PATUH-Oi

Tuesday, January 22, 2013

  JENIS-JENIS EKSEPSI *

A.   Eksepsi Prosesual (Processuele Exceptie)

Adalah eksepsi yang berkenaan dengan syarat formil gugatan. Apabila gugatan yang diajukan mengandung cacat formil maka gugatan yang diajukan tidak sah, dengan demikian harus dinyatakan tidak dapat diterima (Niet Onvantkelijke verklaard).

Adapun jenis eksepsi prosesual diantanra adalah sebagai berikut :

  1. Eksepsi Error In Persona

Sebuah gugatan harus ditujukan kepada para pihak yang memiliki hubungan sengketa (objek), sebagaimana yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia (M.A.R.I) no.1072 K/Sip/1982 tertanggal 1 Agustus 1983 yang memiliki kaidah hokum yaitu “gugatan ditujukan kepada yang secara nyata menguasai barang sengketa (objek)”.

Adapun jenis eksepsi error in persona adalah sebagai berikut :

Ø  Eksepsi diskulifikasi (gemis aanhoedanigheid),

Yaitu eksepsi yang mengemukakan bahwa penggugat tidak memiliki kedudukan hokum atau persona standi in judicio didepan PN karena penggugat bukan orang yang berhak oleh karenanya tidak mempunyai hak dan kapasitas untuk menggugat. Sebagai contoh apabila yang mengajukan gugatan atas nama yayasan bukan pengurus. Dalam hal ini tergugat dapat mengajukan exceptio in persona, atas alasan diskulifikasi in person, yakni orang yang mengajukan gugatan bukan orang yang mempunyai kedudukan hukum untuk menggugat atas nama yayasan.

Ø  Keliru pihak yang ditarik sebagai Tergugat, 

Apabila pihak yang diterik sebagai Tergugat/Termohon adalah keliru/salah. Sebagai contoh putusan MA no 601 K/Sip/1975, tentang seorang pengurus yayasan yang digugat secara pribadi untuk mempertanggung jawabkan sengketa yang berkaitan dengan yayasan. Dalam kasus demikian, orang yang ditarik sebagai tergugat tidak tepat, karena yang mestinya ditarik sebagai Tergugat adalah yayasan.

Ø  Exceptio plurium litis consortium

Alasan dalam mengajukan eksepsi ini adalah apabila orang yang ditarik sebagai tergugat tidak lengkap. Atau orang yang bertindak sebagai penggugat tidak lengkap, masih ada orang yang harus diikut sertakan sebagai penggugat atau tergugat, baru sengketa yang dipersoalkan dapat diselsaikan secara tuntas dan menyeluruh. Sebagai contoh adalah putusan MA 621 K/Pdt/1975 yaitu terhadap sebagian objek harta perkara tidak dikuasai tergugat tetapi telah menjadi milik pihak ketiga. Dengan demikian oleh karena pihak ketiga tersebut tidak ikut digugat, gugatan dinyatakan mengandung cacat plurium litis consortium

  1. Exceptio Obscuur Libel 

Yang dimaksud dengan obscuur libel, surat gugatan tidak terang isinya atau isinya gelap (onduidlijk). Disebut juga,  formulasi gugatan tidak jelas, padahal agar gugatan dianggap memenuhi syarat formil dalil gugatan harus terang dan jelas atau tegas (duidelijk).

Ketentuan pasal 118 ayat (1), pasal 120 dan pasal 121 HIR tidak terdapat penegasan merumuskan gugatan secara jelas dan terang. Namun praktik peradilan memedomani pasal 8 Rv sebagai rujukan berdasarkan asas process doelmatigheid (demi kepentingan beracara).  Menurut pasal 8 Rv, pokok-pokok gugatan disertai kesimpulan yang jelas dan tertentu (een duidelijk en bepaalde conclusive).Berdasarkan ketentuan itu, praktik peradilan mengembangkan penerpaan eksepsi gugatan kabur (obscure libel) atau eksepsi gugatan tidak jelas.

Dalam praktek dikenal beberapa bentuk eksepsi gugatan kabur. Masing masing bentuk didasarkan pada faktor faktor tertentu antara lain :

            Ø  Tidak jelasnya dasar hukum gugatan,

      posita atau fundamentum petendi tidak menjelaskan dasar hukum (rechtsgrond) dan kejadian atau peristiwa yang mendasari gugatan. Bisa juga, dasar hukum jelas, tetapi tidak dijelaskan dasar fakta (Fatelijke grond). Dalil gugatan seperti itu tidak memenuhi syarat formil gugatan dengan kata lain gugatan dianggap tidak jelas dan tidak tertentu (eenduideljke en bepaalde conclusie).

           Ø  Tidak jelasnya Objek Sengketa

      kekaburan objek sengketa sering terjadi mengenai tanah terdapat beberapa aspek yang menimbulkan kaburnya objek gugatan mengenai tanah, anatara lain tidak disebutnya batas batas objek sengketa, luas tanah berbeda dengan pemeriksaan setempat, tidak disebutnya letak tanah yang menjadi objek gugatan, tidak samanya batas dan luas tanah dengan yang dikuasainya tergugat.

B.   Eksepsi Hukum Materiil (materiele exceptie)

Dari pendekatan doktrin terdapat beberapa macam eksepsi hukum materiil yang cara pengajuannya tunduk pada pasal 136 dan 114 Rv serta cara penyelesaiannya merujuk kepada pasal 136 HIR. Dengan demikian caranya sama dengan eksepsi prosesual.

Jenis eksepsi materiil diantaranya yaitu :

Exceptio dilatoria (dilatoria exceptie)

yaitu gugatan penggugat tidak dapat diperiksa karena prematur dalam arti gugatan mengandung sifat atau keadaan prematur karena batas waktu untuk menggugat belum sampai pada waktu yang disepakati atau karena telah dibuat penundaan pembayaran oleh kreditur. Atau dengan kata lain tertundanya gugatan disebabkan adanya faktor yang menangguhkan.

 

 

 

---------------------------------------------------------------------- 

Sumber : Yahya Harahap  dalam buku “hukum acara perdata”


Tuesday, January 15, 2013

Pengacara berjuluk The GUARDIAN ANGELS




Guardian Angel, mungkin kata ini membawa kita kepada dongeng tentang setiap orang selalu dilahirkan kedunia ini diberikan malaikat pelindung mereka masing-masing. Malaikat itu atau makhluk semieternal itu mempunyai kekuatan untuk melindungi setiap jiwa manusia yang dilahirkan, dikarenakan merupakan suatu kebahagian tersendiri dilahirkan ke dunia ini sebagai manusia.
Tetapi disini penulis tidak ingin membicarakan tentang makhluk semieternal itu, pada tulisan ini penulis ingin menginformasikan bahwa seorang “Juris” adalah seorang “Guardian Angel” atau “Malaikat Pengawal.” Suatu saat nanti ketika kita menjadi seorang Pengacara, kita akan berusaha sebaik mungkin untuk melindungi hak yang dimiliki oleh klien kita bagaimanapun caranya. Di Amerika misalnya, ketika seseorang ditangkap oleh departemen kepolisian hak mereka untuk didampingi oleh seorang pengacara pada saat interogasi yang dilakukan oleh departemen kepolisian negara bagian selalu disebutkan “ Bahwa mereka berhak didampingi pengacara atau negara bagian akan menyiapkan pengacara untuk menemani mereka hingga proses pengadilan. Berdasarkan pemaparan tersebut membuktikan bahwa peran seorang pengacara sangatlah penting sekali, jangan sampai suatu ketika seorang saksi yang dimintakan keterangannya tentang suatu kasus kemudian menjadi tersangka ketika interogasi selesai. Oleh karena itu mungkin setiap manusia yang dilahirkan ke dunia ini selalu membutuhkan seorang pengacara termasuk pengacara itu sendiri.
Seorang “Juris” merupakan pelindung hak setiap manusia yang dilahirkan ke dunia meskipun mereka melakukan perbuatan yang melanggar hukum, tetapi hak mereka untuk didampingi dan dibela didepan pengadilan oleh pengacara yang berkualitas adalah sama, baik itu gelandangan maupun presiden sekalipun. Hal ini penting sekali ketika kita menjadi pengacara untuk meluangkan waktu kita untuk 1 atau 2 jam untuk konsultasi “probono” alias gratis oleh karena itu seharusnya probono tidak diwajibkan oleh Undang-Undang tetapi kesadaran kepada etika seorang “Juris” itu sendiri.
Hal ini berlaku juga dalam kegiatan bisnis maupun hubungan pribadi sekalipun seperti hubungan di dalam keluarga. Sebagai contoh seorang pelaku bisnis pasti tidak ingin ambil pusing dengan segala macam urusan hukum yang berbelit, apalagi di Indonesia hukum lebih baik dipersulit walaupun seharusnya dipermudah. Hal ini berbeda, jika kita berbisinis dengan orang asia ( Jepang, Taiwan, Singapore and Indian). Bisnis merupakan modal kepercayaan, mereka lebih percaya berbisnis dengan orangnya daripada berbisnis bermodal kertas semata atau akta perjanjian yang kemungkinan besar dilanggar jika suatu saat nanti klien mereka wanprestasi. “Trust people rather than paper,” suatu kata yang tidak penulis lupakan ketika mengikuti mata kuliah hukum perikatan. Hal ini berlaku juga ketika berbisnis dengan orang asia lainnya, mereka lebih mementingkan kenal dengan orangnya terlebih dahulu daripada harus bermain akta perjanjian yang terdapat kesulitan ketika terjadi wanprestasi melalui pemaparan ini tentu saja dalam kegiatan bisnis sisi legalitas tetap dikedepankan sehingga barang yang diperdagangkan merupakan barang yang “Legal” bukan merupakan barang yang “Illegal.”
Bagaimana dengan urusan keluarga, “ah, hukum ngatur urusan pribadi orang.” Hukum mengatur urusan pribadi manusia sampai pada batas yang tidak melanggar norma-norma, kepatutan, kesusilaan, dan ketertiban umum. Sebagai contoh semua yang melibatkan hukum diawali oleh adanya subyek hukum, obyek hukum dan peristiwa hukum, dsb. Sebagai contoh proses kelahiran seorang anak, itu merupakan peristiwa hukum dan anak tersebut merupakan subyek hukum yang suatu saat nanti dapat melakukan perbuatan hukum seperti menikah, bercerai, membuat perjanjian, dsb. Hal ini penting sekali diberikan batasan atau patokan, sehingga hukum tidak hanya bersifat mengatur tetapi memberikan batasan yang sesuai dengan nilai-nilai masyarakat pada umumnya.
Oleh karena itu setiap manusia yang dilahirkan ke dunia ini membutuhkan seorang pembela, penasihat, dan pelindung. Walaupun hukum tidak selalu ditaati, tetapi dapat dibayangkan seandainya dunia ini tidak dilengkapi dengan hukum. Oleh karena itu jadilah seorang “Guardian Angel” yang memiliki sayap untuk terbang tinggi memegang keadilan di tangan di kiri dan pedang di tangan kanan dan siap bertempur di setiap pengadilan apapun termasuk negosiasi kontrak.

(sumber : F.R. Saor dari Tulisan Mr. D)

AZAS-AZAS HUKUM PIDANA



1. Asas Legalitas
Yaitu adanya persamaan kedudukan, perlindungan, dan keadilan di hadapan hukum.

2. Asas Keseimbangan
Yaitu proses hukum yang ada haruslah menegakkan hak asasi manusia dan melindungi ketertiban umum.

3. Asas Praduga Tak Bersalah
Yaitu tidak menetapkan seseorang bersalah atau tidak sebelum adanya putusan pengadilan yang tetap.

4. Asas Unifikasi
Yaitu penyamaan keberlakuan hukum acara pidana di seluruh wilayah Indonesia

5. Asas Ganti rugi dan Rehabilitasi.
Yaitu adanya ganti rugi dan rehabilitasi bagi pihak yang dirugikan karena kesalahan dalam proses hukum.

6. Asas Peradilan Sederhana, Cepat dan Biaya Ringan
Yaitu pelaksanaan peradilan secara tidak berbelit-belit dan dengan biaya yang seminim mungkin guna menjaga kestabilan terdakwa.

7. Asas Oportunitas
Yaitu hak seorang Jaksa untuk menuntut atau tidak demi kepentingan umum.

8. Asas akusator
Yaitu penempatan tersangka sebagai subjek yang memiliki hak yang sama di depan hukum.

9. Prinsip Pembatasan Penahanan
Yaitu menjamin hak-hak asasi manusia dengan membatasi waktu penahanan dalam melalui proses hukum.

10. Prinsip Diferensiasi Fungsional
Yaitu penegasan batas-batas kewenangan dari aparat penegak hukum secara instansional.

11. Prinsip Saling Koordinasi
Yaitu adanya hubungan kerja sama di antara aparat penegak hukum untuk menjamin adanya kelancaran proses hukum.

12. Prinsip Penggabungan Pidana dengan Tuntutan Ganti Rugi
Yaitu dipakainya gugatan ganti rugi secara perdata untuk menyelesaikan kasus pidana yang berhubungan dengan harta kekayaan.

13. Peradilan tebuka Untuk Umum
Yaitu hak dari publik untuk menyaksikan jalannya peradilan (kecuali dalam hal-hal tertentu).

14. Kekuasaan Hakim yang Tetap
Yaitu peradilan harus dipimpim oleh eorang/sekelompk hakim yang memiliki kewenangan yang sah dari pemerintah.

15. Pemeriksaan Hakim Yang langsung dan lisan
Yaitu peradilan dilakukan oleh hakim secara langsung dan lisan (tidak menggunakan tulisan seperti dalam hukum acara perdata.

16. Bantuan hukum bagi terdakwa
Yaitu adanya bantuan hukum yang diberikan bagi terdakwa.


Daftar Pustaka:
Hamzah, Andy. 2005. Hukum Acara Pidana Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika.
Harahap, Yahya. 2004. Pembahasan Permasalah dan Penerapan KUHAP: Penyidikan dan Penuntutan. Jakarta: Sinar Grafika.
Prinst, Darwin. 1989. Hukum Acara Pidana: Suatu Pengantar. Jakarta: Djambatan.
Prodjodikoro, Wiryono. 1985. Hukum Acara Pidana di Indonesia. Jakarta: Sumur Bandung.