melanggar Hukum
  2. Melanggar UU
  3. Melanggar kewajiban atau
  4. Tidak efisien, melanggar kepentingan umum.
    (Benny M Junus: Bab I – IV)

PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PIDANA
Di posting oleh : Alif Sayyidul Qadr
 
Pertimbangan hakim adalah hal-hal yang menjadi dasar atau yang dipertimbangkan hakim dalam memutus suatu perkara 
tindak pidana. Sebelum memutus suatu perkara, hakim harus memperhatikan setiap hal-hal penting dalam suatu persidangan. Hakim memperhatikan syarat dapat dipidananya seseorang, yaitu syarat subjektif dan syarat objektif.

Hakim memeriksa 
tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang memperhatikan syarat subjektifnya, yaitu adanya kesalahan, kemampuan bertanggungjawab seseorang, dan tidak ada alsana pemaaf baginya. Selain itu hakim juga memperhatikan syarat objektifnya, yaitu perbuatan yang dilakukan telah mencocoki rumusan delik, bersifat melawan hukum, dan tidak ada alas an pembenar.

Apabila hal tersebut terpenuhi, selanjutnya hakim mempertimbangkan hal-hal yang dapat meringankan  dan memberatkan putusan yang akan dijatuhkannya nanti. Pertimbangan hakim dinilai dari faktor hukum dan nonhukum yang kesemuanya itu haruslah disertakan dalam putusan. Faktor hukum seperti pengulangan tindak pidana (residive), merupakan tindak pidana berencana, dll. Sedangkan faktor nonhukum seperti sikap terdakwa dipersidangan dan alasan-alasan lain yang meringankan.

Peranan hakim dalam hal pengambilan keputusan tidak begitu saja dilakukan karena ada yang diputuskan merupakan perbuatan hukum dan sifatnya pasti.Oleh karena itu hakim yang diberikan kewenangan memutuskan suatu perkara tidak sewenang-wenang dalam memberikan putusan.

Ketentuan mengenai pertimbangan hakim diatur dalam Pasal 197 ayat (1) d KUHP yang berbunyi :
“Pertimbangan disusun secara ringkas mengenai fakta dan keadaan beserta alat pembuktian yang diperoleh dari pemeriksaan di sidang yang menjadi dasar penentuan kesalahan terdakwa.”

Hal ini dijelaskan pula dalam Pasal 183 KUHP yang menyatakan bahwa :
“Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu 
tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.”
Hal yang sama dikemukakan oleh Lilik Mulyadi (2007 : 193-194) yang menyatakan bahwa :
“Pertimbangan hakim terdiri dari pertimbangan yuridis dan fakta-faka dalam persidangan.Selain itu, majelis hakim haruslah menguasai mengenai aspek teoritik dan praktik, pandangan doktrin, yurisprudensi dan kasusu posisi yang sedang ditangani kemudian secara limitatif menetapkan pendiriannya.”

Dalam menjatuhkan pidana, kiranya rumusan Pasal 58 (Pasal 52) Naskah Rancangan KUHPidana (baru) hasil penyempurnaan Tim Intern Departemen Kehakiman, dapat dijadikan referensi. Disebutkan bahwa dalam penjatuhan pidana hakim wajib mempertimbangkan hal-hal berikut : (Bambang Waluyo, 2008:91)
  1. Kesalahan pembuat tindak pidana;
  2. Motif dan tujuan melakukan tindak pidana;
  3. Cara melakukan tindak pidana;
  4. Sikap batin pembuat tindak pidana;
  5. Riwayat hidup dan keadaan sosial ekonomi pembuat tindak pidana;
  6. Sikap dan tindakan pembuat sesudah melakukan tindak pidana;
  7. Pengaruh pidana terhadap masa depan pembuat tindak pidana;
  8. Pandangan masyarakat terhadap tindak pidana yang dilakukan;
  9. Pengurus tindak pidana terhadap korban atau keluarga korban; dan
  10. Apakah tindak pidana dilakukan dengan berencana.
Menjadi hakim merupakan tugas yang cukup berat karena dapat menentukan kehidupan seseorang untuk dapat memperoleh kebebasan ataukah hukuman. Jika terjadi kesalahan dalam pengambilan keputusan maka akan dapat merenggut nyawa, kemerdekaan, kehormatan dan harta benda yang dijunjung tinggi oleh masyarakat dan setiap insan.

Saturday, July 13, 2019


Materi Penyuluhan Hukum oleh Khair Khalis Syurkati, SH.MH. (Direktur PATUH-Oi) yang diselenggarakan Oleh  LBH MAKASSAR bersama PEMKAB SINJAI, tanggal 13 Juli 2019 pada Kantor Kecamatan Sinjai Timur Kabupaten Sinjai, bertindak sebagai Moderator 
A.M. Amir  (Camat Sinjai Timur)