PATUH-Oi

Tuesday, October 30, 2012

MEKANISME BERACARA PERKARA PERDATA DI PENGADILAN NEGERI


TATA CARA PELAKSANAAN 
PERMOHONAN PENDAFTARAN PERKARA PERDATA 



PELAKSANAAN PENDAFTARAN GUGATAN TINGKAT PERTAMA

1.     Penggugat atau melalui Kuasa Hukumnya mengajukan gugatan yang ditujukan kepada Ketua Pengadilan Negeri pada Pengadilan Negeri - Setempat-   di Meja 1 bagian Perdata, dengan beberapa perlengkapan / Persyaratan yang harus dipenuhi: 
    a.
 Surat Permohonan / Gugatan; 
    b. Surat Kuasa yang sudah dilegalisir (apabila menggunakan Advokat); 
2.     Gugatan dan Surat Kuasa Asli harus mendapat persetujuan dari Ketua Pengadilan Negeri - Setempat-  ; 
3.     Setelah mendapat persetujuan, maka Penggugat / kuasanya membayar biaya gugatan / SKUM di Kasir; 
4.     Memberikan SKUM yang telah dibayar ke Meja 2 dan menyimpan bukti asli untuk arsip. 
5.     Menerima tanda bukti penerimaan Surat Gugatan dari Meja 2. 
6.     Menunggu Surat Panggilan sidang dari Pengadilan Negeri - Setempat-   yang disampaikan oleh Juru Sita Pengganti. 
7.     Menghadiri Sidang sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan

PELAKSANAAN PENDAFTARAN GUGATAN TINGKAT BANDING
1.     Pemohon atau melalui Kuasa Hukumnya mengajukan permohonan kepada Pengadilan Negeri - Setempat-   di Meja 3 bagian Perdata, dengan beberapa perlengkapan / Persyaratan yang harus dipenuhi: 
    a.
 Surat Permohonan Banding; 
    b.
 Surat Kuasa yang sudah dilegalisir (apabila menggunakan Advokat); 
    c.
 Memori Banding 
2.     Pemohon / kuasanya membayar biaya gugatan / SKUM di Kasir;
3.     Memberikan SKUM yang telah dibayar ke Meja 3 dan menyimpan bukti asli untuk arsip. 
4.     Menerima tanda bukti penerimaan Surat Permohonan dari Meja 3. 
5.     Menunggu Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Berkas (Inzage), Pemohon diberikan jangka waktu 14 hari untuk datang ke Pengadilan Negeri setempat untuk mempelajari berkas. 
6.     Menunggu Surat Pemberitahuan Kontra Memori Banding dan salinan Kontra Memori Banding.
7.     Menunggu kutipan putusan dari Pengadilan Tinggi yang akan disampikan oleh Juru Sita Pengganti.

PELAKSANAAN PENDAFTARAN GUGATAN TINGKAT KASASI

1.     Pemohon atau melalui Kuasa Hukumnya mengajukan permohonan kepada Pengadilan Negeri - Setempat-   di Meja 3 bagian Perdata, dengan beberapa perlengkapan / Persyaratan yang harus dipenuhi: 
    a.
 Surat Permohonan Kasasi; 
    b.
 Surat Kuasa yang sudah dilegalisir (apabila menggunakan Advokat); 
    c.
 Memori Kasasi 
2.     Pemohon / kuasanya membayar biaya gugatan / SKUM di Kasir;
3.     Memberikan SKUM yang telah dibayar ke Meja 3 dan menyimpan bukti asli untuk arsip.
4.     Menerima tanda bukti penerimaan Surat Permohonan dari Meja 3. 
5.     Menunggu Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Berkas (Inzage), Pemohon diberikan jangka waktu 14 hari untuk datang ke Pengadilan Negeri setempat untuk mempelajari berkas. 
6.     Menunggu Surat Pemberitahuan Kontra Memori Kasasi dan salinan Kontra Memori Kasasi. 
7.     Menunggu kutipan putusan dari Mahkamah Agung yang akan disampaikan oleh Juru Sita Pengganti.









­­­­­


bagan.jpg
bagan2.jpg

PROSES Beracara PERKARA PERDATA .

1.  Permohonan 
2.  Gugatan
3.  Penyitaan
4.  Turnamen
5.  Eksekusi
6.  Lelang 


PERKARA PERMOHONAN

Permohonan harus diajukan dengan surat permohonan yang ditandatangani oleh pemohon atau kuasanya yang sah dan ditujukan kepada Ketua Pengadilan Negeri, tempat tinggal pemohon.

Permohonan disampaikan ke Pengadilan Negeri, kemudian didaftarkan dalam buku Register dan diberi Nomor urut, setelah pemohon membayar Persekot Biaya Perkara, yang besarnya sudah ditentukan oleh Pengadilan Negeri (pasal 121 HIR).
 
Bagi pemohon yang benar-benar tidak mampu membayar biaya perkara, hal mana harus dibuktikan dengan surat keterangan dari Kepala Desa yang bersangkutan, dapat mengajukan permohonannya secara prodeo.
 
Pemohon yang tidak bisa menulis dapat mengajukan permohonannya secara lisan dihadapan Ketua Pengadilan Negeri, yang akan menyuruh mencatat permohonan tersebut (pasal 120 HIR).
 

Hal permohonan termasuk dalam pengertian yurisdiksi volunter.
 Berdasarkan permohonan yang diajukan itu, Hakim akan memberi suatu penetapan. 
Ada permohonan tertentu yang harus dijatuhkan berupa putusan oleh Pengadilan Negeri, misalnya dalam hal diajukan permohonan pengangkatan anak oleh seorang Warga Negara Asing (WNA) terhadap anak Warga Negara Indonesia (WNI), atau oleh seorang Warga Negara Indonesia (WNI) terhadap anak Warga Negara Asing (WNA).
 (SEMA No. 6/1983). 

Tidak semua permohonan dapat diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri.
 Pengadilan Negeri hanya berwenang untuk memeriksa dan mengabulkan permohonan, apabila hal itu ditentukan oleh suatu peraturan perundang-undangan atau yurisprudensi. 

Contoh aplikasi yang dapat diajukan dan ditetapkan oleh Pengadilan Negeri adalah: 
Ø  Permohonan pengangkatan wali bagi anak yang belum dewasa. 
Ø  Permohonan pengangkatan pengampu untuk orang dewasa yang kurang ingatannya atau orang dewasa yang tidak bisa mengurus hartanya lagi, misalnya karena pikun. 
Ø  Permohonan dispensasi nikah bagi pria yang belum mencapai umur 19 tahun dan bagi wanita yang belum mencapai umur 16 tahun, yang dapat diajukan ke Pengadilan Agama atau Pengadilan Negeri (pasal 7 UU No.1 tahun 1974). 
Ø  Permohonan izin nikah bagi calon mempelai yang belum berumur 21 tahun (pasal 6 ayat (5) UU No. I tahun 1974). 
Ø  Permohonan pembatalan perkawinan (pasal 25, 26 dan 27 UU No.1 tahun 1974).
Ø  Permohonan pengangkatan anak (diperhatikan SEMA No. 6/1983). 
Ø  Perwohonan untuk memperbaiki kesalahan dalam akta catatan sipil, misalnya apabila nama anak secara salah disebutkan dalam akta tersebut. 
Ø  Permohonan untuk menunjuk seorang atau beberapa orang wasit, oleh karena para pihak tidak bisa atau tidak bersedia untuk menunjuk wasit. 
Ø  Permohonan untuk pencatatan kelahiran, setelah lewat 1 (satu) tahun sejak tanggal kelahiran.

Permohonan untuk menetapkan, bahwa sebidang tanah adalah milik pemohon tidak dapat dikabulkan oleh Pengadilan Negeri. Hak Milik atas sebidang tanah harus dibuktikan dengan sertifikat tanah atau apabila dipermasalahkan dalam suatu gugatan, dibuktikan dengan alat bukti lain dipersidangan.

Dernikian juga permohonan untuk rnenetapkan seseorang atau beberapa orang adalah ahliwaris almarhurn, tidak dapat diajukan.
 Penetapan ahli waris dapat dikabulkan dalam suatu gugatan mengenai warisan almarhum.

Untuk mengalihkan hak atas tanah, menghibahkan, mewakafkan, menjual, membalik nama sebidang tanah dan rumah, yang semula tercatat atas nama almarhum atau almarhumah, cukup dilakukan:
Ø  Bagi mereka yang berlaku Hukum Waris BW, dengan surat keterangan hak waris, yang dibuat oleh Notaris. 
Ø  Bagi mereka yang berlaku Hukum Waris Adat dengan surat keterangan ahliwaris yang dibuat oleh ahli waris yang bersangkutan sendiri, yang disaksikan oleh Lurah dan diketahui Camat dari desa dan kecamatan tempat tinggal almarhum. 
Ø  Bagi mereka yang berlaku Hukum Waris lain-lainnya, misalnya Warga Negara Indonesia keturunan India, dengan surat keterangan ahliwaris yang dibuat oleh Balai Harta Peninggalan (perhatikan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri, Direktur Jenderal Agraria, Kepala Direktorat Pendaftaran Tanah, ub Kepala Pembinaan Hukum, R . Soepandi, tertanggal 20 Desember 1969, No. Dpt/I12/63/12/69, yang terdapat dalarn buku Tuntunan untuk Kantor Pembuat Akte Tanah, Dep. Dalam Negeri, Ditjen.-Agraria, halaman 85). 
Tidak diizinkan untuk mengabulkan suatu permohonan dan rnenetapkan seorang atau beberapa orang sebagai pemilik atau memiliki hak atas suatu barang.
 
Tidaklah pula dapat dikeluarkan penetapan atas surat permohonan untuk menyatakan suatu dokumen atau sebuah akta adalah sah.
 Akta Dibawah Tangan Tentang Keahliwarisan Akta ini dibuat oleh ahli waris almarhum. 
Mereka membuat suatu surat pernyataan bahwa diri mereka adalah ahli waris, dan dengan menyebutkan posisi masing-masing dalam hubungan keluarga yang telah meninggal. 
Pernyataan yang dibuat tersebut dapat dimintakan untuk disahkan tanda-tangannya oleh Notaris atau Ketua Pengadilan Negeri. 
Setelah dibacakan dan dijelaskan dihadapan para pihak oleh Ketua Pengadilan Negeri atau Hakim yang ditunjuk, tanda tangan mereka disyahkan dengan mendasarkan ketentuan pasal 2 (1) Stbld. 1916-46 dengan cara, dibawah pernyataan tersebut dibubuhi: Yang bertanda tangan di bawah ini, Ketua / Hakim Pengadilan Negeri Setempat menjelaskan, bahwa orang bernama_________ telah saya kenal atau telah diperkenalkan kepada saya, dan kepadanya / mereka telah saya jelaskan isi pernyataan dalam akta tersebut diatas, dan setelah itu ia / mereka membubuhkan tanda tangannya di depan saya. 
Surat keterangan ahli waris tersebut hanya berlaku untuk suatu kebutuhan tertentu, karena itu agar di bawahnya dicantumkan dengan huruf-huruf besar sebagai berikut (sebagai contoh): CATATAN: AKTA DI BAWAH TANGAN INI YANG DISAHKAN INI KHUSUS BERLAKU UNTUK MENGAMBIL UANG DEPOSITO DI BANK __________ ATAS NAMA _____________ Dan kemudian dibubuhi cap Pengadilan Negeri. Sesuai dengan pasal 3 ayat (1), akta tersebut dicatat dalam Buku Register yang khusus disediakan untuk itu.


GUGATAN
Gugatan harus diajukan dengan surat gugat yang ditandatangani oleh Penggugat atau kuasanya yang sah dan ditujukan kepada Ketua Pengadilan Negeri.
 
Gugatan disampaikan kepada Pengadilan Negeri, kemudian akan diberi nomor dan didaftarkan dalam buku Register setelah Penggugat membayar Panjar Biaya Perkara, yang besarnya ditentukan oleh Pengadilan Negeri (pasal 121 HIR).
 
Bagi Penggugat yang benar-benar tidak mampu membayar biaya perkara, hal mana harus dibuktikan dengan surat keterangan dari Kepala Desa yang bersangkutan, dapat mengajukan gugatannya secara prodeo.
 
Penggugat yang tidak bisa menulis dapat mengajukan gugatannya secara lisan dihadapan Ketua Pengadilan negeri, yang akan menyuruh mencatat gugatan tersebut (pasal 120 HIR).

KOMPETENSI relatif (pasal 118 (1) HIR)
Pengadilan Negeri berwenang memeriksa gugatan yang daerah hukumnya, meliputi: 
Dimana tergugat bertempat tinggal.       
Dimana tergugat sebenarnya berdiam (jikalau tergugat tidak diketahui tempat tinggalnya). 
Salah satu tergugat bertempat tinggal, jika ada banyak tergugat yang tempat tinggalnya tidak dalam satu daerah hukum Pengadilan Negeri.
 
Tergugat utama bertempat tinggal, jika hubungan antara tergugat-tergugat adalah sebagai yang berhutang dan penjaminnya.
 
Penggugat atau salah satu dari Penggugat bertempat tinggal dalam hal: 
   1. tergugat tidak memiliki tempat tinggal dan tidak diketahui dimana ia berada.
 
   2. tergugat tidak dikenal.
   3. Dalam hal tersebut diatas dan yang menjadi objek gugatan adalah benda tidak bergerak (tanah), maka ditempat benda yang tidak bergerak terletak.
   4. (Ketentuan HIR dalam hat ini berbeda dengan Rbg. Menurut pasal 142 RBg, jika benda gugatan adalah tanah, maka gugatan selalu dapat diajukan ke Pengadilan Negeri dimana tanah itu berada).
 

Dalam hal ada pilihan domisili secara teI1! llis dalam akta, jika Penggugat menghendaki, ditempat domisili yang dipilih itu.
 
Apabila tergugat pada hari sidang pertama tidak mengajukan tangkisan (eksepsi) tentang wewenang mengadili secara relatif ini, Pengadilan Negeri tidak bisa menyatakan dirinya tidak berwenang.

(Hal ini adalah sesuai dengan ketentuan Pasal 133 HIR, yang menyatakan, bahwa eksepsi mengenai kewenangan relatip harus diajukan pada awal sidang, apabila diajukan terlambat, Hakim dilarang untuk memperhatikan eksepsi tersebut).

KUASA / WAKIL
Untuk bertindak sebagai Kuasa / Wakil dari Penggugat / tergugat maupun pemohon, seseorang harus memenuhi persyaratan:
1.     Memiliki surat kuasa khusus yang harus diserahkan dipersidangan atau pemberian kuasa disebutkan dalam surat gugatan / permohonan, atau kuasa / wakil ditunjuk oleh pihak yang berperkara / pemohon dalam konferensi secara lisan. 
2.     Memenuhi Persyaratan yang ditentukan dalam peraturan Menkeh No. 1/1985 jo Keputusan Menkeh tanggal 7 Oktober 1965 No. JP14-2-11. 
3.     Telah terdaftar sebagai Advokat / Pengacara praktek di kantor Pengadilan Tinggi / Pengadilan Negeri setempat atau secara khusus telah diizinkan untuk bersidang mewakili Penggugat / tergugat dalam perkara tertentu. 
4.     Permohonan banding atau kasasi yang diajukan oleh Kuasa / Wakil dari pihak yang bersangkutan barus dilampiri dengan surat kuasa khusus untuk mengajukan permohonan tersebut atau surat kuasa yang dipergunakan di Pengadilan Negeri telah menyebutkan pemberian kuasa pula untuk mengajukan banding atau kasasi.Untuk menjadi kuasa dari pihak tergugat juga terjadi hal-hal tersebut diatas.
5.     Kuasa / Wakil Negara / Pemerintah dalam suatu perkara perdata berdasarkan Stbl. 1922 No. 522 dan pasal 123 ayat 2 HIR, adalah: 
 a.
- Pengacara Negara yang diangkat oleh Pemerintah. 
 b.
- Jaksa. 
 c.
- Orang tertentu atau Kantor-kantor yang diangkat / ditunjuk oleh Instansi-instansi yang bersangkutan. 
Jaksa tidak perlu menyerahkan Surat Kuasa khusus.
 Kantor atau orang yang diangkat / ditunjuk oleh instansi yang bersangkutan, cukup hanya menyerahkan Salinan Surat pengangkatan / penunjukan, yang tidak bermaterai.


PERKARA GUGUR

Apabila pada hari sidang pertama Penggugat atau semua Penggugat tidak datang, meskipun telah dipanggil dengan patut dan juga tidak mengirim kuasanya yang sah, sedangkan tergugat atau kuasanya yang sah datang, maka gugatan digugurkan dan Penggugat dihukum untuk membayar biaya perkara.
 Penggugat dapat mengajukan gugatan tersebut sekali lagi dengan membayar Panjar Biaya Perkara lagi. Bila telab dilakukan sita jaminan, sita tersebut ikut gugur. 

Dalam hal-hal tertentu, misalnya apabila Penggugat tempat tinggalnya jauh atau ia benar mengirim kuasanya, namun surat kuasanya tidak memenuhi syarat, Hakim dapat mengundurkan dan menyuruh memanggil Penggugat sekali lagi. Kepada pihak yang datang diberitahukan agar ia menghadap lagi tanpa panggilan. 
Jika Penggugat pada hari sidang pertama tidak datang, meskipun ia telah dipanggil dengan patut, tetapi pada hari kedua ia datang dan pada hari ketiga Penggugat tidak hadir lagi, perkaranya tidak bisa digugurkan (pasal 124 HIR).

PUTUSAN VERSTEK
Apabila pada hari sidang pertama dan pada hari sidang kedua tergugat atau semua tergugat tidak datang padahal telah dipanggil dengan patut dan juga tidak mengirim kuasanya yang sah, sedangkan Penggugat / para Penggugat selalu datang, maka hal akan diputus verstek. 
Meskipun tergugat tidak hadir pada hari sidang pertama atau tidak mengirim kuasanya yang sah, tetapi'jlka ia mengajukan jawaban tertulis berupa tangkisan tentang tidak berwenang mengadili, maka hal tidak diputus dengan verstek.

Tangkisan / eksepsi
Tangkisan atau eksepsi yang diajukan oleh tergugat, diperiksa dan diputus bersama-sama dengan pokok perkaranya, kecuali jika eksepsi itu mengenai tidak berwenangnya Pengadilan Negeri untuk memeriksa hal tersebut. 
Bila diputuskan bersama-sama dengan pokok perkara, dalam pertimbangan hukum dan dalam diktum putusan, tetap disebutkan:
 
Dalam eksepsi:
.............. (Pertimbangan lengkap). 
Dalam pokok perkara ..... (Pertimbangan lengkap).


PENCABUTAN SURAT GUGATAN 
Gugatan dapat dicabut secara sepihak jika hal belum diperiksa. Tetapi jika hal sudah diperiksa dan tergugat telah memberi jawabannya, maka pencabutan perkara harus mendapat persetujuan dari tergugat (pasal 271, 272 RV). 

PERUBAHAN / PENAMBAHAN gugatan Pembahan dan / atau penambahan gugatan diperkenankan, asal diajukan pada hari sidang pertama dimana para pihak hadir, tetapi hat tersebut harus ditanyakan pada pihak lawannya guna pembelaan kepentingannya. Penambahan dan / atau penambahan gugatan tidak dapat sedemikian rupa, sehingga dasar pokok gugatan menjadi lain dari materi yang menjadi sebab hal antara kedua belah pihak tersebut. Dalam hal demikian, maka surat gugat harus dicabut.

PERDAMAIAN (MEDIASI)
Jika kedua beIah pihak hadir dipersidangan, Hakim harus berusaha mendamaikan mereka. Usaha tersebut tidak terbatas pada hari sidang pertama saja, melainkan dapat dilakukan meskipun taraf pemeriksaan telah lanjut (pasal 130 HIR). 
Jika usaha perdamaian berhasil, maka dibuatlah akta perdamaian, yang harus dibacakan terlebih dahulu oleh Hakim dihadapan para pihak, sebelum Hakim menjatuhkan putusan yang menghukum kedua belah pihak untuk mentaati isi perdamaian tersebut.
 
Akta perdamaian memiliki kekuatan yang sama dengan putusan Hakim yang berkuatan hukum tetap dan apabila tidak dilaksanakan, eksekusi dapat dimintakan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang bersangkutan. 
Terhadap putusan perdamaian tidak dapat diajukan upaya hukum banding. 
Jika usaha perdamaian tidak berhasil, hal mana harus dicatat dalam berita acara persidangan, maka pemeriksaan perkara dilanjutkan dengan membacakan surat gugatan dalam bahasa yang dimengerti oleh para pihak, jika perlu dengan menggunakan penerjemah (pasal 131 HIR).
 

Khusus untuk gugat cerai:

1.     Apabila dalam perkawinan tersebut ada anak, agar berusaha untuk mendamaikan kedua belah pihak dan sedapat mungkin suami-istri harus datang sendiri. 
2.     Apabila usaha perdamaian berhasil, gugatan harus dicabut. Sehubungan dengan perdamaian ini tidak bisa dibuat akta perdamaian. 
3.     Apabila usaha perdamaian gagal, gugat cerai diperiksa dengan sidang tertutup.

Penggugat / TERGUGAT MENINGGAL DUNIA
Jika Penggugat atau tergugat setelah mengajukan gugatan meninggal dunia, maka ahliwarisnya dapat melanjutkan perkara.

BIAYA YANG DAPAT TIMBUL DALAM PERSIDANGAN
Jika selama pemeriksaan perkara atas permohonan salah satu pihak ada hal-hal/perbuatan yang barus dilakukan, maka biaya dibebankan kepada pemohon dan dianggap sebagai Persekot Biaya Perkara, yang dikemudian hari akan diperhitungkan dengan biaya perkara yang harus dibayar oleh pihak yang dengan putusan Hakim dihukum untuk membayar biaya perkara, biasanya pihak yang dikalahkan. 
Pihak lawan, apabila ia mau, dapat membayarnya Jika kedua belah pihak tidak mau membayar biaya tersebut, maka hal / perbuatan yang barus dilakukan itu tidak jadi dilakukan, kecuali jika hal / perbuatan itu menurut Hakim memang sangat diperlukan.
 Dalam hal itu, biaya tersebut sementara akan diambil dari uang Panjar Biaya Perkara yang telah dibayar oleh Penggugat (pasal 160 HIR).

PENGGABUNGAN PERKARA
Beberapa gugatan dapat digabungkan menjadi satu, saat antara gugatan-gugatan yang digabungkan itu, terdapat hubungan erat atau ada koneksitas.Hubungan erat ini harus dibuktikan berdasarkan fakta. 
Penggabungan gugatan diperkenankan apabila menguntungkan proses, yaitu apabila antara gugatan yang digabungkan itu ada koneksitas dan penggabungan akan memudahkan pemeriksaan, serta akan dapat mencegah kemungkinan adanya putusan-putusan yang saling bertentangan.

VOEGING, INTERVENSI DAN VRIJWARING
HIR / RBg tidak mengenal voeging, interventie, dan vrijwaring, tetapi ketika benar-benar dibutuhkan dalam praktek sedangkan belum ada kaidah hukum yang mengaturnya, ketiga lembaga hukum ini dapat dipergunakan dengan berpedoman pada Rv. (Pasal 279 Rv dan seterusnya, dan pasal 70 Rv dan seterusnya), karena pada dasarnya Hakim wajib mengisi kekosongan, baik dalam hukum materiil maupun hukum formil. 
Putusan Hakim bertujuan untuk memberi solusi terhadap masalah yang sedang diadilinya sedemikian rupa, sehingga apabila hal tersebut menyangkut pihak yang lain dari Penggugat dan tergugat, maka Hakim atas permintaan, dapat mengabulkan permintaan pihak ketiga untuk ikut serta dalam 'proses, sehingga Hakim dapat memberi putusan untuk semua orang yang berkepentingan.
Voeging terjadi, apabila dalam sidang datang pihak ketiga yang mengajukan permohonan untuk bergabung pada Penggugat atau tergugat. Voeging dikabulkan atau ditolak dengan putusan sela. 

Interventie (tussenkomst) terjadi:
 
1. apabila pihak ketiga merasa memiliki kepentingan yang akan terganggu, jika ia tidak ikut dalam proses perkara itu.
2. Misalnya dalam interventie barang milik intervenient, yang diperebutkan oleh Penggugat dan tergugat. Untuk mendapatkan barang itu dan agar barang itu dinyatakan sebagai miliknya, maka interventie diajukan. Interventie dikabulkan atau ditolak dengan putusan sela. 
3. Sebenarnya ketika pihak yang berkepentingan itu tidak mencampuri proses yang bersangkutan, ia dapat mempertahankan haknya dalam suatu proses tersendiri, akan tetapi perlindungan haknya itu akan lebih mudah ditempuh dengan cara interventie, yang hal dapat pula mencegah putusan putusan yang saling bertentangan. 

Vrijwaring adalah penarikan pihak ketiga untuk bertanggung jawab. Vrijwaring diajukan dengan sesuatu permohonan dalam proses pemeriksaan perkara oleh tergugat secara lisan atau tertulis. Misalnya: Tergugat digugat oleh Penggugat, karena barang yang dibeli oleh Penggugat mengandung cacat tersembunyi. Pada hal tergugat yang membeli barang itu dari pihak ketiga. Maka tergugat menarik pihak ketiga ini, agar bertanggung jawab atas cacat itu. 
Permohonan vrijwaring ditolak atau dikabulkan dengan putusan sela.


GUGATAN DALAM REKONPENSI (GUGAT BALIK ATAU GUGAT BALASAN)
Gugatan rekonpensi harus diajukan bersama-sama dengan jawaban selambat-lambatnya sebelum pemeriksaan mengenai pembuktian, baik jawaban secara tertulis maupun lisan (pasal 132 b HIR / pasal 158 Rbg).

Jika dalam pemeriksaan tingkat pertama tidak diajukan gugatan dalam rekonpensi, maka dalam pemeriksaan tingkat banding tidak diizinkan lagi untuk mengajukan gugatan balik.
 

Kedua gugatan (dalam konpensi dan dalam rekonpensi diperiksa bersama-sama dan diputus dalam satu putusan. 
Akan tetapi Hakim dapat memeriksa gugatan yang satu terlebih dahulu, yaitu jika gugatan yang satu ini dapat diselesaikan terlebih dahulu dari yang lain, yang mungkin masih menunggu saksi yang ada diluar negeri atau saksi yang sakit, kedua hal itu tetap diadili oleh majelis Hakim yang sama. 
Antara gugatan dalam konpensi dan gugatan dalam rekonpensi tidak diharuskan ada hubungan. Gugatan dalam rekonpensi dapat berdiri sendiri dan oleh tergugat sebenarnya dapat diajukan tersendiri, menurut acara biasa kapan saja. 
Apabila gugatan konpensi dicabut, maka gugatan rekonpensi tidak bisa dilanjutkan

Penyitaan SITA JAMINAN 
Sita jaminan dilakukan atas perintah Hakim / Ketua Majelis sebelum atau selama proses pemeriksaan berlangsung.Hakim / Ketua Majelis membuat surat penetapan. Penyitaan dilakukan oleh Juru Sita / Panitera Pengadilan Negeri dengan dua orang pegawai pengadilan sebagai saksi. Dalam hal dilakukan sita jaminan sebelum sidang dimulai, maka harus diperhatikan hal-hal sebagai berikut: Penyitaan hendaknya dilakukan terhadap barang milik tergugat (atau dalam hal sita revindicatoir terhadap barang bergerak tertentu milik Penggugat yang ada di tangan tergugat yang dimaksud dalam surat gugat) sekedar cukup untuk menjamin pelaksanaan putusan dikemudian hari. Apabila yang disita adalah sebidang tanah, dengan atau tanpa rumah, maka berita acara penyitaan harus didaftarkan sesuai ketentuan yang terdapat dalam pasal 227 ( 3) jo pasal 198 dan pasal 199 HIR. Apabila penyitaan tersebut telah didaftarkan di Badan Pertanahan Nasional atau Kelurahan, maka sejak didaftarkannya itu, tersita dilarang untuk menyewakan, mengalihkan dengan cara apapun, atau membebankan / menjaminkan tanah tersebut. Tindakan tersita yang bertentangan dengan larangan tersebut adalah batal demi hukum. Barang yang disita itu, meskipun jelas adalah milik Penggugat yang disita dengan sita conservatoir, harus tetap dipegang / dikuasai oleh tersita. Adalah salah, untuk menitipkan barang itu kepada Lurah atau kepada Penggugat atau membawa barang itu untuk disimpan di gedung Pengadilan Negeri. Ada dua macam sita jaminan, yaitu sita conservatoir (terhadap milik tergugat), dan sita revindicatoir (terhadap milik Penggugat) - (pasal 227 , 226 HIR).

SITA CONSERVATOIR:
Harus ada sangka yang beralasan, bahwa tergugat sedang berdaya upaya untuk menghilangkan barang-barangnya untuk menghindari gugatan Penggugat. 
Yang disita adalah barang bergerak dan barang yang tidak bergerak milik tergugat.
 
Apabila yang disita adalah tanah, maka harus dilihat dengan seksama, bahwa tanah tersebut adalah milik tergugat dan luas serta batas-batasnya harus disebutkan dengan jelas. (Perhatikan SEMA No. 89/K11018/M/1962, tertanggal 25 April 1962).
 

Untuk menghindari salah sita, hendaknya Kepala Desa diajak serta untuk melihat kondisi tanah, bartas serta luas tanah yang akan disita. 
Penyitaan atas tanah harus dicatat dalam buku tanah yang ada di desa, selain itu sita atas tanah yang ada sertifikat harus pula didaftarkan, dan pada tanah yang belum sertifikat diberitahukan pada Kantor Pertanahan Kabupaten / Kota. 
Tentang penyitaan itu dicatat di buku khusus yang disediakan di Pengadilan Negeri yang memuat catatan tentang tanah-tanah yang disita, kapan disita dan perkembangannya.
 Buku ini adalah terbuka untuk umum. 

Sejak tanggal pendaftaran sita itu, tersita dilarang untuk menyewakan, mengalihkan atau menjaminkan tanah yang disita itu.
 Semua tindakan tersita yang dilakukan bertentangan dengan larangan itu adalah batal demi hukum. 
Kepala Desa yang bersangkutan dapat ditunjuk sebagai pengawas agar tanah tersebut tidak dialihkan kepada orang lain.
 

Penyitaan dilakukan terutama pada barang bergerak milik tergugat juga jangan berlebihan, hanya cukup untuk menjamin dipenuhinya gugatan Penggugat . Apabila barang bergerak milik tergugat tidak cukup, barulah tanahl / tanah dan rumah milik tergugat yang disita.
Apabila gugatan dikabulkan, sita jaminan dinyatakan sah dan berharga oleh Hakim dalam amar putusannya. Bila gugatan ditolak atau dinyatakan tidak dapat diterima, sita harus diperintahkan untuk diangkat. 

Setelah gugatan dikabulkan untuk sebagian dan sisanya ditolak, sita jaminan untuk sebagian dinyatakan sah dan berharga dan untuk bagian yang lain diperintah untuk diangkat. Namun apabila yang disita itu adalah sebidang tanah dan rumah, seandainya gugatan mengenai ganti rugi dikabulkan hanya untuk sebagian, tidaklah dapat diputuskan menyatakan sah dan berharga sita jaminan (misalnya, pada 1/3 tanah dan rumah yang bersangkutan). 
Sita jaminan dan sita eksekusi terhadap barang-barang milik negara dilarang, kecuali seizin dari Mahkamah Agung, setelah mendengar Jaksa Agung (pasal 65 dan 66 ICW).

SITA REVINDICATOIR:

Yang disita adalah barang bergerak milik Penggugat yang dikuasai / dipegang oleh tergugat.
 
Gugatan diajukan untuk memperoleh kembali hak atas barang tersebut.
 Kata revindicatoir berasal dari kata revindiceer, yang berarti minta kembali miliknya. 
Barang yang dimohon agar disita harus disebutkan dalam surat gugat secara jelas dan rinci, dengan menyebutkan ciri-cirinya.
 
Apabila gugatan dikabulkan untuk seluruhnya, sita revindicatoir dinyatakan sah dan berharga dan tergugat dihukum untuk menyerahkan barang tersebut kepada Penggugat. 
Dapat terjadi, bahwa gugatan dikabulkan hanya untuk sebagian dan untuk selebihnya ditolak.
 Bila hal itu terjadi, maka sita revindicatoir untuk barang-barang yang dikabulkan, dengan putusan tersebut akan dinyatakan sah dan berharga, sedangkan untuk barang-barang lainnya, diperintahkan untuk diangkat. 

Dalam rangka eksekusi barang yang dikabulkan itu diserahkan kepada Penggugat. 
Untuk selanjutnya, segala sesuatu yang dikemukakan dalam membahas sita conservatoir secara mutatis mutandis berlaku untuk sita revindicatoir.

SITA EKSEKUSI

Ada dua macam sita eksekusi:
 
   - Yang langsung.
 
   - Yang tidak langsung.

1.     Sita eksekusi yang langsung
Sita eksekusi yang langsung ditempatkan pada barang bergerak dan barang tidak bergerak milik debitur atau pihak yang kalah. 
Sehubungan dengan pelaksanaan grosse akta pengakuan hutang yang berkepala Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa atau pelaksanaan grosse akta hipotik (berfungsi sebagai grosse akta hipotik adalah sertifikat hipotik yang dikeluarkan oleh Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten / Kota yang bersangkutan. Lihat pasal 7 Peraturan Menteri Agraria No. 15 Tahun 1961 dan pasal 14 (3) Undangundang No. 16 Tahun 1985 jo PP No. 24 Tahun 1997. 
Sita eksekusi lanjutan. Bila barang-barang yang disita sebelumnya dengan sita conservatoir, yang dalam rangka eksekusi telah berubah menjadi sita eksekusi dan dilelang, hasilnya tidak cukup untuk membayar jumlah uang yang harus dibayar berdasarkan putusan Pengadilan, maka akan dilakukan sita eksekusi lanjutan terhadap barang-barang milik tergugat, untuk kemudian dilelang.
2.     Sita eksekusi yang tidak langsung 
Sita eksekusi yang tidak langsung adalah sita eksekusi yang berasal dari sita jaminan yang telah dinyatakan sah dan berharga dan dalam rangka eksekusi otomatis berubah menjadi sita eksekusi.
 
Dalam rangka eksekusi dilarang untuk menyita hewan atau alat yang benar-benar dibutuhkan oleh tersita untuk mencari nafkah (pasal 197 (8) HIR, 211 RBg).
 Perlu diperhatikan, bahwa yang tidak dapat disita adalah hewan, yang benar-benar dibutuhkan untuk mencari nafkah oleh tersita, jadi satu atau dua ekor sapi / kerbau yang benat-benar dibutuhkan untuk mengerjakan sawah. Jadi bukan sapi-sapi dari sebuah perternakan, ini selalu dapat disita. Binatang-binatang lain, yaitu, kuda, anjing, kucing, burung, yang kadang-kadang sangat tinggi harga, dapat saja disita.


SITA PERSAMAAN
Istilah dalam bahasa Belanda adalah Vergelijkend beslag, terjemahan baku belum ada. Ada yang memakai istilah sita perbandingan, ada pula yang menerjemahkan dalam sita persamaan. Mahkamah Agung memakai istilah sita persamaan. 
Sita tersebut antara lain diatur dalam pasal 463 RV yang berbunyi:
 
Apabila jurusita hendak melakukan penyitaan dan menemukan bahwa barang-barang yang akan disita itu sebelumnya telah disita terlebih dahulu, maka jurusita tidak dapat melakukan penyitaan sekali lagi, namun ia memiliki kewenangan untuk mempersamakan barang-barang yang disita itu dengan Berita Acara penyitaan, yang untuk itu oleh tersita harus diperlihatkan kepadanya.
 Ia kemudian akan dapat menyita barang-barang yang tidak disebut dalam Berita Acara itu memerintahkan kepada penyita pertama untuk menjual barang-barang tersebut secara bersamaan dalam waktu sebagaimana ditentukan dalam pasal 466 Rv. Berita Acara sita persamaan ini berlaku sebagai sarana pencegahan hasil lelang kepada penyita pertama. (Diterjemahkan secara bebas oleh redaksi.)
 
Pasal 463 Rv termasuk dalam bab Eksekusi barang bergerak.
 Dengan demikian jelaslah, bahwa pasal 463 Rv. terjadi untuk sita eksekusi terhadap barang bergerak. Jadi, apabila telah dilakukan sita eksekusi, tidak dapat dilakukan sita eksekusi lagi terhadap barang bergerak yang sama. 
Ketentuan yang hampir serupa terdapat dalam pasal 11 (12) UU PUPN, Hukum No.
 49 tahun 1960, yang berbunyi sebagai berikut: 

Atas barang yang terlebih dahulu disita untuk orang lain yang berpiutang tidak dapat dilakukan penyitaan. Jika jurusita mendapatkan barang yang demikian, ia dapat rnemberikan salinan putusan Surat paksa sebelum tanggal penjualan tersebut kepada Hakim Pengadilan Negeri, yang selanjutnya menentukan, bahwa penyitaan yang dilakukan atas barang itu akan juga dipergunakan sebagai jaminan untuk pembayaran hutang menurut Surat Paksa. 

Apabila setelah dilakukan penyitaan , tetapi sebelum dilakukan penjualan barang yang disita diajukan permintaan untuk melaksanakan suatu putusan Hakim yang diajukan terhadap penanggung hutang kepada Negara, maka penyitaan yang telah dilakukan itu dipergunakan juga sebagai jaminan untuk pembayaran hutang menurut putusan Hakim itu dan Hakim Pengadilan Negeri jika perlu memberi perintah untuk melanjutkan penyitaan atas sekian banyak barang yang belum disita terlebih dahulu, sehingga akan dapat mencukupi untuk membayar jumlah uang menurut putusanputusan itu dan biaya penyitaan lanjutan itu.
 
Dalam hal yang dimaksud dalam ayat-ayat (1) dan (2) 2, Hakim Pengadilan Negeri menentukan cara pembagian hasil penjualan antara pelaksana dan orang yang berpiutang, setelah mengadakan pemeriksaan atau melakukan panggilan selayaknya terhadap penanggung hutang kepada Negara, pelaksana dan orang yang berpiutang.
 
Pelaksanaan dan orang yang berpiutang yang menghadap atas panggilan termaksud dalam ayat (3), dapat minta banding pada Pengadilan tinggi atas penentuan pembagian tersebut.
 

Segera setelah putusan tentang pembagian tersebut mendapat kekuatan pasti, maka Hakim Pengadilan Negeri mengirimkan suatu daftar pembagian kepada juru lelang atau orang yang ditugaskan melakukan penjualan umum untuk dipergunakan sebagai dasar pembagian uang penjualan. 

Oleh karena pasal tersebut berhubungan dengan penyitaan yang dilakukan oleh PUPN, maka jelaslah pula, bahwa sita tersebut adalah sita eksekusi dan bukan sita jaminan. Obyek yang disita bisa barang bergerak dan bisa barang tidak bergerak.

PERLAWANAN 
PERLAWANAN TERHADAP PUTUSAN VERSTEK
Pasal 129 HIR/153 Rbg memberi kemungkinan bagi tergugat / para tergugat, yang dihukum dengan verstek untuk mengajukan verzet atau perlawanan. 
Kedua hal tersebut dijadikan satu dan diberi satu nomor.
 
Sedapat mungkin hal tersebut dipegang oleh Majelis Hakim yang sama.
 yaitu yang telah menjatuhkan putusan verstek. 
Hakim yang melakukan pemeriksaan perkara verzet atas putusan verstek harus memeriksa gugatan yang telah diputus verstek tersebut secara keseluruhan. Pembuktiannya agar mengacu pada SEMA No.9 Tahun 1964. 

PERLAWANAN TEREKSEKUSI TERHADAP SITA eksekusiTurnamen tereksekusi terhadap sita eksekusi barang bergerak dan barang yang tidak bererak, diatur dalam pasal 207 HIR atau pasal 225 RBg.Turnamen ini pada azasnya tidak menangguhkan eksekusi (Pasal 207 ayat (3) HIR atau 227 RBg). Namun, eksekusi harus ditunda, ketika segera nampak, bahwa pertandingan tersebut benar dan beralasan, paling tidak sampai dijatuhkannya putusan oleh Pengadilan Negeri. Terhadap putusan dalam perkara ini, permohonan banding diperkenankan. 

PERLAWANAN PIHAK KETIGA TERHADAP SITA CONSERVATOIR, SITA REVINDICATOIR, DAN SITA EKSEKUSI 
Turnamen pihak ketiga terhadap sita conservatoir, sita revindicatoir, dan sita eksekusi, hanya dapat diajukan atas dasar hak milik, jadi hanya dapat diajukan oleh pemilik atau orang yang merasa bahwa ia adalah pemilik barang yang disita dan diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri dari Pengadilan Negeri yang secara nyata menyita (pasal 195 (6) HIR, pasal 206 (6) RBg). Jelaslah bahwa penyewa, pemegang hipotik atau credietverband, pemegang hak pakai atas tanah, tidak diizinkan untuk mengajukan perlawanan semacam ini. Pemegang hipotik atau credietverband, apabila tanah / tanah dan rumah yang dijaminkan kepadanya itu disita, berdasarkan klausula yang selalu ada dalam perjanjian yang dibuat dengan debiturya langsung dapat minta eksekusi kepada Ketua Pengadilan Negeri atau Kepala PUPN. Pemegang gadai tanah, yang posisinya sama dengan pemilik tanah, sebelum adanya Perpu No. 56 tabun 1960, dapat mengajukan perlawanan pihak ketiga. Sekarang, karena gadai tanah terbatas sampai paling lama 7 (tujuh) tahun, pemegang gadai tanah tidak diizinkan untuk mengajukan perlawanan pihak ketiga lagi. Agar pelawan berhasil, maka ia harus membuktikan, bahwa barang yang disita itu adalah miliknya. Bila ia berhasil, maka ia akan dinyatakan sebagai pelawan yang benar dan sita akan diperintahkan untuk diangkat. Apabila pelawan tidak dapat membuktikan, bahwa ia adalah pemilik dari barang yang disita itu, pelawan akan dinyatakan sebagai pelawan yang tidak benar atau pelawan yang tidak jujur, dan sita akan dipertahankan. Dalam praktek banyak sekali diajukan perlawanan pihak ketiga oleh istri atau suami dari tersita.Perlawanan pihak ketiga yang diajukan oleh istri atau suami, dalam hal harta bersama yang disita, sudah barang tentu tidak dapat dibenarkan oleh karena harta bersama selalu merupakan jaminan untuk pembayaran hutang istri atau suami yang terjadi dalam perkawinan, yang memang harus ditanggung bersama. Apabila yang disita adalah harta bawaan atau harta asal suami atau istri, maka istri atau suami bisa mengajukan perlawanan pihak ketiga dengan sukses, artinya ia dapat dinyatakan sebagai pelawan yang benar, kecuali: Mereka yang menikah berdasarkan BW dengan persatuan harta atau membuat perjanjian perkawinan berupa persatuan hasil dan pendapatan. Suami atau istri tersebut telah ikut menandatangani surat perjanjian utang, sehingga ia ikut bertanggung jawab. Turnamen pihak ketiga adalah upaya hukum luar biasa dan oleh karenanya pada azasnya tidak menangguhkan eksekusi. Eksekusi mutlak harus ditangguhkan oleh Ketua Pengadilan Negeri yang memimpin eksekusi yang bersangkutan, apabila pertandingan tersebut segera nampak, bahwa benar-benar beralasan, misalnya, apabila sertifikat tanah yang akan dilelang sejak semula jelas tercatat atas nama orang lain, atau dari BPKB yang diajukan, jelas terbukti, bahwa mobil yang akan dilelang itu, sejak lama adalah milik pelawan. Apabila tanah atau mobil tersebut baru saja tercatat atas nama pelawan, harap hati-hati, karena mungkin saja tanah atau mobil itu diperoleh, oleh pelawan, setelah tanah atau mobil itu disita, sehingga perolehan itu tidak syah. Sehubungan dengan diajukannya pertandingan pihak ketiga ini, Ketua Majelis yang memeriksa perkara tersebut, selalu harus melaporkan perkembangan perkara itu kepada Ketua Pengadilan Negeri.Laporan tersebut diperlukan Ketua Pengadilan Negeri untuk menentukan kebijaksanaan mengenal diteruskannya atau ditangguhkannya eksekusi yang dipimpin olehnya. Turnamen pihak ketiga terhadap sita jaminan, yaitu sita conservatoir dan sita revindicatoir , tidak diatur baik dalam HIR, RBg atau RV, namun dalam praktek menurut yurisprudensi, perlawanan yang diajukan oleh pihak ketiga selaku pemilik barang yang disita dapat diterima, juga dalam hal sita conservatoir ini belum disyahkan. (Putusan Mahkamah Agung tanggal 31-10-1962, No. 306K/Sip/1962. Rangkuman Yurisprudensi II halaman 270). 

EKSEKUSI GROSSE AKTA 
Menurut pasal 1224 HIR / pasal 258 R.Bg ada dua macam grosse yang memiliki kekuatan eksekutorial, yaitu grosse akta pengakuan hutang dan grosse akta hipotik. Yang dimaksud dengan grosse adalah salinan pertama dari akta otentik. Salinan pertama ini diberikan kepada kreditur. Oleh karena salinan pertama dari akta pengakuan hutang yang dibuat oleh Notaris memiliki kekuatan eksekusi, maka salinan pertama ini sengaja diberi kepala / irah-irah yang berbunyi "Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa". Salinan lainnya yang diberikan kepada debitur tidak memakai kepala / irah-irah. Aslinya, yang disebut menit, yang akan disimpan oleh Notaris dalam arsip, juga tidak memakai kepala / irah-irah. grosse akta pengakuan hutang yang berkepala Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa , oleh Notaris diserahkan kepada kreditur, untuk, apabila dikemudian hari harus diisi, langsung dimohonkan eksekusi kepada Ketua Pengadilan Negeri. Orang yang mengaku berhutang, yaitu debitur, diberi juga salinan dari akta pengakuan hutang itu, tetapi salinan yang diserahkan kepada debitur tidak memakai kepala "Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa ". grosse Akta Pengakuan Hutang dapat digunakan khusus untuk kredit Bank berupa Fixed Loan. Jadi untuk Fixed Loan, Notaris dapat membuat akta pengakuan hutang dan melalui grossenya yang berirah-irah "Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa" yang dipegang oleh kreditur, yaitu bank. Bank dapat mengajukan permohonan eksekusi kepada Ketua Pengadilan Negeri yang bersangkutan. Eksekusi berdasarkan grosse akta pengakuan hutang mengenai Fixed Loan ini, hanya bisa dilaksanakan, apabila debitur saat ditegur, membenarkan jumlah hutangnya itu. Apabila debitur membantah jumlah hutang tersebut, dan besarnya hutang menjadi tidak fixed , maka eksekusi tidak bisa dilanjutkan dan kreditur, yaitu bank harus mengajukan tagihannya melalui suatu gugatan. Dalam hal ini, apabila persyaratan terpenuhi, putusan dapat dijatuhkan segera.

Menurut pasal 14 Undang-undang Pelepas Uang, (geldschieters ordonantie, S.1938-523), Notaris dilarang untuk membuat akta pengakuan hutang dan mengeluarkan grosse aktanya untuk perjanjian hutang-piutang dengan seorang pelepas uang.
 Pasal 224 HIR, pasal 258 RBg, tidak berlaku untuk grosse akta semacam ini. 
Yang dimaksud dengan grosse akta pengakuan hutang yang diatur dalam pasal 224 HIR, pasal 258 RBG, sebenarnya adalah sebuah akta yang dibuat oleh notaris antara orang biasa / Badan Hukum yang dengan kata-kata sederhana yang bersangkutan mengaku berhutang uang sejumlah tertentu dan ia berjanji akan mengembalikan uang itu dalam waktu tertentu, misalnya dalam waktu 6 (enam) bulan.
 Bisa ditambahkan, dengan disertai bunga sebesar 2% sebulan. 

Jadi yang dimaksud jumlahnya sudah pasti dalam akta pengakuan hutang itu, bentuknya sangat sederhana dan tidak dapat ditambahkan persyaratan-persyaratan lain, apalagi yang berbentuk perjanjian.
 
Dalam praktek banyak terjadi penyalahgunaan Perjanjian kredit bank rekening koran dengan plafond kredit, perjanjian jual-beli dengan hak membeli kembali, yang dituangkan dalam akta pengakuan hutang, sudah tentu tidak bisa dieksekusi langsung.
 
grosse akta pengakuan hutang yang berkepala "Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa" yang dipegang oleh kreditur, dalam hal debitur melakukan ingkar janji, dapat langsung dimohonkan eksekusi kepada Ketua Pengadilan Negeri yang bersangkutan.
 
Ketua Pengadilan akan segera memerintahkan Jurusita untuk memanggil debitur untuk ditegur. 
Eksekusi selanjutnya akan dilaksanakan seperti eksekusi atas putusan Pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.




EKSEKUSI JAMINAN HIPOTIK

Pasal 7 Peraturan Menteri Agraria No.
 15 Tahun 1961 menyatakan: 
Salinan dari Undang yang dimaksud dalam pasal 4 ayat 2 (yang dimaksud adalah akta pembebanan hipotik yang dibuat oleh PPAT) yang dibuat oleh Kepala Kantor Pendaftaran Tanah, dijahit menjadi satu oleh kantor tersebut dengan sertifikat hipotik, crediet verband yang bersangkutan dan diberikan kepada kreditur yang berhak.
 
Sertifikat hipotik dan crediet verband, yang disertai salinan akta yang dimaksud dalam ayat 1 pasal ini, memiliki fungsi sebagai grosse akta hipotik dan credietverband, serta memiliki kekuatan eksekutorial sebagai yang dimaksud dalam pasal 224 HIR/258 RBg serta pasal 18 dan 19 Peraturan tentang credietverband (S. 1908-542).
 
Pasal 14 (3) UU Rumah Susun, yaitu UU No.
 16 Tahun 1985, menyebutkan: 
Sebagai tanda bukti adanya hipotik, diterbitkan sertifikat hipotik yang terdiri dari salinan buku tanah hipotik dan salinan akta Kantor Pembuat Akta Tanah.
 
Pasal 14 (5) menyatakan: Sertifikat hipotik sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) memiliki kekuatan eksekutorial dan dapat dilaksanakan seperti Putusan Pengadilan Negeri.
 

Sertifikat hipotik merupakan tanda bukti adanya hipotik dan dibagian depannya, yaitu diatas sampulnya, memakai irah-irah Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Terkadang irah-irah itu juga tercantum diatas akta pembebanan hipotik yang dibuat oleh PPAT. lni adalah salah dan berkelebihan, karena akta pernbebanan itu saja, tidak cukup untuk minta eksekusi.
 
Akta pembebanan hipotik yang dibuat oleh PPAT, seringkali dibuat berdasarkan surat kuasa (untuk mernasang hipotik).
 Surat kuasa ini harus otentik (pasal 1171 BW), dan pada umumnya dibuat oleh Notaris. 

Dengan demikian akta pernbebanan hipotik yang dibuat oleh seorang kuasa, harus dilakukan berdasarkan surat kuasa yang otentik. Bila dilakukan oleh seorang kuasa berdasarkan surat kuasa yang dituangkan dalam akta bawah tangan sebagai tidak rnemenuhi Persyaratan subyektif, dan hipotiknya dapat dimohonkan pembatalannya berdasarkan pasal 1154 BW. 
Eksekusi hipotik dilaksanakan seperti eksekusi putusan Pengadilan yang berkekuatan hukurn yang tetap. 

Eksekusi dilakukan berdasarkan sertifikat hipotik. 
Perjanjian hutang-piutang yang menyebabkan adanya hipotik bisa dituangkan dalam akta bawah tangan, tertera diatas kwitansi, bahkan bisa terjadi secara lisan. Jadi tidak usah ada grosse aktanya. Eksekusi cukup dilakukan berdasarkan sertifikat hipotik. (Perhatikan pasal 7 Peraturan Menteri Agraria No. 15 tabuh 1961),
Eksekusi selain dapat dilakukan sendiri juga dapat dilakukan atas perintah Ketua Pengadilan Negeri 
Eksekusi atas perintah dan di bawah Pimpinan Ketua Pengadilan Negeri dari wilayah hukum, dimana tanah yang dihipotikkan itu terletak. 
Eksekusi dimulai dengan teguran dan berakhir dengan pelelangan tanah yang dibebani dengan hipotik. 

Pasal 200 (6) HIR menyatakan: Penjualan (lelang) benda tetap dilakukan setelah penjualan (lelang) diumumkan menurut kebiasaan setempat. Penjualan (lelang) tidak dapat dilakukan sebelum hari kedelapan setelah barang-barang itu disita. 
Dengan telah dilakukan pelelangan terhadap tanah yang dihipotikkan dan diserahkan uang hasil lelang kepada kreditur, selesailah sudah tagihan kreditur dan hipotik-hipotik yang membebani tanah tersebut akan diroya dan tanah tersebut akan diserahkan secara bersih, dan bebas dari semua beban, kepada pembeli lelang.
 
Apabila terlelang tidak mau meninggalkan tanah tersebut, maka berlakulah ketentuan yang terdapat dalam pasal 200 (11) HIR.
 

Hal ini adalah berbeda dengan penjualan berdasarkan janji untuk menjual atas kekuasaan sendiri berdasarkan pasal 1178 (2) BW, dan pasal 6 UU No.4/1997 yang juga dilakukan melalui pelelangan oleh Kantor Lelang Negara atas permohonan pemegang hipotik pertama. Janji ini hanya berlaku untuk pemegang hipotik pertama saja. Apabila pemegang hipotik pertama telah pula membuat janji untuk tidak dibersihkan, (pasal 1210 BW dan pasal 11 (2) UU Hak Tanggungan), maka apabila ada hipotik-hipotik lain-lainnya dan hasil lelang tidak cukup untuk membayar semua hipotik yang membebani tanah yang bersangkutan , maka hipotik-hipotik yang tidak terbayar itu, akan tetap membebani persil yang bersangkutan, meskipun sudah dibeli oleh pembeli dari pelelangan yang sah. Jadi pembeli lelang memperoleh tanah tersebut dengan beban-beban hipotik yang belum terbayar.Terlelang tetap harus meninggalkan tanah tersebut dan apabila ia membangkang, ia dan keluarganya, akan dikeluarkan dengan paksa. 

Untuk menjaga penyalahgunaan, maka penjualan lelang, juga berdasarkan pasal 1178 BW (kecuali penjualan lelang ini dilaksanakan berdasarkan pasal 6 Undang Undang Hak Tanggungan) selalu baru dapat dilaksanakan setelah ada izin dari Ketua Pengadilan Negeri. 

Dalam hal lelang telah diperintahkan oleh Ketua Pengadilan Negeri, maka lelang tersebut hanya dapat ditangguhkan oleh Ketua Pengadilan Negeri dan tidak dapat ditunda dengan alasan apapun oleh kantor instansi lain. Sebab lelang yang diperintahkan oleh Ketua Pengadilan Negeri, dan dilaksanakan oleh Kantor Lelang Negeri, adalah dalam rangka eksekusi, dan bukan merupakan putusan dari Kantor Lelang Negara. 

Penjualan (lelang) benda tetap harus diumumkan dua kali dengan berselang lima belas hari di harian yang terbit di kota itu atau kota yang berdekatan dengan obyek yang akan dilelang (pasal 200 (7) HIR, pasal 217 Rbg).

EKSEKUSI PUTUSAN ARBITRASE ATAU PERWASITAN
Ketentuan yang mengatur Arbritrase atau perwasitan adalah pasal 615 s / d pasal 651 RV 
Putusan Arbitrase domestik, yang terdiri dari putusan Arbitrase ad hoc dan putusan Arbitrase institusional (seperti putusan Arbitrase dari Badan Arbitrase Nasional Indonesia-BANI) yang berkekuatan hukum tetap dan tidak dilaksanakan secara sukarela, dapat dimohonkan eksekusi kepada Ketua Pengadilan Negeri dimana putusan Arbitrase itu telah dijatuhkan (pasal 637 RV).
 

Perhatikan juga ketentuan yang terdapat dalam pasal 634 RV dan seterusnya. 
Putusan Arbitrase Asing, yang berkekuatan hukum tetap, apabila tidak dilaksanakan secara sukarela, dilaksanakan dengan berpedoman pada Peraturan Mahkamah Agung No.1 Tahun 1990, tertanggal l Maret 1990.
 

EKSEKUSI PUTUSAN YANG BERKEKUATAN HUKUM TETAP 
Putusan yang berkekuatan hukum tetap adalah putusan Pengadilan Negeri yang diterima baik oleh kedua belah pihak yang berperkara, putusan perdamaian, putusan verstek yang terhadapnya tidak diajukan verzet atau banding, putusan Pengadilan Tinggi yang diterima baik oleh kedua belah pihak dan tidak dimohonkan kasasi, dan putusan Mahkamah Agung dalam hal kasasi.

Menurut sifatnya ada 3 (tiga) macam putusan, yaitu:
 
putusan declaratoir
 
putusan constitutief 
putusan condemnatoir.

Putusan declaratoir, yang hanya sekedar menjelaskan atau menetapkan suatu kondisi saja, tidak perlu dieksekusi, demikian juga putusan constitutief, yang menciptakan atau menghapus suatu kondisi, tidak perlu dilaksanakan.
 
Yang perlu dilakukan adalah putusan condemnatoir, yaitu putusan yang berisi penghukuman.
 Pihak yang kalah dihukum untuk melakukan sesuatu. 
Putusan untuk melakukan suatu perbuatan, apabila tidak dilaksanakan secara sukarela, harus dinilai dalam sejumlah uang (pasal 225 HIR, pasal 259 RBg) dan selanjutnya akan dilaksanakan seperti putusan untuk membayar sejumlah uang.
 
Putusan untuk membayar sejumlah uang , apabila tidak dilaksanakan secara sukarela, akan dilaksanakan dengan cara melelang barang milik pihak yang dikalahkan, yang sebelumnya harus disita (pasal 200 HIR, pasal 214 s / d pasal 224 RBg).
 
Putusan mana dengan tergugat dihukum untuk menyerahkan sesuatu barang, misalnya sebidang tanah , dilaksanakan oleh jurusita, dengan disaksikan oleh pejabat setempat, apabila perlu dengan bantuan alat kekuasaan negara.

Eksekusi hendaknya dilaksanakan dengan tuntas. Apabila setelah dilaksanakan, dan barang yang dieksekusi telah diterima oleh pemohon eksekusi, kemudian diambil kembali oleh tereksekusi, maka eksekusi tidak bisa dilakukan kedua kalinya. 
Jalan yang bisa ditempuh oleh yang bersangkutan adalah melaporkan tentang hal tersebut diatas itu, kepada pihak yang berwajib (pihak kepolisian ) atau mengajukan gugatan untuk memperoleh kembali barang (tanah / tanah dan rumah tersebut).
 
Putusan Pengadilan Negeri atas gugatan penyerobotan, apabila diminta dalam Petitum, bisa diberikan segera, atas dasar hak milik yang diserobot.


PENANGGUHAN EKSEKUSI

Eksekusi hanya bisa ditangguhkan oleh Ketua Pengadilan Negeri, yang memimpin eksekusi.
 Dalam hal sangat mendesak dan Ketua Pengadilan Negeri berhalangan, Wakil Ketua Pengadilan Negeri dapat memerintahkan, agar eksekusi ditunda. 
Dalam rangka pengawasan atas jalannya peradilan yang baik, Ketua Pengadilan Tinggi selaku voorpost dari Mahkamah Agung, dapat memerintahkan agar eksekusi ditunda atau diteruskan.
 Dalam hal sangat mendesak dan Ketua Pengadilan Tinggi berhalangan, Wakil Ketua Pengadilan Tinggi dapat memerintahkan agar eksekusi ditunda.
Wewenang untuk menangguhkan eksekusi atau agar eksekusi diteruskan, pada puncak tertinggi, ada pada Ketua Mahkamah Agung. Dalam hal Ketua Mahkamah Agung berhalangan, wewenang yang sama ada pada Wakil Ketua Mahkamah Agung. 
Kepercayaan masyarakat dan wibawa Pengadilan bertambah, saat eksekusi berjalan mulus, tanpa rintangan.
 
Agar eksekusi berjalan mulus dan lancar, kerjasarna yang baik antar instansi terkait didaerah, perlu terus menerus dibangun dan ditingkatkan.



LELANG (PENJUALAN UMUM)
Pengumuman lelang dilakukan melalui harian yang terbit di kota itu atau kota yang berdekatan dengan daerah dimana tanah itu terletak (Perhatikan pasal 195 HIR / pasal 206 RBg dan pasal 217 RBg). 

Lelang atau penjualan umum dilakukan berdasarkan Peraturan Lelang, Lembaran Negara Tahun 1908 No.189, yang terhubung dengan Lembaran Negara tahun 1940 No.
 56. 
Lelang atau penjualan umum dilakukan dengan cara penawaran tertulis.
 Surat penawaran harus dimasukkan kedalam kotak yang telah disediakan ditempat lelang atau diserahkan oleh calon peserta lelang sendiri kepada Kantor lelang dari kantor lelang. Surat penawaran harus tertulis dalam bahasa Indonesia dengan angka atau huruf latin yang jelas dan lengkap dan ditandatangani oleh penawar. Surat penawaran tersebut setelah memenuhi syarat disahkan oleh pejabat lelang. 
Penawar tidak bisa mengajukan surat penawaran lebih dari satu kali untuk satu bidang tanah, bangunan atau barang tertentu.
 
Orang yang telah menandatangani surat penawaran tersebut diatas, bertanggung jawab secara pribadi atas pembayaran uang pembelian lelang, seandainya dalam penawaran itu, ia bertindak sebagai kuasa seseorang, perusahaan atau badan hukum.

Pada umumnya, untuk dapat berpartisipasi dalam pelelangan, para penawar diwajibkan menyetor uang jaminan yang jumlahnya ditentukan oleh kantor lelang, uang mana akan diperhitungkan dengan harga pembelian, jika penawar yang bersangkutan ditunjuk selaku pembeli.
 

Untuk menjaga agar tercapai maksud dan tujuannya, maka sebelum lelang dilaksanakan, terlebih dahulu kreditur dan debitur dipanggil oleh Ketua Pengadilan Negeri untuk mencari jalan keluar, misalnya debitur diberi waktu selama 2 bulan untuk mencari pembeli yang mau membeli tanah tersebut.

Bila hal itu terjadi, pembayaran harus dilakukan didepan Ketua Pengadilan Negeri. Setelah itu pembeli, kreditur dan debitur menghadap PPAT untuk membuat akte jual belinya, untuk selanjutnya dilakukan balik nama tanah tersebut atas nama pembeli. Hipotik yang membebani tanah tersebut akan diperintahkan agar diroya. 

Apabila setelah waktu 2 bulan lampau, debitur tidak berhasil mendapatkan pembeli, maka eksekusi dilanjutkan. Kreditur dan debitur, di bawah pimpinan Ketua Pengadilan Negeri, menentukan harga limit dari tanah yang akan dilelang. 
Bila selama 1 bulan tidak ada penawaran, maka penjualan umum diumumkan lagi satu kali dalam harian yang terbit di kota itu atau kota yang terdekat dengan tanah yang akan dilelang.
 Jika pelelangan dengan harga limit tidak tercapai 
, maka kreditur akan memperoleh tanah tersebut dengan harga limit itu.
 Hutang dibayar dan hipotik yang membebani tanah tersebut diroya. 
Apabila penawaran tertinggi tidak mencapai harga limit yang ditentukan oleh penjualan, maka jika dianggap perlu, seketika itu juga penjualan umum diubah dengan penawaran lisan dengan harga naik-naik.
 
Penawar / pembeli dianggap sungguh-sungguh telah mengetahui apa yang telah ditawar / dibeli olehnya. Bila ada kekurangan atau kerusakan, baik yang terlihat atau tidak terlihat atau terdapat cacat lainnya terhadap barang yang telah dibelinya itu, maka ia tidak berhak untuk menolak menarik diri kembali setelah pembeliannya disahkan dan melepaskan semua hak untuk meminta ganti kerugian berupa apapun juga. 
Barang yang terjual , pada saat itu juga, menjadi hak dan kewajiban pembeli dan apabila barang itu berupa tanah dan rumah, pembeli harus segera mengurus / membalik nama hak tersebut atas namanya.
 

Pembeli tidak diperkenankan untuk menguasai barang yang telah dibelinya itu sebelum uang pembelian dipenuhi / dilunasi seluruhnya, yaitu harga pokok, bea lelang dan uang miskin. Kepada pembeli lelang diserahkan tanda terima pembayaran. 
Apabila yang dilelang itu adalah tanah / tanah dan rumah yang sedang ditempati / dikuasai oleh tersita / lelang, maka dengan menunjuk kepada ketentuan yang terdapat dalam pasal 200 ayat (10) dan ayat (11) HIR atau pasal 218 Rbg, apabila terlelang tidak bersedia untuk menyerahkan tanah / tanah dan rumah itu secara kosong, maka terlelang, beserta keluarganya, akan dikeluarkan dengan paksa, apabila perlu, dengan bantuan yang berwajib, dari tanah / tanah dan rumah tersebut berdasarkan permohonan yang diajukan oleh pemenang lelang.
 

Ketentuan yang sama berlaku untuk pembeli lelang, yang telah membeli tanah / tanah dan rumnah dari pelelangan yang dilakukan oleh Panitia Urusan Piutang dan Lelang Negara (PUPN). Perhatikan pasal 11 ayat (11) UU No. 49 tahun 1960, LN 1960 No. 156, TLN No. 2014, yo TLN No. 2104, yang berbunyi: 

"Jika orang yang disita menolak untuk meninggalkan barang tak bergerak tersebut, maka Hakim Pengadilan Negeri mengeluarkan perintah tertulis kepada seorang yang berhak melaksanakan surat jurusita untuk berusaha agar supaya barang tersebut ditinggalkan dan dikosongkan oleh yang disita dengan sekeluarganya serta barang-barang miliknya dengan bantuan Panitera Pengadilan Negeri lain yang ditunjuk oleh Hakim jika perlu dengan bantuan alat kekuasaan Negara ". 

Jadi Kepala Panitia Urusan Piutang dan Lelang Negara akan minta bantuan kepada Ketua Pengadilan Negeri dimana barang tersebut terletak dan pengosongan dilakukan atas perintah dan dibawah Pimpinan Ketua Pengadilan Negeri itu. 
Perhatikan juga ketentuan yang terdapat dalam pasal 198, 199,227 (3) HIR atau pasal 213, 214 dan pasal 261 (2) RBg.
 Dari pasal-pasal tersebut jelaslah pula, bahwa penyewa, pembeli, orang yang mendapat hibah, yang memperoleh tanah / tanah dan rumah tersebut, setelah tanah / tanah dan rumah tersebut disita dan sita itu telah didaftarkan sesuai ketentuan dalam pasal tersebut di atas ini, juga termasuk orang-orang yang akan dikeluarkan secara paksa dari tanah / tanah dan rumah tersebut. 
Mereka yang menyewa, menerima sebagai jamiman, membeli atau memperoleh tanah / tanah dan rumah tersebut sebelum dilakukan penyitaan, baik sita jaminan atau sita eksekutorial seperti tersebut dalam pasal-pasal tersebut diatas ini, tidak terkena sanksi termaksud.
 Untuk mengeluarkan mereka, pembeli lelang harus menempuh jalan damai dengan mereka, atau mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri melalui prosedur biasa. 

hipotik atau credietverband yang tidak di daftarkan dikantor pertanahan setelah tanah tersebut disita, baik sita jaminan maupun sita eksekusi, sesuai ketentuan yang terdapat dalam pasal 198, 199,227 (3) HIR atau pasal 213, 214, dan 261 (2) RBg, tidak berkekuatan hukum.
 

Suatu pelelangan yang telah dilaksanakan sesuai dengan peraturan yang berlaku, tidak dapat dibatalkan.
 
Dalam hal telah ada kecurangan atau pelelangan telah dilaksanakan secara ceroboh dan tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku, pelelangan tersebut dapat dibatalkan melalui suatu gugatan yang diajukan ke PN.


UPAYA HUKUM PERDATA 
PENERIMAAN BANDING

Permohonan banding dapat diajukan dalam waktu 14 (empat belas) hari setelah putusan diucapkan, atau setelah diberitahukan, dalam hal putusan tersebut diucapkan diluar hadir.
 

Terhadap permohonan banding yang diajukan melampaui tenggang waktu tersebut diatas, tetap dapat diterima dan dicatat dengan membuat surat keterangan Panitera, bahwa permohonan banding telah lampau. 

Pernyataan banding dapat diterima, apabila Panjar Biaya Perkara banding yang ditentukan dalam SKUM oleh Meja Pertama, telah dibayar lunas.

Bila Panjar Biaya banding yang telah dibayar lunas, maka Pengadilan wajib membuat akta pernyataan banding, dan mencatat permohonan banding tersebut dalam Register Induk Perkara Perdata dan Register Banding.
 
Pennohonan banding dalam waktu 7 (tujuh) hari harus disampaikan kepada lawannya.
 
Tanggal penerimaan memori dan kontra memori banding harus dicatat, dan salinannya disampaikan kepada masing-masing lawannya, dengan membuat relas pemberitahuan / penyerahannya.
 

Sebelum berkas perkara dikirim ke Pengadilan Tinggi, harus diberikan kesempatan kepada kedua belah pihak untuk mempelajari / memeriksa berkas perkara (inzage) dan dituangkan dalam akta . 

Dalam waktu 30 (tiga puluh) hari sejak permohonan banding diajukan, berkas banding berupa berkas A dan B harus sudah dikirim ke Pengadilan Tinggi.
 
Biaya perkara banding untuk Pengadilan Tinggi harus disampaikan melalui Bank Pemerintah atau Kantor Pas, dan tanda bukti pengiriman uang harus dikirim bersamaan dengan pengiriman berkas yang bersangkutan.
 

Dalam menentukan biaya banding harus diperhitungkan: 
   a.
 biaya pencatatan pernyataan banding,
   b. besarnya biaya banding yang ditetapkan oleh Ketua Pengadilan Tinggi,
   c. biaya pengiriman uang melalui Bank / Kantor Pos, 
   d. ongkos kirim berkas,
   e. biaya pemberitahuan, berupa:
ü  biaya pemberitahuan akta banding.
ü  biaya pemberitahuan memori banding.
ü  biaya pemberitahuan kontra memori banding.
ü  biaya pemberitahuan memeriksa berkas untuk pembanding.
ü  biaya pemberitahuan memeriksa berkas untuk terbanding.
ü  biaya pemberitahuan bunyi putusan untuk pembanding. 
ü  biaya pemberitahuan bunyi putusan untuk terbanding.


PERKARA PERDATA KASASI.

Permohonan kasasi dapat diajukan dalam waktu 14 (empat belas) hari setelah putusan diucapkan atau diberitahukan, dalam hal putusan tersebut diucapkan diluar hadir.
 
Pernyataan kasasi dapat diterima, apabila Panjar Biaya Perkara kasasi yang ditentukan dalam SKUM oleh Meja Pertama, telah dibayar lunas.
 
Setelah pemohon membayar biaya perkara, Pengadilan pada hari itu juga wajib membuat akta pernyataan kasasi yang dilampirkan pada berkas perkara dan mencatat permohonan kasasi tersebut dalam register induk perkara dan register kasasi.
 
Permohonan kasasi dalam waktu 7 (tujuh) hari harus sudah disampaikan kepada pihak lawan.
 

Memori kasasi, selambat-lambatnya dalam waktu 14 (empat belas) hari sesudah Pernyatan kasasi, harus sudah diterima pada Kepaniteraan Pengadilan Negeri. 
Panitera wajib memberikan tanda terima atas penerimaan memori kasasi, dan dalam waktu selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari salinan memori kasasi tersebut disampaikan kepada pihak lawan dalam perkara yang dimaksud.

Jawaban kontra memori kasasi, selambat-Iambatnya 14 (empat betas) hari sesudah disampaikannya memori kasasi, harus sudah diterima pada Kepaniteraan Pengadilan Negeri untuk disampaikan pihak lawannya. 
Dalam waktu 30 hari sejak permohonan kasasi diajukan, berkas kasasi berupa berkas A dan B harus dikirim ke Mahkamah Agung. 
Biaya permohonan kasasi untuk Mahkamah Agung harus dikirim melalui Bank BRI Cabang Veteran, JI. Veteran Raya No.8 - Setempat-  , Rekening Nomor: 31.46.0370.0. dan bukti pengirimannya dilampirkan dalam berkas perkara yang bersangkutan. 

Dalam menentukan biaya kasasi, harus diperhitungkan:
 

   a.
 biaya pencatatan pernyataan kasasi, 
   b. besamya biaya kasasi yang ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung,
   c. biaya pengiriman uang melalui Bank,
   d. ongkos kirim berkas,
   e. biaya pemberitahuan, berupa:
ü  biaya pemberitahuan pernyataan kasasi.
ü  biaya pemberitahuan memori kasasi. 
ü  biaya pemberitahuan kontra memori kasasi. 
ü  biaya pemberitahuan bunyi putusan kasasi kepada pemohon. 
ü  biaya pemberitahuan bunyi putusan kasasi kepada Termohon. 
Foto copy Relaas pemberitahuan putusan Mahkamah Agung agar dikirim ke Mahkamah Agung.




PERKARA PERDATA PENINJAUAN KEMBALI.

Dalam waktu 180 hari sejak putusan berkekuatan hukum tetap atau sejak ditemukan adanya bukti-bukti baru, Panitera menerima permohonan peninjauan kembali yang diajukan para pihak.
 

Permohonan Peninjauan Kembali dapat diterima, apabila Panjar yang ditentukan dalam SKUM oleh Meja pertama telah dibayarkan lunas.
 

Bila Panjar Biaya peninjauan kembali telah dibayar lunas, maka Panitera Pengadilan Negeri wajib membuat akta peninjauan kembali dan mencatat permohonan tersebut kedalam register induk perkara perdata dan register peninjauan kembali. 
selambat-lambatnya dalam waktu 14 (empat belas) hari, Panitera wajib memberitahukan tentang permohonan peninjauan kembali kepada pihak lawannya, dengan memberikan / mengirimkan salinan permohonan peninjauan kembali beserta alasan-alasannya kepada pihak lawan.
 
Jawaban / tanggapan atas alasan peninjauan kembali selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak alasan peninjauan kembali tersebut diterima, harus sudah diterima di Kepaniteraan untuk disampaikan lawan. 
Jawaban / tanggapan atas alasan peninjauan kembali yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Negeri, harus dibubuhi hari dan tanggal penerimaan yang dinyatakan diatas surat jawaban tersebut. 

Dalam waktu 30 hari setelah menerima jawaban tersebut berkas peninjauan kembali berupa berkas A dan B harus dikirim ke Mahkamah Agung. 
Dalam menentukan biaya Peninjauan Kembali, diperhitungkan: 
   a.
 besarnya biaya kasasi yang ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung,
   b. biaya pengiriman uang melalui Bank, 
   c. ongkos kirim berkas,
   d. biaya pemberitahuan, berupa: 
ü  pemberitahuan pernyataan PK dan alasan PK, 
ü  pemberitahuan jawaban atas permohonan PK. 
ü  pemberitahuan penyampaian salinan putusan kepada pemohon PK. 
ü  pemberitahuan bunyi putusan kepada Termohon PK. 
Foto copy relas pemberitahuan putusan Mahkamah Agung, supaya dikirim ke Mahkamah Agung 


Di Posting : PATUH-Oi (Pusat Advokasi & Bantuan Hukum Orang Indonesia
Sumber: Mahkamah Agung, Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Pengadilan (Buku II), Cet. II, 1997

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.