HAK UNTUK MENGAJUKAN UPAYA HUKUM
PASCA PUTUSAN TINGKAT PERTAMA
UPAYA HUKUM BANDING
Perkara Pidana.
Ketentuan tentang banding
dalam perkara pidana diatur dalam Pasal 233 KUHAP sampai dengan Pasal 243
KUHAP.
Jangka waktu untuk
mengajukan permintaan banding adalah dalam waktu 7 (tujuh) hari sesudah putusan
dijatuhkan atau setelah putusan diberitahukan kepada terdakwa yang tidak hadir
(vide Pasal 196 ayat (2) KUHAP).
Permintaan banding diajukan
oleh Terdakwa/ Penasihat Hukumnya atau Penuntut Umum ke Pengadilan Tinggi
melalui Pengadilan Negeri yang memutus perkara (vide Pasal 233 ayat (1) KUHAP.
Terhadap putusan perkara
pidana yang dijatuhkan Pengadilan Negeri baik Terdakwa/ Penasihat
Hukumnya dan /atau Penuntut Umum dapat mengajukan upaya hukum banding, kecuali
terhadap putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum (Pasal 67 KUHAP).
Sedangkan untuk tindak pidana dengan acara pemeriksaan cepat (untuk tindak
pidana ringan dan tindak pidana lalu lintas) pengadilan mengadili dengan hakim
tunggal pada tingkat pertama dan terakhir, namun apabila kepada Terdakwa
dijatuhkan pidana perampasan kemerdekaan, terdakwa dapat mengajukan banding
(vide Pasal 205 ayat 3 KUHAP).
Perkara
Perdata
Ketentuan
tentang banding dalam perkara perdata diatur dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun
1947 tentang Peradilan Ulangan.
Terhadap putusan perkara
perdata yang dijatuhkan pengadilan tingkat pertama, salah satu atau para pihak
yang berperkara dapat meminta pemeriksaan banding ke Pengadilan Tinggi, kecuali
putusan yang dijatuhkan tanpa hadirnya tergugat. Tergugat yang tidak hadir
tidak dapat mengajukan banding melainkan perlawanan (verzet) dan bila tergugat
sudah mengajukan perlawanan, maka Penggugat tidak dapat lagi mengajukan
permintaan banding.
Khusus untuk putusan yang
bukan putusan akhir seperti halnya putusan sela yang menolak eksepsi tergugat
dapat dimintakan banding hanya bersama-sama dengan putusan akhir.
Jangka waktu untuk
mengajukan permintaan banding adalah 14 (empat belas) hari terhitung setelah
putusan diucapkan atau diberitahukan bagi pihak yang tidak hadir.
Permintaan banding diajukan
oleh pihak berperkara atau Kuasanya ke Pengadilan Tinggi melalui Pengadilan
Negeri yang memutus perkara.
KASASI
Ketentuan tentang Kasasi
diatur dalam Pasal 28, 29 dan Pasal 30 Undang-undang Nomor 14 Tahun 1985
tentang Mahkamah Agung sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 5 Tahun
2004 dan Undang-undang Nomor 3 Tahun 2009.
Mahkamah Agung memutus
permohonan kasasi terhadap putusan Pengadilan Tingkat Banding atau Tingkat
Terakhir dari Semua Lingkungan Peradilan (Pasal 29 Undang-undang Nomor 14
Tahun 1985). Namun dalam Pasal 45 A ayat (2) Undang-undang Nomor 5
Tahun 2004 dikecualikan untuk perkara tertentu tidak dapat diajukan kasasi,
yaitu :
a. putusan
tentang praperadilan ;
b. perkara
pidana yang diancam pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau diancam
pidana denda ;
c. perkara
tata usaha Negara yang objek gugatannya berupa keputusan pejabat daerah yang
jangkauan keputusannya berlaku di wilayah daerah yang bersangkutan ;
Mahkamah Agung dalam
Tingkat Kasasi membatalkan Putusan atau penetapan Pengadilan-pengadilan dari
Semua Lingkungan Peradilan, karena :
a. tidak
berwenang atau melampai batas wewenang ;
b. salah
menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku ;
c. lalai
memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan yang
mengancam kelalaian itu dengan batalnya putusan yang bersangkutan ;
Menurut Pasal 46 ayat (1)
Undang-undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung bahwa permohonan
kasasi dapat diajukan dalam tenggang waktu 14 (empat belas) hari. Adapun yang
dapat mengajukan kasasi adalah pihak dalam perkara tersebut atau Kuasanya. Sedangkan
dalam perkara pidana yang dapat mengajukan permohonan kasasi adalah Terdakwa/
Penasihat Hukumnya atau Penuntut Umum ;
Selain kasasi biasa, dalam
Hukum Acara Pidana dikenal pula Kasasi Demi Kepentingan Hukum. Kasasi ini hanya
dapat diajukan 1 (satu) kali saja yaitu terhadap putusan yang telah
berkekuatan hukum tetap. Pihak yang dapat mengajukan adalah Jaksa
Agung.
Kasasi demi kepentingan
hukum diajukan secara tertulis oleh Jaksa Agung kepada Mahkamah Agung R.I.
melalui Kepaniteraan Pengadilan Negeri yang memutus perkara pada tingkat
pertama.
Kasasi
demi kepentingan hukum tidak boleh merugikan pihak yang
berkepentingan.
Salinan putusan demi
kepentingan hukum oleh Makamah Agung disampaikan kepada Jaksa Agung dan kepada
Pengadilan yang bersangkutan dengan disertai berkas perkara.
PENINJAUAN
KEMBALI TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN YANG TELAH MEMPUNYAI KEKUATAN HUKUM TETAP.
Menurut Pasal 66 ayat (1)
Undang-undang Nomor 14 Tahun 1985 sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor
5 Tahun 2004 dan Undang-undang Nomor 3 Tahun 2009. bahwa Peninjauan
Kembali (PK) dapat diajukan hanya 1 (satu) kali dan permohonan PK tidak
menangguhkan atau menghentikan pelaksanaan putusan Pengadilan.
Peninjauan
Kembali dalam Perkara Pidana.
Diatur
secara Khusus dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dari Pasal
263 sampai dengan Pasal 269.
Permintaan Peninjauan
Kembali (PK) dapat diajukan terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap, kecuali putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan
hukum, terpidana atau ahli warisnya dapat mengajukan permintaan PK ke Mahkamah
Agung (Pasal 263 ayat 3 KUHAP).
Ahli
waris hanya dapat mengajukan permintaan PK dalam hal Terpidana telah meninggal
dunia.
Selama persidangan
pemeriksaan alasan PK oleh Majelis Hakim yang ditunjuk walaupun
telah ada Kuasanya/ Penasihat Hukumnya, apabila permintaan itu diajukan oleh
terpidana, maka ia diharuskan hadir dipersidangan (Pasal 265 ayat 2 KUHAP dan
Rakernas Jakarta tahun 2011). Sedangkan apabila terpidana telah meninggal dunia dan
yang mengajukan permintaan PK adalah ahli warisnya, maka Ahli warisnya harus
hadir dipersidangan. Hal ini dapat dipahami dari ketentuan Pasal 265 ayat 2
KUHAP bahwa Pemohon PK dan Jaksa ikut hadir dipersidangan, padahal menurut Pasal
263 ayat (1) KUHAP Pemohon PK dapat diajukan oleh Terpidana
atau Ahli warisnya.
Dalam praktek dan
yurisprudensi terhadap putusan bebas dapat diajukan PK dan terhadap Termohon PK
dijatuhi pidana.
Khusus untuk permintaan
Peninjauan Kembali dalam perkara pidana tidak dibatasi dengan jangka waktu
(Pasal 264 ayat 3 KUHAP).
Permintaan Peninjauan
Kembali (PK) dilakukan atas dasar :
- apabila
terdapat keadaan baru yang menimbulkan dugaan kuat, bahwa jika keadaan itu
sudah diketahui pada waktu sidang masih berlangsung, hasilnya akan berupa
putusan bebas atau putusan lepas dari segala tuntutan hukum atau tuntutan
Penuntut Umum tidak dapat diterima atau terhadap perkara itu diterapkan
ketentuan pidana yang lebih ringan ;
- apabila
dalam pelbagai putusan, terdapat pernyataan bahwa sesuatu telah terbukti,
akan tetapi hal atau keadaan sebagai dasar dan alasan putusan yang
dinyatakan telah terbukti itu, ternyata telah bertentangan satu dengan
yang lain. Apabila putusan itu dengan jelas memperlihatkan suatu
kekhilapan hakim suatu kekeliruan nyata.
Ketua Pengadilan setelah
menerima permintaan PK menunjuk Majelis Hakim/ hakim yang
tidak memeriksa perkara semula.
Selanjutnya Majelis Hakim
yang ditunjuk memeriksa permohonan PK dan setelah memberikan kesempatan kepada
Jaksa untuk menyampaikan pendapatnya, Majelis memberikan kesempatan kepada
Pemohon PK dan Jaksa untuk mengajukan bukti dan selanjutnya Majelis Hakim
memberikan pendapat yang dituangkan dalam Berita Acara Pendapat.
Berita Acara Persidangan
ditanda tangani oleh Majelis Hakim, Jaksa, Pemohon PK dan Panitera, sedangkan
Berita Acara Pendapat hanya ditandatangani oleh Majelis Hakim dan Panitera.
Setelah kelengkapan berkas
terpenuhi maka berkas perkara dikirim ke Mahkamah Agung R.I.
Putusan Mahkamah Agung
dapat menerima atau menolak/tidak menerima Permohonan PK. Apabila
Mahkamah Agung membenarkan alasan permohonan PK (menerima), Mahkamah Agung
membatalkan putusan yang diminta PK dan menjatuhkan putusan yang dapat berupa :
- Putusan
bebas ;
- Putusan
lepas dari segala tuntutan hukum ;
- Putusan
tidak dapat menerima tuntutan ;
- Putusan
dengan menerapkan ketentuan pidana yang lebih ringan.
Peninjauan Kembali dalam
Perkara Perdata.
PK dalam Perkara Perdata
dapat diajukan pihak yang berperkara berdasarkan atas alasan :
- Apabila
putusan didasarkan pada suatu kebohongan atau tipu muslihat pihak lawan
yang diketahui setelah perkaranya diputus atau didasarkan pada bukti-bukti
yang kemudian oleh hakim pidana dinyatakan palsu ;
- Apabila
setelah perkara diputus, ditemukan surat-surat bukti yang bersifat
menentukan yang pada waktu perkara diperiksa tidak dapat ditemukan ;
- Apabila
telah dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut atau lebih dari pada yang
dituntut ;
- Apabila
mengenai suatu bagian dari tuntutan belum diputus tanpa dipertimbangkan
sebab-sebabnya ;
- Apabila
antara pihak-pihak yang sama mengenai suatu soal yang sama, atas dasar
yang sama oleh pengadilan yang sama atau sama tingkatnya telah memberi
putusan yang bertentangan satu dengan yang lain ;
- Apabila
dalam suatu putusan terdapat suatu kehilapan hakim atau suatu kekeliruan
yang nyata ;
Permohonan PK tersebut
harus diajukan ke Mahkamah Agung melalui Pengadilan Negeri yang memutus perkara
dalam tingkat pertama oleh para pihak yang berperkara, ahli warisnya atau wakilnya
yang secara secara khusus memperoleh kuasa untuk itu.
Tenggang
waktu pengajuan permohonan PK adalah 180 (seratus delapan puluh) hari untuk :
a.
yang disebut pada huruf a sejak diketahui kebohongan atau tipu muslihat atau
sejak putusan hakim pidana memperoleh kekuatan hukum tetap dan telah diberitahu
kepada pihak yang berperkara ;
b. yang
disebut huruf b sejak ditemukan surat-surat bukti yang hari serta tanggal
ditemukannya harus dinyatakan di bawah sumpah dan disahkan oleh Pejabat yang
berwenang ;
c. yang
disebut c, d dan f sejak putusan memperoleh kekuatan hukum tetap dan telah
diberitahukan kepada para pihak yang berperkara ;
d. yang
disebut huruf e sejak putusan yang terakhir dan bertentangan itu memperoleh
kekuatan hukum tetap dan telah diberitahu kepada pihak yang berperkara.
Terhadap permohonan PK
tersebut pihak lawannya berhak mengajukan jawaban dan setelah berkas berkas
telah lengkap berkas dikirim ke Mahkamah Agung. Selanjutnya Mahkamah Agung
dalam memutus permohonan PK dapat mengabulkan permohuan PK dengan
membatalkan putusan yang dimohon PK dengan memeriksa dan memutuskan sendiri
perkaranya. Demikian pula Mahkamah Agung dapat menolak permohonan PK.
Perlawanan Pihak Ketiga
(Derden Verzet).
Perlawanan oleh Pihak
ketiga terhadap sita eksekusi atau sita jaminan tidak hanya dapat diajukan atas
dasar hak milik, tetapi juga atas dasar hak lainnya.
Dalam praktek selain
perlawanan terhadap sita eksekusi atau sita jaminan dikenal pula perlawanan
terhadap eksekusi oleh pihak ketiga. Perlawanan ini juga tidak hanya dapat
dilakukan atas dasar hak milik, tetapi juga dapat dilakukan atas
dasar hak-hak lainnya, seperti hak pakai, HGB, HGU, hak tanggungan, hak sewa
dan lain-lain.
Menurut Prof. Dr Supomo,SH.
sebagaimana dikutif oleh Prof. Dr. Sudikno Mertokusumo,SH., dalam bukunya Hukum
Acara Perdata Indonesia bahwa perlawanan terhadap eksekusi riel, tidak
diatur dalam H.I.R, sekalipun demikian dapat diajukan.
Perlawanan pihak ketiga ini
adalah upaya hukum luar biasa dan pada azasnya tidak menangguhkan eksekusi.
namun apabila perlawanan tersebut diyakini benar dan beralasan, maka eksekusi
ditangguhkan setidaknya sampai dijatuhkan putusan oleh Pengadilan Negeri.
Dalam praktek Ketua
Pengadilan Negeri sering menangguhkan pelaksanaan eksekusi karena
adanya perlawanan, dengan pertimbangan apabila eksekusi tersebut dijalankan,
apalagi jika ekskusi tersebut adalah eksekusi riel yang bersifat pembongkaran
atas bangunan atau penjualan (lelang), maka apabila ternyata perlawanannya
tersebut dikabulkan, maka dapat merugikan pelawan, bahkan sulit mengembali
objek pada keadaan semula.
Selanjutnya perlu untuk
diketahui bahwa perlawanan terhadap eksekusi ini diajukan setelah adanya
penetapan dari Ketua Pengadilan Negeri yang berisi perintah dilaksanakannya
eksekusi dan apabila eksekusinya telah selesai dilaksanakan, maka pihak ke
tiga dapat diajukan gugatan biasa.
Terhadap putusan ini dapat
diajukan upaya hukum.
Dihimpun oleh Ahmad
Shalihin, SH.MH., Ketua Pengadilan Negeri Manado.
Di posting oleh PATUH-Oi.
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.