PATUH-Oi

Thursday, January 22, 2015


H. BOEMIYA     S.H.


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Hukum tata pemerintahan merupakan kumpulan peraturan yang mengatur aktivitas aparat pemerintah dalam rangka melaksanakan fungsinya guna mewujudkan tujuan negara. Dalam melaksanakan aktivitasnya aparat pemerintah diberi kewenangan baik atributif, delegasi atau mandat untuk melakukan fungsi pemerintah. Untuk memudahkan tugasnya mewujudkan tujuan negara baik fungsi pokok maupun fungsi pelayanan aparat pemerintah melakukan suatu perbuatan hukum yang dapat menghasilkan suatu produk hukum.
Menurut Muchsan Perbuatan hukum yang dapat dilakukan pemerintah ada dua yakni perbuatan hukum publik dan perbuatan hukum privat, namun perbuatan hukum publik tidak mungkin dua pihak karena harus dipaksakan dan di Indonesia belum ada perbuatan hukum publik yang dua pihak maka perbuatan hukum publik pasti bersegi satu.
Perbuatan pemerintah hasilnya adalah produk hukum, menurut teori hukum tata pemerintahan produk hukum yang dihasilkan yakni :
1.       Regeling (peraturan), peraturan ini dapat bersifat in abstracto. Peraturan adalah produk hukum tertulis dibawah undang-undang yang diproduksi/dibuat dan dicipta dari pejabat TUN yang fungsinya mempunyai daya ikat/ materinya sebagian atau seluruh wilayah territorial tersebut.
2.      Beschikking (keputusan), keputusan ini dapat bersifat in concreto.
Menurut Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang pengadilan tata usaha negara, Keputusan TUN adalah peetapan tertulis yang diproduksi oleh pejabat TUN dan mendasarkan diri terhadap peraturan perundang-undangan tertentu, bersifat konkrit, individual dan final.
Di dalam pemerintahan yang paling berperan dalam memutar roda pemerintahan yang paling dominan ialah produk hukum pemerintah yang berbentuk keputusan, keputusan lebih banyak menjalankan fungsi pemerintah. Keputusan pemerintah contohnya ada banyak dan sering dilakukan oleh pejabat pemerintah dari pemrintah pusat hingga pemerintah daerah, seperti : Keputusan Presiden, Keputusan Gubernur, Keputusan Walikota, Keputusan Bupati, Keputusan Rektor dan Dekan di perguruan tinggi.
Tentunya suatu pejabat atau aparat pemerintah dalam mengambil atau menentukan suatu keputusan terdapat syarat-syarat dan ketentuan yang telah diatur sedemikian rupa agar tidak sewenang-wenang dan menyalahgunakan kekuasaannya.
Dalam hal ini, penulis tertarik mengkaji mengenai tinjauan yuridis tentang tidak sahnya keputusan tata usaha negara (TUN) karena mengalami kekurangan yuridis. Berdasarkan latar belakang yang di kemukakan di atas, maka dapat dirumuskan suatu masalah sebagai berikut :

B.     Rumusan Masalah
Bagaimana tinjauan yuridis tentang tidak sahnya keputusan tata usaha negara (TUN) karena mengalami kekurangan yuridis ?



BAB II
PEMBAHASAN

1.1  Pengertian dan Macam-Macam Keputusan Tata Usaha Negara
Keputusan dalam bahasa Belanda disebut “beschikking” sedangkan di Perancis disebut “acte administratif”, dan di Jerman dinamakan “Verwaltungsakt”. Di negeri Belanda istilah beschikking pertama sekali dipergunakan oleh Van der Pot dan Van Vollenhoven, kemudian masuk ke Indonesia melalui Mr. WF. Prins, di Indonesia oleh sebagian sarjana seperti Mrs. Drs. E.Utrecht dan Prof Boedisosetya diterjemahkan sebagai “Ketetapan” dan sebagian sarjana lain menyalinnya sebagai “Keputusan
Beberapa ahli berpendapat mengenai keputusan/beschikking yaitu
1.       Mr. Drs. E.Utrecht dalam bukunya pengantar hukum administrasi Indonesia menyatakan beschikking adalah suatu perbuatan hukum publik yang bersegi satu yang dilakukan oleh alat-alat pemerintahan berdasarkan suatu kekuasaan istimewa.
2.      Mr. WF. Prins dalam bukunya inleiding in het adminitratiefrecht van Indonesia. Menyebutkan beschikking sebagai suatu tindakan hukum sepihak dalam lapangan pemerintahan yang dilakukan oleh alat pemrintahan berdasarkan wewenang yang ada pada alat atau organ itu
3.      Van der Pot, dalam bukunya nederlansch bestursrecht menyatakanbeschikking adalah perbuatan hukum yang dilakukan alat-alat pemerintahan, pernyataan-pernyataan kehendak alat-alat pemerintahan itu dalam menyelenggarakan hak istimewa, dengan maksud mengadakan perubahan dalam lapangan perhubungan-perhubungan hukum.
4.      H.D. van Wijk/Willem Konijnenbelt, ketetapan merupakan keputusan pemerintah untuk hal yang bersifat konkret dan individual dan sejak dulu telah dijadikan instrument yuridis pemerintahn yang utama.
Keputusan menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang peradilan tata usaha negara jo Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang peradilan tata usaha negara jo Undang-Undang Nomor 51 tahun 2009 tentang perubahan kedua Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang peradilan tata usaha negara ialah :” Keputusan Tata Usaha Negara adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat tata usaha negara yang berisi tindakan hukum tata usaha negara yang berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku, yang bersifat konkret, individual, dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata”.
Dari definisi tersebut diatas maka dapat dirumuskan unsur-unsur/elemen-elemen keputusan sebagai berikut :
1)      Keputusan tersebut berbentuk tertulis
2)      Keputusan tersebut dibuat oleh pejabat yang berwenang
3)      Keputusan tersebut berdasarkan pada peraturan perundang-undangan
4)      Keputusan tersebut bersifat konkret, individual, dan final
5)      Keputusan tersebut menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata
Macam-macam Keputusan Tata Usaha negara sebagai berikut :
1)      Keputusan positif dan keputusan negatif
Keputusan positif ialah suatu keputusan yang menimbulkan keadaan hukum baru baik suatu hak maupun suatu kewajibanbagi pihak yang dikenai putusan.
Keputusan negatif ialah suatu keputusan yang dikeluarkan oleh pejabat TUN yang tidak merubah keadaaan hukum tertentu bagi pihak masyarakat yang dikenai keputusan.
2)      Keputusan deklaratoir dan keputusan konstitutif
Keputusan deklaratoir ialah keputusan yang maksudnya mengakuia sesuatu yang sudah ada.
Keputusan konstitutif ialah merupakan bagian dari keputusan yang versifat positif (rechtsscheppende beschikking).
3)      Keputusan kilat (vluchtige beschikking) dan keputusan tetap (blijvend)
Keputusan kilat ialah keputusan sepintas lalu karena lekas lenyap karena hanya berlaku sekali (eenmalig)
Keputusan tetap ialah keputusan yang masa berlakunya untuk waktu sampai diadakan perubahan terhadap keputusan yang bersangkutan.
4)      Keputusan intern dan ekstern
Keputusan intern ialah keputusan yang hanya berlaku untuk menyelenggarakan hubungan ke dalam lingkungan aparat pemerintah.
Keputusan ekstern ialah keputusan yang dibuat untuk menyelenggarakan hubungan antara aparat pemerintah dengan swasta.
5)      Keputusan yang sah (recht-geldig beschikking) dan keputusan yang tidak sah (niet recht-geldig beschikking)
Keputusan yang sah (recht-geldig beschikking)  ialah yang harus memenuhi syarat syarat tertentu yakin keputusan harus dibuat oleh pejabat yang berwenang, keputusan tidak boleh memuat kekurangan yuridis, harus diberi bentuk sesuai dengan peraturan yang menjadi dasarnya dan harus menurut prosedur pembuatannya, isi dan tujuanya harus sesuai dengan isi dan tujuan peraturan dasarnya.

Keputusan yang tidak sah (niet recht-geldig beschikking) adalah keputusan yang dinyatakan batal demi hukum, batal mutlak, batal nisbi, dapat dibatalkan.

1.2  Tinjaun yuridis tentang tidak sahnya keputusan tata usaha negara karena mengalami kekurangan yuridis
Suatu keputusan Tata Usaha Negara (TUN) syarat pertama harus sah, untuk sahnya ada persyaratan yang harus terpenuhi, secara teoritis hanya ada 2 kelompok persyaratan yakni :
1.       Persyaratan yang bersifat material, persyaratan ini persyaratan yang dikaitkan dengan instansi dan bentuk-bentuk keputusan. Persyaratan material ada 3 yakni :
1.       Keputusan dibuat oleh aparat yang berwenang, dimana keputusan ini harus dibuat oleh pejabat yang berwenang baik dari kewenangan atributif, delegatif, dan mandat.
2.      Didalam pembuatannya tidak mengalami kekurangan yuridis, maksudnya ialah perbuatan suatu keputusan dikatakan mengalami kekurangan yuridis apabila di dalam keputusan terdapat unsur Dwang(paksaan), dwaling (kekhilafan) dan bedrog (penipuan).
3.      Tujuan dari keputusan harus sama dengan tujuan yang dikehendaki dari peraturan yang mendasari. Maksudnya keputusan itu harus selaras dengan peraturan yang mendasarinya. Contohnya ialah keputusan petugas DLLAJR harus sesuai dengan keputusan Kementerian Perhubungan mengenai pengaturan Truck yang melebihi muatan.
2.      Persyaratan yang bersifat formil yakni :
1.       Keputusan bentuknya harus sama, maksudnya keputusan harus sama dengan aturan dasarnya. Di dalam teori Hukum tata pemerintahan bentuk ada dua yang berbentuk tulis dan secara lisan. Contohnya : PP No 24 tahun 1976 tentang izin cuti , dimana pengaturannya jika I dan 2 hari cukup izin lisan, tetapi kalau melebihi 7 hari hari harus berbentuk tulis dan surat keterangan dokter dan lampirannya.
2.      Proses pembuatannya harus sama dengan proses yang dikehendaki oleh aturan dasarnya.
3.      Semua persyaratan yang khusus yang dikehendaki oleh aturan dasarnya harus terwujud dan terpenuhi dalam keputusan.

Dari sekian persyaratan yang ada diatas menarik dicermati mengenai tidak sahnya keputusan TUN karena mengalami kekurangan yuridis. Karena pembuatan keputusan memerlukan kecakapan hukum dari pejabat TUN yang membuatnya sehingga tidak boleh ada kekurangan yuridis. Kekurangan yuridis di dalam pembuatan keputusan bisa terjadi karena :
1.       Dwaling (salah kira)
2.      Dwang (paksaan)
3.      Bedrog (penipuan)
Kekurangan yuridis ini dianalogikan dari lapangan privat (perdata). Di dalamn hukum perdata perbuatan yang di buat berdasarkan dwaling, dwang danbedrog dapat dibatalkan dan tidak menjadi batal secara mutlak, artinya perbuatan iu dianggap ada sampai ada pembatalan oleh hakim atau pejabat yang berwenang.
1.       Dwaling (salah kira)
Kekurangan yuridis salah kira (dwaling) , terjadi bilamana seseorang (subjek hukum) menghendaki sesuatu dan mengadakan sesuatu sesuai dengan kehendak itu, tetapi kehendak tersebut didasarkan atas sesuatu bayangan tentang sesuatu hal yang salah. Misalnya saja mengenai pokok maksud, atau kecakapan (keahlian) seseorang (subjek hukum), atau mengenai hak orang. Keputusan yang dibuat berdasarkan salah kira ini pada umumnya dapat dimintakan agar ditinjau kembali atau dapat dibatalkan. Dalam salh kira ini terbagi menjadi dua yakni salah kira yang sungguh-sungguh maka semua perbuatan tidak sah dan salah kira yang tidak sungguh-sungguh maka sebagian absah
2.      Dwang (paksaan)
Keputusan yang dibuat berdasarkan paksaan dapat dibatalkan bahkan paksaan keras dapat menjadi sebab keputusan tadi batal mutlak. Akibat dari perbuatan yang dibuat berdasarkan paksaan dapat menjadi sebab dibatalkannnya (batal untuk sebagian) keputusan tersebut. Bahkan paksaan secara keras dapat menyebabkan keputusan menjadi batal karena hukum.
3.      Bedrog (penipuan)
Keputusan yang dilakuakan berdasarkan penipuan, dikatakan penipuan apabila kehendak dan kenyataan berbeda, disebabkan karena adanya serentetan tipu muslihat yang disengaja, sehingga si pembuat keputusan terpengaruh.
Keputusan yang timbul karena mengandung unsur-unsur penipuan, kesesatan, paksaan, salah kira, kekhilafan, atau penyogokan tidak lagi merupakan keputusan yang murni dikeluarkan oleh karenanya keputusan yang demikian dapat “batal atau dibatalkan”. Sehingga para pejabat yang berwenang diharapkan cakap mengenai syarat-syarat sah dan tidaj sahnya dalam pembuatan suatu beschikking atau keputusan. Apabila terjadi kesalahan-kesalahan seperti yang diungkapkan diatas dapat diajukan gugatan ke pengadilan tata usaha negara untuk dipertanggung jawabkan mengenai keputusan yang telah diperbuat oleh pejabat yang berwenang membuat keputusan.









BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN

Dari pembahasan makalah yang diuraikan sebelumnya, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
Keputusan Tata Usaha Negara adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat tata usaha negara yang berisi tindakan hukum tata usaha negara yang berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku, yang bersifat konkret, individual, dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata”.
Kekurangan yuridis di dalam pembuatan keputusan bisa terjadi karena :
1.       Dwaling (salah kira)
2.      Dwang (paksaan)
3.      Bedrog (penipuan)
Keputusan yang timbul karena mengandung unsur-unsur penipuan, kesesatan, paksaan, salah kira, kekhilafan, atau penyogokan tidak lagi merupakan keputusan yang murni dikeluarkan oleh karenanya keputusan yang demikian dapat “batal atau dibatalkan”.





DAFTAR PUSTAKA
Abdul Rahman Budiono, 2005. Pengantar Ilmu hukum. Bayumedia Publishing. Malang.
Diana Halim Koentjoro,2004. Hukum Administrasi Negara. Ghalia Indonesia. Bogor Selatan.
Eny Kusdarini. 2011. Dasar-Dasar Hukum Administrasi Negara dan Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik. Uny Press. Yogyakarta.
E Utrecht, 1986. Pengantar Hukum Adminitrasi Negara Indonesia. Pustaka Tinta Mas. Surabaya
Hartono hadisoeprapto. 2011. Pengantar Tata Hukum Indonesia. Liberty. Yogyakarta.
Irfan Fachruddin. 2004. Pengawasan Peradilan Administrasi Terhadap Tindakan Pemerintah. Alumni. Bandung.
Muchsan, 1981. Beberapa catatan penting hukum administrasi negara dan peradilan administrasi negara di Indonesia. Liberty. Yogyakarta.
Philipus M.Hadjon, 2005. Pengantar Hukum Administrasi Indonesia. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Ridwan HR, 2006. Hukum Adminitrasi Negara. UII Press. Yogyakarta
Ridwan HR, 2006. Hukum Adminitrasi Negara. RajaGrafindo persada. Jakarta
Satjipto Rahardjo, 1986. Ilmu Hukum, Alumni. Bandung.
SF. Marbun, Moh Mahfud MD, 2006. Pokok-Pokok Hukum Administrasi Negara. Liberty. Yogyakarta.
SF. Marbun, 1988, Peradilan Tata Usaha Negara, Liberty. Yogyakarta
Sudikno Mertokusumo. 1999. Mengenal Hukum : Suatu Pengantar, Liberty, Yogyakarta.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang peradilan tata usaha negara.
Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang peradilan tata usaha negara.
Undang-Undang Nomor 51 tahun 2009 tentang perubahan kedua Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang peradilan tata usaha negara.